SURABAYA, BANGSAONLINE.com – Bagi umat Islam, memilih pemimpin atau presiden bukan semata even politik atau proses politik. Tapi juga bagian dari syariat Islam. Maka harus didasarkan pada pertimbangan yang benar secara syariat.
Hal itu disampaikan Dr (HC) KH Afifuddin Muhajir, Wakil Rais Aam Syuriah PBNU kepada BANGSAONLINE.com, Jumat (16/2/2024).
BACA JUGA:
- Asal-usul Tidak Selalu Menjadi Faktor Penentu dalam Memilih Wali Kota Batu
- Seleksi Wawancara Berakhir, KPU Tuban Ambil 5 Besar Calon Anggota PPK
- Ada Temuan Tanda Tangan yang Mirip di TPS, MK akan Buka Kotak Suara se-Bangkalan
- Ada Kesamaan di Tanda Tangan Pemilih, Ketua Bawaslu Bangkalan Dicecar Hakim MK
Lalu apa saja standar pokok pertimbangan syariat dalam memilih pemimpin atau presiden?
“Yang pokok dua. Integritas dan kapabilitas,” kata Kiai Afifuddin Muhajir yang populer sebagai kiai pakar ushul fiqh kepada BANGSAONLINE.com, Jumat (16/2/2024).
Apa itu integritas? Integirtas adalah sikap menjunjung tinggi nilai etika, moral, dan akhlak mulia secara konsisten (istiqamah) dan diwujudkan secara utuh dalam perkataan, perbuatan, dan sikap sehari-hari.
Jadi orang berintegtritas adalah orang yang kuat menjaga muru'ah atau marwah diri sehingga memancarkan kewibaan dan kemuliaan.
Seseorang yang punya integiritas memiliki sifat berani, jujur, peduli, bertanggug jawab, adil, teguh memegang prinsip kebenaran, bermental amar ma'ruf nahi munkar, berakhlak mulia, serta tidak melanggar undang-undang atau peraturan, baik yang tertulis maupun yang tak tertulis.
Sedangkan kapabilitas adalah kompetensi atau kemampuan seseorang dalam menjalankan tugas atau amanah sesuai yang diharapkan pemberi amanah. Bahkan kemampuannya melebihi dari tugas yang diamanahkan. Dalam konteks kenegaraan pemberi amanah itu adalah rakyat.