Jokowi: Prabowo Sahabat Baik, DKPP: KPU Buka Kotak Langgar Kode Etik
Kamis, 21 Agustus 2014 16:10 WIB
JAKARTA(BangsaOnline)Menjelang keputusan Mahakamah Konstitusi (MK)mengenai pemilu
presiden, Joko Widodo mengaku masih berhubungan baik dengan pesaingnya, Prabowo
Subianto. Jokowi menyebut Prabowo sebagai sahabat baik.
"Saya dan Pak Prabowo itu sahabat baik, sahabat yang sangat baik. Tidak
ada masalah, kemarin saat pilpres sempat tanding setelah itu kan sudah,"
katanya sebelum menghadiri rapat paripurna dengan anggota DPRD DKI Jakarta di
gedung DPRD, Jakarta, Kamis, 21 Agustus 2014.
Jokowi mengatakan bukan suatu hal yang aneh jika keduanya bertemu setelah MK
mengeluarkan putusannya. Menurut dia, tidak masalah siapa yang berinisiatif
mengajak bertemu.
"Bertemu ya bertemu saja, namanya juga sahabat. Nanti setelah putusan MK
bertemu tidak apa-apa," katanya. Ia pun mengaku bingung ketika ditanya
mengenai rekonsiliasi. "Rekonsiliasi apa, lha wong saya tidak ada masalah
dengan Pak Prabowo.'
Jelang putusan MK hari ini, Jokowi disibukkan oleh kegiatan sebagai Gubernur
DKI Jakarta di Balai Kota. Sejak pagi, ia sibuk menerima tamu di ruangannya.
Sekitar pukul 13.30 WIB, ia keluar dari ruangannya di Balai Kota untuk
mengikuti rapat paripurna rapat rancangan peraturan daerah (raperda). Kini
raperda masih berlangsung.
Sementara MK menyatakan
pasangan Prabowo-Hatta memiliki legal standing (kedudukan hukum) dalam
mengajukan permohonan sengketa pilpres.
MK menilai pengunduran diri yang dinyatakan Prabowo-Hatta adalah dari
rekapitulasi penghitungan perolehan suara tingkat nasional pada 22 Juli 2014,
bukan mundur dari calon presiden.
"Menurut Mahkamah pengunduran tersebut bukan keluar dari seluruh proses
pemilihan umum presiden dan wakil presiden. Tetapi hanya mengundurkan diri dari
rekapitulasi penghitungan suara pada 22 Juli 2014," kata hakim konstitusi
Anwar Usman saat membacakan pertimbangan MK, Kamis (21/8/2014).
Menurut Mahkamah, ada dua hal yang menguatkan Prabowo-Hatta tidak mundur dari
seluruh tahapan pemilu presiden dan wakil presiden.
Pertama, SK KPU Nomor 454/Kpts/KPU/2014 tentang penetapan nomor urut dan daftar
pasangan calon presiden dan wakil presiden pemilihan umum tahun 2014 dan SK KPU
Nomor 679/Kpts/KPU/Tahun 2014 tentang penetapan calon peserta Pemilu.
Menurut Mahkamah, kedua SK tersebut tidak pernah dicabut KPU atau dibatalkan
pengadilan.
"Dengan pertimbangan tersebut pemohon memiliki kedudukan hukum untuk
mengajukan permohonan a quo," kata Anwar.
BACA JUGA:
Patung Kurus Hidung Panjang Simbol Kepalsuan dan Kemunafikan, Butet Sindir Siapa?
Projo Sampang Kawal Pembangunan 2 Jalan Poros Kabupaten Senilai Rp91 Miliar
Besok, Presiden Jokowi Serahkan 10.323 Sertifikat Tanah di Banyunwangi
Jokowi Gelar Nobar Timnas Indonesia Vs Uzbekistan di Istana, Sejumlah Menteri Saling Tebak Skor
MK juga memutuskan aksi pembukaan kotak suara yang dilakukan
oleh KPU merupakan pelanggaran terhadap Undang-Undang.
"Dalam Undang-Undang Pemilu pasal satu ayat 5 disebut KPU adalah lembaga
penyelenggara pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap dan mandiri," kata hakim
MK, Hamid Usman dalam pembacaan hasil putusan MK terkait sengketa hasil Pilpres
2014 di Raung Sidang MK, Jakarta Pusat, Kamis (21/8).
Namun tidak berarti, tambah Hamid, pihak termohon (KPU) dapat secara bebas
membuka kotak suara tanpa alasan atau norma lain yang berlaku.
"Meski termohon menyimpan dan memelihara, namun dalam membuka kotak suara
haruslah mengindahkan norma-norma yang berlaku. Karena itu menurut Mahkamah hal
ini melanggar hukum," sebut Hamid.
Meskipun terbukti melanggar Undang-Undang, Hamid menyebut bahwa penyelesaian
masalah ini tidak berada dalam domain MK.
"Sekiranya pelanggaran itu merupakan pelanggaran pidana pemilu maka
penyelesaiannya adalah di Kepolisian, dan jika dalam hak etik, maka
penyelesaiannya di DKPP jadi ini bukan kewenangan Mahkamah," tandasnya.
Anggota Majelis DKPP, Valina singka Subekti juga mengatakan
pembukaan kotak suara oleh KPU dengan berdasar
keyakinan kotak suara milik KPU adalah keliru.
"KPU
wajib menyimpan kotak suara dari TPS. Data dan dokumen bukan milik KPU
tapi milik publik," ujar Valina saat membacakan putusan sidang DKPP di
Kementerian Agama, Jakarta Pusat, Kamis (21/8/2014).
Dengan begitu pembukaan kotak suara yang diinstruksikan KPU Pusat kepada KPU Daerah, adalah satu bentuk pelanggaran etik.
"KPU
dapat diketegorikan telah melakukan pelanggaran etik. Namun meski
melibatkan semua pihak, tidak dapat dikatakan massif," katanya.
Dengan pelanggaran ini DKPP menyimpulkan dan memutuskan memberikan peringatan kepada seluruh komisioner KPU Pusat.
Simak berita selengkapnya ...
sumber : merdeka.com/detik.com