Dampak Konflik Berkepanjangan Pasar Turi, Ada yang Alih Profesi Jadi Sopir hingga Nganggur
Editor: Revol Afkar
Wartawan: Maulana
Selasa, 04 September 2018 23:16 WIB
SURABAYA, BANGSAONLINE.com - Sengkarut penyelesaian konflik Pasar Turi Baru Surabaya menyisakan cerita pilu di antara ribuan pedagang. Banyak yang bangkrut, meninggalkan stan, banting setir mencari usaha atau pekerjaan lain hingga menganggur.
Seperti cerita pedagang satu ini. Perawakannya kurus, kulitnya kian legam semenjak menjadi sopir. Ya, dia adalah Akbar Maghrobi. Salah satu pedagang Pasar Turi bidang konveksi.
BACA JUGA:
Belasan Tahun Mangkrak, Pasar Turi Baru Beroperasi di Era Eri Cahyadi
Bantu Urai Benang Kusut Polemik Pasar Turi, Wantimpres Bersama Habib Hasan Kunjungi Surabaya
Dua Kelompok Massa Demo di PN Surabaya
Henry J. Gunawan Bakal Serahkan Pasar Turi ke Pemkot Surabaya
"Biasanya saya dan ibu yang menjaga stan. Tapi karena semakin sepi, saya jadi sopir dan ibu yang jaga sendiri," tutur pria yang biasa dipanggil Robi, Selasa (4/9).
Robi menuturkan memiliki stan di dalam gedung Pasar Turi Baru. Namun, terpaksa ia tinggalkan stan yang telah dibeli itu karena pengunjung begitu sepi. Ia lebih memilih berjualan di tempat penampungan sementara (TPS) dengan harapan dagangannya tetap laris.
"Ternyata sama saja. Di TPS pun juga sepi. Hampir tiap hari itu tidak ada pembeli baru. Yang beli itu tinggal pelanggan lama saja," ungkap warga Pucang Sewu ini.
Pria 28 tahun ini akhirnya memutuskan mencari pekerjaan lain. Ia sempat bekerja di distributor air mineral kemasan demi menutupi kebutuhan keluarganya. Namun itu tidak berlangsung lama. Robi kemudian memilih menjadi sopir di salah satu perusahaan di Pasuruan.
"Berat memang (jadi sopir). Harus kuat melek. Saya juga harus pergi-pulang Surabaya-Pasuruan tiap hari. Tapi ya bagaimana lagi, hidup harus tetap berlanjut," tutur pria yang sedang menabung untuk biaya menikah ini.
Robi mengaku banyak pedagang lain yang juga mengalami nasib serupa. Meski memiliki stan di dalam gedung, tapi di antara mereka tetap berjualan di tempat penampungan sementara (TPS) karena pengunjung lebih ramai.
Oleh karena itu, lanjut Robi, dirinya berharap ke depan bisa kembali jualan di Pasar Turi. Ia tak mau tahu soal kisruh pasar yang sudah bertahun-tahun. “Yang penting (pengunjung) ramai lagi,” tegas dia.
Beda dengan Robi, Yudia (47), kini hanya bisa menjalani nasibnya sebagai ibu rumah tangga. Ia tak bisa lagi berharap pada penghasilannya berdagang di stan Pasar Turi. Sementara, membuka usaha di tempat lain dirasa sulit lantaran tak punya cukup modal.
Simak berita selengkapnya ...