Yasonna Berpihak DPR, Tak Wakili Politik Jokowi, Refly Harun: Sponsor RUU KPK Terlihat Telanjang
Editor: Tim
Jumat, 27 September 2019 15:48 WIB
JAKARTA, BANGSAONLINE.com - Dr. Refly Harun, S.H., M.H., LL.M, ahli hukum tata negara melihat ada indikasi sponsor di balik tergesa-gesanya para anggota DPR untuk memutuskan RUU KPK menjadi Undang-Undang. “Kelihatan telanjang sekali,” kata Refly Harun dalam wawancara dengan Radio Elshinta, Jumat siang (27/9/2019). Sponsor itu bisa dari kelompok kepentingan, termasuk pebisnis.
Ia menunjukkan indikasi itu, antara lain, RUU KPK tidak masuk prioritas Prolegnas. Tapi para anggota DPR itu memutuskan cepat sekali.
BACA JUGA:
Jokowi Resmikan Smelter Grade Alumina, Erick Thohir Paparkan Dampak soal Impor Alumnium
Menparekraf Sebut Investasi IKN dari Luar Negeri Sentuh Angka Rp1 Triliun
Gus Irsyad Batal Dilantik Jadi DPR RI, Massa SGI Geruduk KPU Kabupaten Pasuruan
Kanwil Kemenkumham Jatim Ajak Stakeholder Terlibat dalam Survei Penilaian Integritas
Yang menarik, Refly juga menyoroti peran politik Menkumham Yasonna Laoly yang dianggap cenderung berpihak kepada DPR ketimbang mewakili politik Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Dalam wawancara menjelang pukul 12 siang itu, Refly awalnya mendapat pertanyaan dari pendengar Radio Elshinta. Pendengar bernama Dadi dari Tangerang itu mengaku heran dengan sikap Yasonna Laoly yang condong ke DPR.
“Saya heran, yang namanya Pak Loly (Yasonna Laoly-Red) itu selalu menyatakan Presiden Jokowi tidak akan mengeluarkan Perppu UU KPK. Padahal Perppu itu hak prerogatif presiden,” katanya. “Ini (Yasonna), masyarakat menilai nggak bener ini,” tambahnya.
Refly mengaku sepakat dengan pernyataan pendengar Radio Elshinta itu. Refly bahkan mengaku khawatir dengan sikap politik Yasonna, yang politikus PDIP itu, tak mewakili kepentingan politik Presiden Joko Widodo (Jokowi). Tapi lebih memihak kepada DPR.
Menurut dia, ada dua kemungkinan terjadi pada diri Jokowi dalam menghadapi RUU KPK, terutama terkait posisi Yasonna sebagai pembantu presiden. “Pertama, (Pak Jokowi) diberikan update yang keliru (oleh Yasonna). Kedua, presiden memang terbelenggu,” kata Refly Harun.
Ia lalu memberi contoh soal kemungkinan Jokowi diberi update yang keliru. “Kalau kita baca RUU KPK jelas penindakan itu lemah sekali, tidak akan ada OTT,” katanya. Dalam RUU KPK, kata Refly, untuk melakukan penyadapan, tidak hanya harus izin ke dewan pengawas, tapi izin penyadapan itu baru bisa diberikan setelah gelar perkara. Padahal gelar perkara itu adalah tahap akhir menjelang penyidikan. “Jadi ada colongan (dalam RUU KPK) itu,” katanya.