Gaji Wantimpres Rp 17,5 Juta, Staf Khusus Rp 51 Juta, Nasehat pun Sulit Diterima Presiden
Editor: tim
Minggu, 15 Desember 2019 23:54 WIB
JAKARTA, BANGSAONLINE.com - Jabatan Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) terkesan sangat mentereng. Maklum, secara normatif jabatan itu bisa memberi nasehat, masukan, dan saran kepada Presiden sehingga punya potensi mempengaruhi kebijakan penting dan strategis tentang nasib bangsa. Namun faktanya, ternyata tak segagah namanya.
“Sulit memberi masukan, karena di Istana juga banyak para pembisik,” ungkap KH. Ahmad Hasyim Muzadi, mantan Ketua Umum PBNU yang pernah menjabat anggota Wantimpres kepada BANGSAONLINE.com suatu ketika. Abah Hasyim – panggilan akrab Kiai Hasyim Muzadi – sebelum wafat pada 17 Maret 2017 pernah diangkat menjadi anggota Wantimpres oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi).
BACA JUGA:
Politikus PDI Perjuangan Ungkap Alasan Ahok Layak Maju di Pilgub Sumut 2024
Viral Ahok Bilang Jokowi dan Gibran Tak Bisa Kerja, PAN pun Bereaksi
Ahok Pengibar Politik Identitas Tingkat Tinggi, Pernah Diberi Gelar Sunan Kalijodo
Ahok Mencari Pemimpin Bersih
Abah Hasyim dikenal dekat dengan Presiden Jokowi. Bahkan saat Jokowi umroh pada masa kampanye pilpres, Abah Hasyim inilah yang menjadi pembimbing di tanah suci. Karena itu, wajar jika ia kemudian diangkat sebagai anggota Wantimpres.
Namun secara fungsional, ternyata Wantimpres tak seperti yang ia bayangkan. Ia mengaku pernah dipanggil Presiden Jokowi bicara empat mata sambil makan bersama. “Saya hanya berdua dengan Jokowi di Istana. Pratikno tak boleh ikut,” kata Abah Hasyim.
Saat itulah Abah Hasyim menyampaikan banyak hal kepada presiden asal Solo itu. Masukan dan saran yang ia sampaikan itu hasil dari pantauan situasi setelah Abah Hasyim turba ke daerah-daerah di Indonesia. Ternyata semua saran dan masukan yang ia sampaikan itu tak di-follow up oleh Jokowi.
Ya, itulah gambaran bagaimana realitas Wantimpres. Dulu Wantimpres itu bernama Dewan Pertimbangan Agung (DPA). Namun pada 2002 terjadi Amandemen UUD 45. Maka pada 2003 - seperti dilansir lokadata.id - DPA dibubarkan. DPA dihapus dengan Kepres pada 31 Juli 2003 berdasarkan Amandemen UUD 45. Pada 2006 dibentuklah Wantimpres.
Memang, sejarah DPA dan Wantimpres cukup panjang. Pada 25 Sptember 1945 dibentuk DPA atas amanat pasal 16 UUD 45. Ketua DPA pertama adalah Margono Djojohadikusumo. Namun posisi DPA saat itu tidak jelas karena gejolak politik.
Pada 5 Juli 1959 terbit Dekrit Presiden. Lalu dibentuk DPA Sementara (DPAS). Ketua DPAS saat itu Presiden Soekarno. Namun pada 1967 DPAS dihapus. Lalu diganti DPA. Pada 31 Juli 2003 DPA dihapus berdasarkan Amandemen UUD 45. Pada 2006 dibentuk Wantimpres hingga sekarang.
Namun yang perlu dicermati, kedudukan dan kewenangan Wantimpres beda sekali dengan DPA. Dulu DPA sejajar dengan Presiden. Kini Watimpres justeru bertanggungjawab kepada Presiden.
Ya, DPA dulu adalah satu dari lima Lembaga Tinggi Negara bersama DPR-RI, Presiden dan Wakil Presiden, MA, dan BPK. Setelah amandemen UUD 1945 (2002), Lembaga Tinggi Negara berisi tujuh tapi Wantimpres tak termasuk karena posisinya di bawah Presiden.
Karena itu wajar jika pengamat politik dari Unviersitas Indonesia Arbi Sanit meragukan fungsi Wantimpres sekarang. “Presiden mana sih dengerin Wantimpres? Itu lembaga konstitusional, tapi cara kerja enggak terkait langsung dengan presiden,” kata Arbi dikutip Indonesiainside.id, Jumat (13/12).
Simak berita selengkapnya ...