Warga Desa Babakan Keluhkan Pungutan Pengurusan Sertifikat Program PTSL
Editor: Nur Syaifudin
Wartawan: Imron Ghozali
Jumat, 03 Januari 2020 13:23 WIB
LUMAJANG BANGSAONLINE.com – Sertifikasi tanah lewat pendaftaran tanah sistematis lengkap (PTSL) dari pemerintah yang digembar-gemborkan gratis, ternyata tidak sesuai harapan. Ratusan warga Desa Babakan, Kecamatan Padang mengaku dipungut biaya dalam pengurusan sertifikat PTSL.
Nilainya berbeda-beda, mulai Rp 360 ribu, 800 ribu, ada juga yang sampai Rp 1,7 juta, hingga paling tinggi Rp 3 juta. Uang tersebut disodorkan saat para petugas desa mendata kepemilikan tanah warga.
BACA JUGA:
Menteri ATR/BPN Door To Door Serahkan Sertifikat Tanah di Probolinggo
Bupati Kediri Serahkan Sertifikat Tanah Elektronik PTSL Pertama Kali di Kecamatan Kepung
Berkat Program PTSL, Rumah Warga Malang Kini Bersertifikat Sejak 30 Tahun Didirikan
Capai 90 Persen, Bupati Kediri Targetkan PTSL Lengkap pada 2025
Data yang diterima media ini, sekitar 750 Kepala Keluarga mengurus PTSL. Lantaran banyak, pihak desa membagi menjadi tiga tahap. Kemarin merupakan tahap ketiga. Warga mengeluh karena ada biaya yang dinilai terlalu mahal.
Muhammad (34), salah satu warga yang ikut dalam antrean mengurusan sertifikat mengaku tidak pernah ada kesepakatan pembayaran. Meski demikian, dia tetap terpaksa menyediakan uang.
"Biar cepat selesai sudah. Meski Rp 3 juta gak papa. Mau gimana lagi," keluhnya.
Selain itu, ada juga SR warga Desa Krasak, Kecamatan Kedungjajang yang mengakui adanya pengutan tersebut. Pihaknya mengantarkan istrinya yang sedang mengurus karena mertuanya meninggal dunia. Ia mengaku harus mengelurkan uang Rp 800 ribu. Lelaki yang juga perangkat desa di Kecamatan Kedungjajang ini jengkel dengan pungutan ini.
"Di Desa saya juga ada penarikan. Namun harganya maksimal hanya Rp 300 ribu. Di sini mahal," kesalnya.
Sementara itu, Matasid, Kades Babakan bersikukuh panarikan tarif tersebut sudah ada kesepakatan di awal. Awalnya Badan Permusyawaratan Desa (BPD) sempat meminta sampai Rp 4 juta. Tapi dia memutuskan maksimal hanya Rp 500 ribu. "Harganya variatif, ada yang Rp 360 ribu hingga Rp 500 ribu," kata dia.
Dia menilai penarikan biaya tersebut sudah menjadi hal biasa. Bahkan desa lain sudah menerapkannya. Bahkan menurut kesepakatan BPD, ada tingkatan sesuai luas tanah. Namun dirinya tidak memberlakukan usulan tersebut. Dia berdalih masih memakai hati nurani dalam menentukan kebijakan.
Simak berita selengkapnya ...