Mengapa Wadas Meledak Sekarang, antara Kekuatan Doa dan Uang

Mengapa Wadas Meledak Sekarang, antara Kekuatan Doa dan Uang Dahlan Iskan

SURABAYA, BANGSAONLINE.com Kasus Wadas menjadi perhatian nasional. Mengapa ini terjadi, dan bagaimana sebenarnya kasus ini terjadi?

Simak tulisan wartawan kondang, Dahlan Iskan, di HARIAN BANGSA dan BANGSAONLINE.com hari ini, 12 Februari 2022. Selamat membaca:

Baca Juga: Vinanda-Gus Qowim dapat Pesan Peningkatan Industri Pariwisata dari Jokowi

SAYA digugat. Lewat WA: "Disway saya tuntut harus memuat WA saya ini," katanyi.

Yang menggugat: Nicky, yang satu mobil bersama saya, istri, dan Kang Sahidin ke acara Imlek di Tuban dua hari lalu. Yang di Disway edisi kemarin ditulis positif Covid-19.

Ternyata Nicky sudah negatif Covid. Cepat sekali sembuh. Bahkan sebelum merasakan gejala apa pun. Artinya: relawan Vaksin Nusantara itu hanya satu hari berstatus positif.

Baca Juga: Warisan Buruk Jokowi Berpotensi Berlanjut, Greenpeace Lantang Ajak Masyarakat Awasi Prabowo-Gibran

Istri saya juga lega –meski telanjur PCR dan hasilnya negatif. Demikian juga Kang Sahidin. Saya tidak sempat PCR karena langsung menghadapi tekanan perjalanan. Termasuk ke istri almarhum Margiono untuk urusan keluarga yang ditinggalkan.

Ya sudah. Pokoknya aman –sementara ini.

Gugatan lain lebih menyulitkan saya: juga dari pembaca Disway. Isi gugatan: saya harus menulis heboh desa Wadas, di Purworejo itu.

Baca Juga: Di Banyuwangi, Khofifah Ucapkan Selamat untuk Prabowo dan Gibran

Ampuuuuun. Mengapa sih Wadas ini meledak sekarang? Kok tidak sabar menunggu berdirinya Disway Purworejo atau Disway Wonosobo? Agar saya bisa menugaskan mereka untuk melihat persoalan sebenarnya?

Begitu serius? Sampai Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) bikin pernyataan? Sampai salah seorang putri Gus Dur ikut serta?

Saya pun harus menghubungi banyak pihak. Agar informasinya lengkap. Juga berimbang. Tapi tetap saja tidak bisa selengkap kalau ke sana sendiri.

Baca Juga: Di Penghujung Jabatan Presiden Jokowi, Menteri ATR/BPN Gebuki Mafia Tanah

Saya memang beberapa kali ke pegunungan di Purworejo itu. Juga ke pegunungan di tetangganya: Wonosobo. Di kawasan itu banyak petani yang memelihara kambing etawa. Yang telinganya menjuntai indah sampai ke bawah: bisa lebih 30 cm. Peternak etawa bisa hidup dari susunya: bisa 3 liter sehari, asal makanannya tepat.

Tapi Desa Wadas ini masih lebih ke barat dari basis etawa itu. Masih ke atas lagi. Lebih ke gunung.

Itulah kawasan pegunungan Bukit Menoreh.

Baca Juga: Khofifah Kembali Dinobatkan sebagai 500 Muslim Berpengaruh Dunia 2025

Akan ada bendungan baru di situ: Bendungan Bener. Di ketinggian sekitar 500 meter dari permukaan laut. Kalau Anda naik mobil dari Kota Purworejo ke Wonosobo, posisi bendungan itu di sebelah kiri jalan. Kira-kira 4 Km masuk ke kiri dari jalan antar kota itu. Ada jalan kecil masuk ke arah selatan.

Bendungan itu sendiri mencakup beberapa desa di dua kabupaten: 2 desa Purworejo dan 3 desa di Wonosobo. Tanah untuk bendungan itu harus dibebaskan oleh negara: beres. Tuntas. Tidak ada masalah.

Penduduk yang terkena proyek juga sudah pindah ke desa-desa sekitar. Kebetulan tidak sampai 1000 KK.

Baca Juga: Menteri ATR/BPN Hadiri Upacara HUT ke-79 TNI

Ganti rugi terbanyak justru untuk pohon sengon. Kawasan itu penuh dengan sengon rakyat. Sengon telah menjadi investasi rakyat yang hasilnya melebihi tanam singkong atau jahe.

Pembangunan waduk pun sudah bisa dimulai. Harus diakui, pemerintahan Presiden sangat giat membangun waduk seperti ini. Besar dan kecil. Di mana-mana. Segiat membangun jalan tol.

Waduk Bener ini akan mengalirkan air ke arah selatan. Untuk menyuburkan pertanian di Purworejo Selatan: 15.000 hektare. Yang kalau musim kering sangat tandus. Masih ditambah persoalan yang lebih berat: air laut selatan mulai intrusi jauh ke utara di musim seperti itu. Air waduk nanti bisa mengatasi kekeringan itu. Sekaligus menahan intrusi air laut. Termasuk mengairi persawahan di kawasan Kulonprogo tidak jauh dari bandara baru Yogyakarta.

Baca Juga: Bansos Beras Diharapkan Lanjut, Presiden Jokowi Janji Akan Bisiki Prabowo

Sampai di sini baik-baik saja. Lancar.

Maka pekerjaan bendungan harus dimulai. Kontraktornya pun sudah ada. Yakni BUMN yang ahli di bidang tata air: PT Brantas Adipraya.

Tidak ada masalah.

Baca Juga: Bersama Presiden Jokowi, Menteri ATR/BPN Peroleh Brevet Kehormatan Hiu

Tapi untuk memulai, proyek ini memerlukan banyak batu. Bendungan itu sangat besar: panjangnya 543 meter: lebih setengah kilometer. Tinggi bendungan: 159 meter. Yang tertinggi di Indonesia. Bendungan Jatiluhur saja tingginya hanya 100 meter –tepatnya 96 meter.

Agar bendungan setinggi itu kuat menahan air, tebalnya harus cukup. Tebal bagian bawah bendungan itu sampai 290 meter.

Betapa banyak batu yang diperlukan.

Sebenarnya itu juga tidak ada masalah: banyak batu di situ. Proyek ini di lereng gunung batu.

Salah satu pusat batu yang dicadangkan adalah di desa yang letaknya di bawah sana. Di timur proyek. Itulah Desa Wadas.

Maka bukit batu di bagian atas desa Wadas itu tiba-tiba berubah menjadi bukit emas abu-abu. Daya pikatnya membuat mata hijau. Izin-izin galian tambang pun dikeluarkan: biasa, yang dapat izin adalah mereka yang mampu mencari izin. Tentu tidak ada orang di desa itu yang bisa mengurus izin. Bahkan mungkin mereka memang tidak mau: mereka sangat menghormati gunung batu itu. Mereka menjaganya. Mereka melindunginya.

Ada hutan kecil di atas bukit itu. Hutan itu mereka jaga dengan takzim. Mereka percaya: hutan itu, bukit batu itu, alam di situ, adalah sumber mata air desa. Mata air kehidupan.

Terjadilah konflik antara penduduk dan pemilik izin. Antara kekuatan doa dan kekuatan uang. Untuk berdoa pun lantas juga perlu uang.

Selebihnya: Anda sudah lebih tahu. (Dahlan Iskan)

Anda bisa menanggapi tulisan Dahlan Iskan dengan berkomentar http://disway.id/. Setiap hari Dahlan Iskan akan memilih langsung komentar terbaik untuk ditampilkan di Disway.

Komentar Pilihan Dahlan Iskan di Tulisan Berjudul Protes Omicron

KenAlog

Susahnya karena ternyata, kata ringan itu bisa diartikan banyak macam, yang malah membuat orang menganggap sepele. Orang jadinya anggap kalo kena Omicron, pasti ringan, pasti gak mati, apalagi udah booster. Itu keliru. 'Ringan'nya Omicron itu maksudnya: 1. Angka kematian lebih kecil dari Delta --> tapi tetap ada yg mati. 2. Angka masuk RSnya lebih kecil dari Delta --> tapi tetap ada yg harus masuk RS. 3. Proporsi antara Tanpa Gejala - Gejala Ringan - Gejala Sedang - Gejala Berat - Kritis (dari kiri ke kanan) itu lebih banyak ke kiri dibanding Delta --> tapi tetep ada yang bergejala sedang bahkan berat. Yang jadi masalah, angka penyebaran/penularan Omicron itu bisa 3x dibanding Delta. Itu artinya, PELUANG kita tertular juga lebih tinggi. Apalagi proporsi orang yang tidak menjaga Prokes juga makin banyak.

pasar kojo

Puji Tuhan, setelah kena Delta Januari terus suntik 3 kali, sampai saat ini masih belum merasakan gejala sakit lagi. Tips saya adalah rubah gaya hidup. 1. Tidur malam min 6 jam sehari (sbelum jam 22) 2. Minum Kopi sebelum jam 15.00 biar bisa jalankan poin 1 3. sepedaan muter kampung min 15 menit pagi dan sore 4. makan 1: jam 11, makan 2 : jam 15.00 makan 3: jam 19 malah kadang cukup dua kali makan-maklum penderita diabet 5. rutin menambah imun sama istri 5 /7 malah kadang kadang bisa 7/7 6. rajin bantu pekerjaan istri, korah-korah , nyuci baju, nyapu-nyapu pokoknya kalo di rumah diusahakan gerak terus. diam kalo lagii nonto Persebaya main. sudah berjalan 3 bulanan efeknya berat badan turun 5 kilo, tensi 130-an, lebih sehat lah. pokoknya optimis ketemu omikron. pasti menang!!(baca : tetap sehat) salam

Leong Putu

Kulihat kucing melompat tembok Temboknya roboh kucinngnya mati Sungguh kucing yang malang Bersyukur saya jauh dari tembok itu

Aryo Mbediun

Omicron dan pencalegan itu ternyata punya kesamaan. Sama2 tak bisa di logika. Hanya hati tenang yg bisa mengatasinya. Hati tenang itu sumbernya ingat Tuhan dan punya duit. Kalau pemerintah tenang, itu artinya masih ada anggaran. Wes ngunu wae. #salam waras

Eko Prasetyo

Assalamualaikum.. Semangat pagiii... Beberapa waktu lalu, tepatnya akhir tahun tanggal 30-31 Desember 2021, kebetulan saya di rumah sendirian. Istri dan anak-anak sedang liburan dikampung. Saya gak bisa cuti akhir tahun. Saya mengalami gejala mirip seperti yang dialami ibu Iif Turiah. Cairan ingus keluar dari hidung meluncur dengan bebas tanpa bisa dicegah. Seperti air mengalir. Bening. Badan agak meriang tapi tidak demam, kepala agak pening pengenya rebahan dan tenggorokan tidak sakit. Nafas normal, tidak sesak. Seperti flu tapi tidak terasa kena flu. Habis tisu satu pak. Pakai masker dengan dilapisi tisu. Kalau sudah basah, buang. Ganti tisu lagi. Begitu seterusnya. Obatnya, saya minum vitamin, antibiotik dan obat flu. Banyak minum air putih hangat. Alhamdulillah.. besoknya sudah tidak keluar ingus lagi. Mampet. Sempat terlintas pikiran apakah saya terkena omricon..? Tapi berusaha saya tepis pikiran itu. Selama gejala itu bisa aktifitas seperti biasa. Nafsu makan juga normal. Tapi tetep gak bisa makan dengan nyaman. Karena saya sedang sakit gigi plus sariawan. Lengkap sudah penderitaanku. Bener kata Meggy Z, "lebih baik sakit hati daripada sakit gigi".

Disway Reader

Saya relawan uji klinis Sinovac Juga uji klinis booster Saya ikut di klinik Unpad Dan tidak pernah terpapar Covid

Mbah Mars

Banyak gaya banyak biaya: Wajar Banyak gaya tidak punya biaya: ngutang. Biaya hidup ngepas Gaya hidup ngegas Modal cekak Gaya puncak

Johan

Pandemi Covid19 yang sudah berlangsung selama dua tahun, menghadirkan banyak kesulitan, banyak tekanan, terhadap saya pribadi, padahal saya merasa sudah tidak banyak gaya. Karena ada joke lama yang mengatakan : "Menurut Hukum Fisika, tekanan berbanding lurus dengan gaya, jadi jika hidupmu banyak tekanan, berarti kamu banyak gaya." Joke ini tidak salah, tapi hukum fisika nya perlu dilengkapi lagi. Ini pelajaran sekolah menengah. Dalam fisika rumus tekanan adalah : P = F/A Tekanan = Gaya/Area Rumus tersebut bisa dijelaskan begini : Besarnya Tekanan berbanding lurus dengan Gaya, tapi berbanding terbalik dengan Area. Jadi besarnya tekanan tidak hanya tergantung dari gaya, tapi area juga menentukan. Dengan besaran gaya yang sama atau konstan, besar tekanan lebih kecil di area lebih besar, tapi akan lebih besar di area yang lebih kecil. Jika di aplikasikan pada persoalan besarnya tekanan hidup seseorang, perlu diperhatikan "Area" dari seseorang tersebut. "Area" dalam hal ini bisa diartikan sebagai : Kekayaan, kekuasaan, popularitas, relasi, dan wawasan. Contohnya : - Pak DI berutang 10 Milyar. - Si Johan berutang 10 Milyar. Perhatikan kesamaannya, berutang 10 Milyar. Ada sebuah aksi atau "Gaya" yang mengakibatkan keduanya punya utang segitu. Tapi "Tekanan" yang dirasakan antara Pak DI dengan Si Johan jauh berbeda, disebabkan perbedaan "Area" yang jauh juga. - Kekayaan dan Relasi (Area) Pak DI = Besar. - Kekayaan dan Relasi (Area) Si Johan = Kecil. Jadi hasilnya : Ada dua orang berutang sepuluh milyar, Di saat yang sama tapi berbeda tempat. Pak DI masih bisa tersenyum baca komentar, Si Johan ke puncak Monas siap melompat. (Menyerupai Pantun, tapi bukan)

Kalila Kalista

Kesimpulannya : kena omicron gejala ringan = goblok , kena omicron gejala berat = pintar , kena omicron gejala sedang = pintar2 goblok

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Lihat juga video 'Presiden Jokowi Unboxing Sirkuit Mandalika, Ini Motor yang Dipakai':


Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO