Oleh: Dr. KH. A Musta'in Syafi'ie M.Ag*
77. Fainthalaqaa hattaa idzaa atayaa ahla qaryatin istath’amaa ahlahaa fa-abaw an yudhayyifuuhumaa fawajadaa fiihaa jidaaran yuriidu an yanqadhdha fa-aqaamahu qaala law syi/ta laittakhadzta ‘alayhi ajraan
BACA JUGA:
- Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Memetik Hikmah dari Kepemimpinan Nabi Daud dan Nabi Sulaiman
- Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Keputusan Bijak untuk Sengketa Peternak Kambing Vs Petani
- Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Dua Nabi, Bapak dan Anak
- Usia Nabi Nuh 1.000 Tahun, Tapi "Gagal" Dakwahi Umatnya, Ini Perbedaan-Persamaan dengan Nabi Luth
Maka keduanya berjalan; hingga ketika keduanya sampai kepada penduduk suatu negeri, mereka berdua meminta dijamu oleh penduduknya, tetapi mereka (penduduk negeri itu) tidak mau menjamu mereka, kemudian keduanya mendapatkan dinding rumah yang hampir roboh (di negeri itu), lalu dia menegakkannya. Dia (Musa) berkata, “Jika engkau mau, niscaya engkau dapat meminta imbalan untuk itu.”
78. Qaala haadzaa firaaqu baynii wabaynika sa-unabbi-uka bita/wiili maa lam tastathi’ ‘alayhi shabraan
Dia berkata, “Inilah perpisahan antara aku dengan engkau; aku akan memberikan penjelasan kepadamu atas perbuatan yang engkau tidak mampu sabar terhadapnya.
TAFSIR AKTUAL
Setelah dua kali mengikuti tes penerimaan dan tidak lulus, Musa hanya bisa diam dan menyadari kecerobohannya yang cepat menyoal hal-hal yang dilarang. Kali ini, Musa benar-benar mengerti pola ujian yang diberikan Khidir, yaitu kontroversi, menjengkelkan, dan terang-terangan melanggar kemanusiaan dan syariah.