Oleh: Dr. KH. A Musta'in Syafi'ie M.Ag*
79. Ammaa alssafiinatu fakaanat limasaakiina ya’maluuna fii albahri fa-aradtu an a’iibahaa wakaana waraa-ahum malikun ya/khudzu kulla safiinatin ghashbaan
BACA JUGA:
- Tafsir Al-Anbiya' 48-50: Abu Bakar R.A., Khalifah yang Rela Habiskan Hartanya untuk Sedekah
- Tafsir Al-Anbiya' 48-50: Momen Nabi Musa Berkata Lembut dan Keras kepada Fir'aun
- Tafsir Al-Anbiya 48-50: Fir'aun Ngaku Tuhan, Tapi Tak Mampu Melawan Ajalnya Sendiri
- Tafsir Al-Anbiya' 41-43: Arnoud Van Doorn, Petinggi Partai Anti-Islam yang Justru Mualaf
(Adapun perahu itu adalah milik orang miskin yang bekerja di laut; aku bermaksud merusaknya, karena di hadapan mereka ada seorang raja yang akan merampas setiap perahu.)
80. Wa-ammaa alghulaamu fakaana abawaahu mu/minayni fakhasyiinaa an yurhiqahumaa thughyaanan wakufraan
Dan adapun anak muda (kafir) itu, kedua orang tuanya mukmin, dan kami khawatir kalau dia akan memaksa kedua orang tuanya kepada kesesatan dan kekafiran.
81. Fa-aradnaa an yubdilahumaa rabbuhumaa khayran minhu zakaatan wa-aqraba ruhmaan
Kemudian kami menghendaki, sekiranya Tuhan mereka menggantinya dengan (seorang anak) lain yang lebih baik kesuciannya daripada (anak) itu dan lebih sayang (kepada ibu bapaknya).
TAFSIR AKTUAL
Pada akhir tafsir ayat ini, Al-Imam Al-Qurtuby mengemukakan riwayat saat perpisahan Musa dan gurunya, Khidir A.S. Setelah jawaban tiga materi uji dijelaskan sebagai tanda Musa tidak lulus, Khidir pamitan hendak meninggalkan Musa. Dengan legowo, Musa menerima. Tapi meminta wejangan lebih dahulu sebelum sang guru pergi, “Awshiny..”.
Khidir A.S. mewejang begini: "Menjadilah pribadi yang murah senyum, tapi bukan tertawa. Jangan marah. Jangan melakukan sesuatu yang tidak dibutuhkan. Jangan mencaci orang yang salah. Tangisilah dosamu, wahai putra Imran..".