Di depan 500 Aktivis MPJ, Kiai Asep Prihatin Media Pesantren Masih di Pinggiran

Di depan 500 Aktivis MPJ, Kiai Asep Prihatin Media Pesantren Masih di Pinggiran Prof Dr KH Asep Saifuddin Chalim, MA, saat memberikan sambutan pada MPJ Fest 2022 yang digelar Media Pondok Jawa Timur (MPJ) di Masjid Kampus Institut Pesantren KH Abdul Chalim (IKHAC), Pacet, Mojokerto, Jawa Timur, Sabtu (24/12/2022). Foto: mma

Menjawab pertanyaan peserta, Kiai Zawawi Imron juga menjelaskan tentang cara berpakaian seniman. Menurut dia, seniman - terutama santri - harus berpakaian sopan sebagai mana umumnya santri.

"Saya sejak dulu berpakaian seperti ini. Saya tak pernah pakai celana bolong-bolong," katanya.

Ia mengakui ada seniman yang mengenakan pakaian nyentrik dan tak lasim. Tapi, menurut Kiai Zawawi Imron, sebaiknya seniman santri mengenakan pakaian yang sopan seperti layaknya santri.

Sementara M Mas’ud Adnan membenarkan apa yang disampaikan . Menurut dia, media pesantren atau tradisi penulisan di pesantren sangat fatal karena mengalami kevakuman cukup lama. Padahal ulama-ulama kita seperti Al-Ghazali, As Syafii, Imam Nawawi, Hadratussyaikh KHM Hasyim Asy'ari dan ulama besar lainya punya tradisi menulis sangat kuat da produktif.

"Kita tak bisa membayangkan seandainya para ulama itu tak punya tradisi menulis. Kita tak akan punya literasi atau khasanah intelektual. Lalu apa yang akan dikaji oleh para kiaidan santri di pesantren. Apa bedanya dengan kelompok lain yang hanya mengkaji al Quran dan Hadits tanpa punya kekayaan intelektual," kata Mas'ud Adnan.

Mas'ud juga menggambarkan sejarah perkembangan intelektual NU. Ia mengutip pernyataan Indonesianis Benedict Anderson. "Anderson pernah menyatakan bahwa sampai tahun 1975 belum ada karya ilmiah tentang NU," kata Mas'ud Adnan. Sarjana Barat tak tertarik dengan NU karena dianggap terbelakang dan kolot.

Pada tahun 1953 Ketua PBNU KH A Wahid Hasyim, tutur Mas'ud Adnan,  juga pernah menyatakan bahwa mencari orang NU lulusan universitas sama dengan mencari penjual jam 1 malam.

"Karena saat itu kita tak punya penulis," kata Mas'ud Adnan. Saat itu yang dominan adalah tulisan Deliar Noer, politsi berhaluan Masyumi yang juga menjadi penulis. "Deliar Noer selalu menulis secara pejoratif tentang NU," katanya. NU digambarkan kolot, terbelakangan dan tak menarik.

Tapi pada tahun 1980-an muncul Gus Dur yang kemudian mengubah paradigma secara mendasar dan luas tentang pesantren dan kiai. "Saat itu Gus Dur banyak menulis tentang pesantren dan kiai yang digambarkan sangat arif," kata Mas'ud Adnan.

Gus Dur bahkan kemudian jadi ikon nasional karena kualitas pemikiran dan ketokohannya. Bahkan, kata Mas'ud, panggilan Gus menjadi populer berkat ketokohan  Gus Dur. "Sebelumnya jangankan panggilan Gus, jadi kader NU saja banyak yang tak mau, terutama saat Orde Baru," kata alumnus Tebuireng dan Pascasarjana Unair itu.

bangsaonline.com/images/uploads/berita/4541039462d5bc0e06ec4b04396b9556.jpg">

(M Mas'ud Adnan. Foto: MPJ)

Sejak era Gus Dur itulah banyak kader NU menjadi penulis, baik penulis buku maupun media massa, disamping booming intelektual NU. Banyak kader NU jadi doktor dan profesor. NU pun jadi perhatian internasional yang menarik minat untuk dikaji oleh para doktor dan profesor Barat.

Karena itu Mas'ud Adnan sangat mengapresiasi acara yang digelar oleh PMJ. 

"Ini sangat cerdas dan saya apresiasi. Ini menjadi obsesi saya sejak lama," katanya.

Mas'ud yang tampil bicara terakhir juga mengingatkan agar kita jangan sampai punya ketergantungan 100 persen kepada digital. “Digital itu adalah produk teknologi. Memang kita harus manfaatkan digital sebaik-baiknya sebagai instrumen. Tapi jangan sampai kita punya ketergantungan 100 persen,” kata Mas'ud Adnan.

Kenapa? “Sangat bahaya,” katanya. Ia mencontohkan Babe, perusahaan agregator dari China. Babe sempat populer di Indonesia karena bisa memperluas berita-berita dari media online di Indonesia. Tapi sejak 15 Oktober 2022 Babe pamit meninggalkan Indonesia.

Begitu juga Google dan Yahoo. Merurut dia, bisa saja suatu saat Google dan Yahoo bubar. “Padahal kita sudah terlanjur ada ketergantungan pada Google dan Yahoo karena dokumen dan arsip kita ada di Google dan Yahoo,” katanya.

Karena itu, tegas Mas’ud Adnan, kita harus punya media alternatif, termasuk media fisik seperti majalah, buku dan surat kabar yang terbit dengan kertas. Sehingga kita tak punya ketergantungan pada media digital yang dikendalikan dunia Barat dan China.

Mas'ud Adnan mengakhiri paparannya dengan mengutip pernyataan Sayid Qutub, Imam Syafii dan Al Ghazali. "Sayid Qutub menyatakan bahwa satu peluru hanya bisa menembus satu kepala. Tapi satu tulisan bisa menembus ribuan kepala bahkan jutaan kepala," katanya.

Imam Syafii juga menyatakan. "Tangan saya akan hancur di dalam tanah. Tapi tulisan saya akan abadi dalam kitab," tegasnya. 

Al Ghazali juga menyatakan. "Jika kalian bukan anak raja atau presiden. Jika kalian bukan anak ulama besar, maka jadilan penulis. Karena dengan menulis kamu akan punya pengaruh dan bermanfaat bagi manusia," katanya. (mma)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Lihat juga video 'Setahun Tak Ada Kabar, Korban Longsor di Desa Ngetos Nganjuk Tagih Janji Relokasi':


Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO