Rais Syuriah Sulteng, Dr KH Jamaluddin Maryajang: PBNU Jangan Main Kotor

Rais Syuriah Sulteng, Dr KH Jamaluddin Maryajang: PBNU Jangan Main Kotor Dr KH Jamaluddin Maryajang. Foto: bangsaonline.com

SURABAYA, BANGSAONLINE.com - Musyawarah Nasional (Munas) Alim Ulama yang digelar Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) di kantor PBNU pada Sabtu (14/6/2015) lalu benar-benar menuai badai.

Munas yang digelar secara tiba-tiba itu jadi bahan cercaan pengurus NU di berbagai daerah. Padahal dalam sejarah NU, Munas cenderung sakral, berwibawa dan bermartabat, karena melahirkan produk keagamaan dalam perspektif kebangsaan. Kini di bawah kepemimpinan PBNU hasil Muktamar NU ke-33 di Makassar, derajat dan wibawa Munas turun drastis dan bahkan kerdil karena dijadikan ajang kepentingan oleh elit PBNU untuk mempertahankan kekuasaan lewat AHWA.

Baca Juga: Mitos Khittah NU dan Logika Kekuasaan

Karena itu reaksi keras dari Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) di berbagai daerah bermunculan. Rais Syuriah PWNU Sulawesi Tengah (Sulteng) Dr KH Jamaluddin Maryajang menganggap elit PBNU telah bermain dengan cara kotor. Karena itu ia bertekad untuk melawan praktik curang itu dalam Muktamar NU ke-33 di alun-alun Jombang nanti.

”Ingat, peserta Muktamar (PWNU dan PCNU) memegang hak suara,” tegas Dr KH Jamaluddin Maryajang kepada BANGSAONLINE.com lewat SMS.

Kiai Jamaluddin kembali mengingatkan agar PBNU tak meremehkan PWNU dan PCNU. ”PBNU jangan terlalu menganggap rendah PWNU dan PCNU seolah tak punya kwalitas memilih calon yang layak untuk posisi Rais Am. Ini terlalu meremehkan,” katanya.

Baca Juga: Kembangkan Kewirausahaan di Lingkungan NU, Kementerian BUMN Teken MoU dengan PBNU

Secara tegas ia minta elit PBNU segera menghentikan rekayasanya. ”Semua rekayasa yang dimainkan oknum-oknum PBNU harus memperhatikan beberapa hal,” katanya.

Pertama, kata dia, landasan konstitusional penyelenggaraan Muktamar adalah AD/ART ketetapan Muktamar NU ke-32 tahun 2010 di Makassar. Kedua, institusi pengambilan keputusan tertinggi adalah Muktamar. Ketiga, Keputusan tertinggi ditentukan oleh hak suara peserta Muktamar oleh PWNU/PCNU sesuai mandat organisasi.

”Dalam menggunakan hak suara setiap utusan tidak lagi diminta membawa bantal stempel dan kop surat. Ingat, mandat organisasi menjadi bukti hukum yang sah dan mengikat atas nama organisasi yang masing-masing (PWNU/PCNU) 1 suara untuk setiap delegasi,” katanya.

Baca Juga: Konflik Baru Cak Imin, Istri Said Aqil Mundur dari PKB, Akibat Khianat saat Muktamar NU?

Dengan demikian, menurut dia, PBNU meski ditetapkan sebagai penyelenggara Muktamar tetapi tidak memiliki kekuasaan apapun untuk merekayasa keputusan sidang, termasuk spekulasi mengetuk palu sidang dengan menggunakan cara aklamasi.

”Bila pimpinan sidang menggunakan cara kotor ini maka sidang akan sulit dikendalikan,” katanya.

”Karena persidangan akan diambil alih oleh peserta mayoritas pemilik suara. Pemahaman tentang fakta hukum inilah yang membuat PWNU dan PCNU dapat menolak AHWA dan pertanggungjawaban PBNU,” tambahnya.

Baca Juga: Emil Dardak Dukung Muktamar NU ke-35 di Surabaya

Ia kembali mengingatkan PBNU bahwa mandat delegasi daerah sah sebagai dasar bertindak atas nama ornganisasi. Selain itu, peserta Muktamar yaitu PWNU dan PCNU memegang hak suara.

”Hak suara bersifat praktis normatif, keabsahannya bukan pada argumentasi, tetapi pada tindakan subyektif. Selain itu ketetapan Muktamar AD/ART NU 2010 khususnya pasal 41 tidak mengatur AHWA,” katanya.

Ia lagi-lagi mengingatkan agar PBNU jangan tanya kop surat dan bantal stempel di arena Muktamar. ”Utusan adalah fakta hukum yang sah dan mengikat untuk bertindak atas nama organisasi,” katanya.

Baca Juga: Satu Abad Nahdlatul Ulama, Eri Cahyadi Ingin Surabaya jadi Tuan Rumah Muktamar NU ke-35

Ia perlu mengingatkan PBNU soal stempel dan kop surat karena didasari peristiwa lucu sewaktu acara Pra Muktamar NU di Makassar. Saat itu 10 PWNU menolak AHWA. Mereka menolak tidak hanya lewat lisan tapi juga menyerahkan penolakan AHWA secara tertulis kepada Slamet Effendi Yusuf sebagai pimpinan sidang dalam acara Pra Muktamar yang membahas soal AHWA. Ternyata Slamet Effendi Yusuf yang mantan ketua umum GP Ansor dan pengurus Golkar selam 21 tahun itu mempersoalkan stempel dan kop surat. Padahal substansi surat itu adalah penolakan terhadap AHWA. (tim)

Baca juga: Rais Syuriah Sulteng, Dr KH Jamaluddin Maryajang: PBNU Jangan Main Kotor

Baca juga: Pimpinan Sidang Munas Alim Ulama Ngaku Kaget 27 PWNU Menolak AHWA

Baca Juga: Muktamar NU, Yahya Staquf, Birahi Politik, dan Sandal Tertukar

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Lihat juga video 'Mobil Dihadang Petugas, Caketum PBNU Kiai As'ad Ali dan Kiai Asep Jalan Kaki ke Pembukaan Muktamar':


Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO