Dewan Pers Minta Hindari Penyebutan Teroris untuk Palestina

Dewan Pers Minta Hindari Penyebutan Teroris untuk Palestina

SURABAYA, BANGSAONLINE.com - Serangan besar-besaran Hamas atas kolonisasi ke belakangan ini menarik perhatian insan pers untuk memberitakannya. Memanasnya situasi di wilayah pendudukan mengisi ruang-ruang pemberitaan media.

Televisi dan situs berita (siber), seolah saling berlomba menjadi yang terdepan dalam memberitakan konflik -. Alhasil, muncul beberapa keluhan yang mempersoalkan akurasi, dramatisasi, dan stigmatisasi atau pelabelan negatif terhadap kelompok tertentu.

Hal tersebut terjadi antara lain karena konten/berita yang diunggah atau disiarkan itu tercerabut dari konteks peristiwa, dan akar permasalahannya. Kondisi seperti ini terjadi lantaran pemberitaan di media pada umumnya bukan berasal dari hasil liputan langsung/lapangan.

Sehubungan dengan pemberitaan mengenai konflik wilayah pendudukan di , mengingatkan kepada para pemangku kepentingan pers, terutama wartawan, pengelola, dan pemilik media, bahwa:

1. Masalah di Timur Tengah, khususnya , memiliki sensitivitas dan mendapatkan perhatian luas dari pemerintah dan masyarakat Indonesia, baik karena latar belakang historis maupun sosio-psikologis. Karena itu, di tengah simpang siurnya informasi dan hoaks yang beredar di media jejaring sosial, pemberitaan di media massa sangat dibutuhkan untuk mengimbanginya. Untuk itu, pemberitaan media pers harus dapat menjadi rujukan bagi publik untuk menemukan kebenaran. Pers harus tetap berpegang teguh pada prinsip-prinsip jurnalisme dan Kode Etik Jurnalistik, termasuk kewajiban menguji informasi (verifikasi, konfirmasi, serta klarifikasi) dan mengedepankan kepentingan publik. Penggunaan sumber informasi dari media sosial dan media-media asing perlu ada verifikasi atau klarifikasi lebih lanjut.

2. Sikap dan langkah seperti itu juga diharapkan dapat menjadi bagian dari kontribusi pers Indonesia dalam menegakkan prinsip yang ditegaskan dalam pembukaan UUD 1945 “bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu adalah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.” Pers Indonesia sebagai bagian dari komponen bangsa juga punya kewajiban moral mengusung misi yang diamanahkan para pendiri bangsa ini agar “ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial,”

3. Pahami dan hormati suasana kebatinan masyarakat dan sikap resmi pemerintah Indonesia yang mendukung perjuangan bangsa untuk merdeka dan memiliki negara sendiri yang berdaulat. Tumbuhkan empati, bukan antipati yang berpotensi membelah masyarakat, bangsa, dan negara Republik Indonesia.

Hindari penyematan atribusi yang terkesan sebagai pelabelan negatif atau stigmatisasi terhadap kelompok tertentu, terutama di kalangan kelompok masyarakat . Misalnya label kelompok teroris, itu jelas tidak tepat. Dalam pemberitaan terkait aksi terorisme, telah mengeluarkan Peraturan Nomor 01/Peraturan-DP/IV/2015 tentang Pedoman Peliputan Terorisme. Pedoman tersebut merupakan hasil rumusan bersama organisasi-organisasi pers konstituen yang kemudian disahkan oleh Rapat Pleno sebagai Peraturan .

4. Perlu berhati-hati dan cermat dalam mengunggah atau menyiarkan berita yang bersumber dari media asing guna menghindari pencampuradukan fakta dan opini yang menghakimi sebagaimana amanat Kode Etik Jurnalistik pasal 3. Hindari sikap ketergesa-gesaan yang sekadar mengejar aspek kecepatan tetapi mengabaikan akurasi. Sikap ini sangat perlu diterapkan agar pers Indonesia tidak termakan propaganda dan media-media afiliasi/pendukungnya yang cenderung mencampuradukkan fakta dan opini, termasuk hoaks, yang menghakimi.

5. mengimbau penayangan berita mengenai lebih ditujukan untuk memenuhi fungsi pers sebagai pemberi informasi, edukasi, dan lembaga kontrol sosial ketimbang kepentingan bisnis dan menaikkan rating semata. (*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO