Dr. KH. Ahmad Musta'in Syafi'i
Rubrik Tafsir Al-Quran Aktual ini diasuh oleh pakar tafsir Dr KH A. Musta'in Syafi'i, Mudir Madrasatul Qur'an Pesantren Tebuireng Jombang Jawa Timur. Kiai Musta'in selain dikenal sebagai mufassir juga Ulama Hafidz (hafal al-Quran 30 juz). Tafsir ini ditulis secara khusus untuk pembaca HARIAN BANGSA, surat kabar yang berkantor pusat di Jl Cipta Menanggal I nomor 35 Surabaya. Tafsir ini terbit tiap hari, kecuali Ahad. Kali ini Kiai Musta’in menafsiri Surat Al-Abiya: 26-27. Selamat mengikuti.
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Teori Shalahiyah dan Ashlahiyah pada Putusan MK Terkait Batas Usia
MALAIKAT, ANAK PEREMPUAN TUHAN?
AL-ANBIYA’:26-27
TAFSIR
Baca Juga: Polemik Nasab Tak Penting dan Tak Ada Manfaatnya, Gus Fahmi: Pesantren Tebuireng Tak Terlibat
Pada ayat sebelumnya ditutur beberapa anggapan kaum kafir tentang Allah SWT. Ada yang meyakini bahwa Tuhan itu tidak hanya Allah SWT saja, lainnya juga ada. Peyakin begini ini namanya musyrik. Mengimani ada Dewa ini dan Dewa itu sebagai Tuhan dilarang dalam Islam.
Sama dengan mereka adalah kaum yang meyakini, bahwa Tuhan itu punya anak. Seperti kaum Yahudi yang meyakini nabi Uzair A.S. adalah anak laki-laki Tuhan, sementara orang Nasrani meyakini bahwa Nabi Isa ibn Maryam A.S. juga anak lelaki Tuhan.
Pada ayat kaji ini terdapat sabab nuzul terkait keyakinan suku Khuza’ah, sebuah suku di Arab Saudi yang tergolong ortodok dan suka mistis. Mereka menyembah malaikat, karena malaikat dianggap anak perempuan Tuhan. “.. al-ladzin hum ibad al-Rahman inatsa”.
Baca Juga: Profil HARIAN BANGSA, Koran Lokal Jawa Timur, Kiai Jadi Pelanggan Setia Sejak Terbit Perdana
Lengkaplah sudah, Tuhan punya tiga anak. Dua anak laki-laki, yaitu Uzair dan Isa dan satu anak perempuan, yaitu malaikat. Dari anggapan-anggapan ini tersisa pertanyaan : Tiga anak itu dari satu ibu atau dari ibu yang berbeda? Atau dengan kata lain, Tuhan itu beristri satu atau punya tiga istri?
Jawabannya pasti punya tiga istri berbeda dan mereka tidak hidup dalam satu zaman, selang ratusan tahun. Itu artinya, Tuhan menjadi duda tiga kali, yaitu saat ditinggal mati istri pertama, yaitu ibunya Nabi Uzair, ditinggal mati istri kedua, yaitu bunda Maryam, ibunya Nabi Isa dan ditinggal mati istri ketiga, ibunya malaikat.
Pembaca HARIAN BANGSA tidak usah bertanya: ”mertua Tuhan..?”. Yang jelas, mereka beruntung karena punya menantu Tuhan.
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Tentukan Hak Asuh, Nabi Sulaiman Hendak Potong Bayi Pakai Golok
Suku Khuza’ah menyembah malaikat itu dengan tujuan agar lebih punya akses pendekatan kepada Tuhan lewat anak perempuannya. Malaikat itu dijadikan perantara mereka mendapat pertolongan dari Tuhan. Setidaknya, agar Tuhan berbelas kasih kepada mereka karena menyayangi anak perempuannya. “Wa kanu ya’budunahum thama’a fi syafa’atihim lahum”. (al-Qurthubi:11/p.281).-
Anggapan mereka itu langsung dibantah oleh Tuhan Sendiri dengan turunya ayat kaji ini dengan tesis :” Subhanah..”. Sama sekali tidak benar, Tuhan Maha Suci dari anggapan keji itu. Lalu, Tuhan menjelaskan siapa sesungguhnya malaikat itu. Mereka adalah: ”Bal ibad mukramun. La yasbiqunah bi al-qaul wa hum bi’amrih ya’malun”. Malaikat itu hamba Tuhan yang mulia. Tidak pernah lancang dan selalu patuh.
Kepatuhan malaikat itu kepatuhan tingkat tertinggi, karena sengaja dicipta untuk patuh, lain tidak. Tidak pernah lancang dan tidak pernah ambil inisiatif duluan sebelum diinstruksi oleh Tuhan.
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Panduan dari Nabi Daud dan Nabi Sulaiman untuk Memutus Kasus Perdata
Kisah-kisah terkait dialog malaikat penanya manusia di alam kubur, yakni : Munkar dan Nakir dengan orang-orang shalih bisa jadi itu terjadi sungguhan. Hal itu karena malaikat ditugasi mendampingi manusia. Semisal yang terjadi pada sahabat mulia, Umar ibn al-Khattab RA. Dikisahkan, malaikat penanya itu datang tanpa salam terlebih dahulu dan langsung melaksanakan tugas. Mereka bertanya, :”Man Rabbuk..?” (Siapa Tuhan kamu?).
Umar ibn al-Khattab diam saja dan tidak sudi menjawab bahkan balik menegur: ”Apa begini sikap kamu terhadap setiap orang beriman di alam kubur. Kalian datang di tempat kami tanpa salam, sungguh kalian tidak sopan. Enyahlah kalian, pergi sana dan saya tidak sudi menjawab pertanyaan kalian..”.
Kisah itu adalah transkrip mimpi dari seorang sahabat yang dianugerahi Tuhan, diperlihatkan bagaimana keberanian dan ketangguhan keimanan seorang Umar ibn al-Khattab, meski sudah di alam kubur dan berhadapan dengan malaikat. Bisa jadi, hal demikian adalah refleksi dari sifat syaja’ah seorang Umar yang melekat dan tidak berubah hingga di alam sono.
Baca Juga: Terima Dubes Jepang untuk Indonesia, Pj Gubernur Jatim Bahas Pengembangan Kerja Sama
Terhadap sikap malaikat, tentu saja berubah sesuai kepribadian penghuni kubur. Semisal berhadapan dengan Utsman ibn Affan yang berkepribadian lembut, santun, ahli al-Qur’an. Bisa jadi si malaikat datang dengan santun dan penuh hormat. Tesis ini beralasan mengingat pengakuan Iblis sendiri saat berpapasan dengan Utsman ibn Affan di jalan menuju masjid al-Nabawy.
Kisahnya, Utsman ibn Affan hendak shalat berjamaah di al-masjid al-Nabawi dengan berjalan kaki. Di jalan ada Iblis berlari terburu-buru hendak menggoda nenek tua yang sama-sama hendak shalat berjamaah. Karena di depannya ada Utsman, maka Iblis itu menepi dan tidak berani lari mendahului, “haibah lah”, sungkan. Akibatnya, sasaran lepas dan nenek itu aman.
Dengan demikian, sesungguhnya dua malaikat, Munkar dan Nakir itu hanyalah sebutan, adalah refleksi dari amal perbuatan kita sendiri kala di dunia. Bila perbuatan seseorang terbilang buruk, maka malaikat yang hadir menanya berekspresi sebagai “Munkar dan Nakir”, mengerikan dan kasar. Sebaliknya, bila si mayyit berprilaku baik, maka yang datang berekspresi sebagai “Basyir dan Mubassir”, ramah dan menyenangkan.
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Cara Hakim Ambil Keputusan Bijak, Berkaca Saja pada Nabi Daud dan Sulaiman
Kok yang biasa disebut bernama Munkar dan Nakir..?. Ya, karena kebanyakan manusia itu beramal buruk, keburukannya lebih banyak ketimbang baiknya. Banyak yang durhaka dari pada yang shalih. Itu namanya penamaan model “taghlib”, pukul rata, berdasar yang terbanyak.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News