JOMBANG, BANGSAONLINE.com - Pengasuh Pondok Pesantren (Ponpes) Tebuireng, Jombang, Jawa Timur, KH Salahuddin Wahid mencium adanya intervensi partai politik di Muktamar ke-33 Nahdlatul Ulama (NU) yang digelar di Jombang, Jawa Timur.
Cucu pendiri NU Hadratussyaikh Hasyim Asy'ari yang akrab disapa Gus Solah ini mengatakan, indikasi itu terlihat dari adanya iming-iming untuk memuluskan sistem ahlul halli wal aqdi (AHWA) dalam proses pemilihan Rais Am.
Baca Juga: Mitos Khittah NU dan Logika Kekuasaan
"Saya mengimbau, stop pihak yang mengiming-imingi di pemilihan rais aam, karena itu akan menghancurkan NU. Banyak yang bertanya pada saya, Muktamar NU atau PKB, banyak yang tanya itu," tutur Gus Solah saat menggelar konferensi pers di Media Center Muktamar NU, Minggu (2/8). (Baca juga: muktamar-nu-apa-muktamar-pkb-pbnu-kenapa-diam" style="background-color: initial;">Gus Solah: Banyak Pertanyaan, ini Muktamar NU apa Muktamar PKB, PBNU Kenapa Diam?)
Beberapa Ketua Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) dan Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) mengungkapkan bahwa ada oknum parpol yang bergerilya ke tempat-tempat penginapan peserta menawarkan uang asal mau mendukung AHWA. ”Per suara akan diberi uang Rp 5 juta asal mendukung AHWA,” katanya. Padahal selama ini AHWA selalu digembor-gemborkan untuk mengikis riswah atau politik uang.
Banyak PCNU dan PWNU yang menyayangkan aksi oknum Parpol tersebut, sebab ia melakukan aksi suap dalam Muktamar NU yang diselenggarakan di wilayah Jombang, yang merupakan tempat kelahiran dan pesarean (makam) para pendiri NU. "Apa mereka tidak takut kuwalat dengan Mbah Hasyim," kata seorang ketua PCNU yang enggan disebut namanya.
Baca Juga: Kembangkan Kewirausahaan di Lingkungan NU, Kementerian BUMN Teken MoU dengan PBNU
Ia menghimbau kepada semua peserta Muktamar NU agar hati-hati dan jangan menerima suap karena sangat berbahaya, baik dari segi hukum maupun dari segi kultur NU.
Pendukung AHWA adalah mereka yang mendukung incumbent KHA Mustofa Bisri (Gus Mus) dan KH Said Aqil Siraj sebagai Rais Am Syuriah dan Ketua Umum PBNU. Sementara PCNU dan PWNU yang menolak AHWA mendukung KHA Hasyim Muzadi sebagai Rais Am Syuriah dan KH Ir Salahuddin Wahid (Gus Solah) sebagai Ketua Umum Tanfidziah PBNU.
Menurut Gus Solah, saat ini NU pelan-pelan kehilangan ruh jihadnya, justru yang muncul adalah semangat pragmatisme. "Kalau mau pragmatisme, ya jangan ke NU, ke partai saja. NU itu ormas, kemudian jadi partai, kembali lagi jadi ormas, lalu membuat partai. Sehingga banyak ke partai. Paradigma parpol harus dipisahkan dengan NU. Itu (paradigma parpol masuk NU) harus kita cegah," tegas Gus Solah. (Baca juga: "Muktamar Jombang, Muktamar Terburuk Sepanjang Sejarah")
Baca Juga: Konflik Baru Cak Imin, Istri Said Aqil Mundur dari PKB, Akibat Khianat saat Muktamar NU?
Terkait penggunaan sistem AHWA dalam pemilihan rais aam, Gus Solah mengatakan dirinya tidak sepakat. "Sebab, aturan dalam organisasi yang ditentukan oleh AD/ART tidak pernah ada kata AHWA," tutur dia.
Dia menjelaskan, dalam AD/ART yang ada hanya kata musyawarah mufakat. Anehnya, kata itu diartikan sebagai Ahlul halli wal aqdi (AHWA)?. "Ngerti organisasi apa enggak sih? Yang memutuskan itu muktamirin," jelas dia.
Menurut Gus Solah, dalam pleno yang memutuskan muktamirin. "Saya setuju AHWA, tapi setelah AD/ART diubah, tidak tahun ini. Tapi semuanya tetap diputuskan oleh muktamirin," tandas Gus Solah.
Baca Juga: Emil Dardak Dukung Muktamar NU ke-35 di Surabaya
Dalam jumpa pers itu, Gus Solah juga menegaskan dirinya tetap maju dalam muktamar NU ke-33 kali ini. "Itu hanya isu yang disebarkan sekelompok orang yang menginginkan saya tidak maju dalam pencalonan. Tapi kembali saya tegaskan: saya tetap maju," terang Gus Solah.
Penegasan Gus Solah ini menepis semua isu yang menyebut Gus Solah mundur sebelum ajang pemilihan. Pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng ini juga menyatakan jika situasi kisruh ini sengaja dibuat oleh kelompok-kelompok tertentu. (tim)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News