JOMBANG, BANGSAONLINE - Tangis Pejabat Sementara (PJs) Rais Am Syuriah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KHA Mustofa Bisri (Gus Mus) di depan ribuan peserta Muktamar NU ke-33 mendapat sorotan 27 Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU).
“Gus Mus tak berhak menangis. Yang berhak menangis kami PWNU dan PCNU karena didzalimi,” kata Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Banten KH Makmur Masyhar dalam konferensi pers mewakili 27 PWNU di media center Muktamar NU ke-33 di alun-alun Jombang Jawa Timur, Selasa (4/8/2015).
Baca Juga: Mitos Khittah NU dan Logika Kekuasaan
Ia kemudian merinci betapa dzalimnya perlakuan Panitia Muktamar NU ke-33 terhadap para kiai. ”Saya daftar pertama sebagai peserta. Saya dituding-tuding karena tanya kenapa peserta Muktamar dibedakan ID cardnya karena menolak AHWA (Ahlul Halli Wal Aqdi-red),” katanya.
Sebelumnya diberitakan, Gus Mus mengaku malu karena NU yang selama ini sering mengkritik praktik-praktik tak terpuji ternyata digambarkan di media massa begitu buruknya.
“Saya malu kepada Allah, malu pada KH Hasyim Asy’ari, KH Wahab Hasbullah, KH Bisri Syansuri dan para pendahulu kita,” kata Gus Mus di depan para muktamirin di alun-alun Jombang, Jawa Timur, Senin (2/8). (Baca juga: muktamar-nu-kecewakan-muktamirin" style="background-color: initial;">AHWA Dihapus, Gus Mus Akui Panitia Muktamar NU Kecewakan Muktamirin)
Baca Juga: Kembangkan Kewirausahaan di Lingkungan NU, Kementerian BUMN Teken MoU dengan PBNU
Gus Mus minta doa agar cukup sekian saja jadi Rais Am. “Saya pinjam telinga anda, doakan saya. Ini terakhir saya menjabat jabatan yang tidak pantas bagi saya,” kata Gus Mus. Bahkan menjelang akhir taushiahnya Gus Mus memberi penegasan lagi bahwa ini jabatan terakhir.
“Doakan mudah-mudahan saya hanya sekian saja untuk jadi Rais Am,” katanya lagi. Gus Mus terisak menangis. Saat Gus Mus menangis reaksi muktamirin beragam. Ada yang menangis karena haru tapi lebih banyak yang biasa-biasa karena dianggap akting. (Baca juga: KH Hasyim Muzadi Calon Tunggal Rais Am, Gus Mus Isyaratkan Mundur)
Meski demikian ketegangan akibat pro-kontra soal AHWA sempat mereda setelah Gus Mus menegaskan bahwa sistem pemilihan Rais Am sesuai AD/ART.
Baca Juga: Konflik Baru Cak Imin, Istri Said Aqil Mundur dari PKB, Akibat Khianat saat Muktamar NU?
“…. apabila ada pasal yang belum disepakati dalam muktamar tentang pemilihan Rais Am, tak bisa melalui musyawarah mufakat, maka akan dilakukan pemungutan suara oleh para Rois Syuriah.
Kalau nanti Anda-Anda tidak bisa disatukan lagi, maka saya dengan para kiai memberikan solusi, kalau bisa musyawarah kalau tak bisa pemungutan suara. Itu AD/ART kita. Karena ini urusan pemilihan Rais Am, maka kiai-kiai akan memilih pemimpin kiai,” kata Gus Mus.
Tapi ternyata petuah Gus Mus itu hanya retorika. Buktinya, sebagai PJs Rais Am ia tetap membiarkan AHWA dipaksakan. Karena itu banyak sekali kiai yang menganggap tangis Gus Mus itu hanya akting, sandiwara dan akal-akalan untuk mengelabuhi para muktamirin. “Jadi di belakang kepala mereka (Gus Mus cs) ada kepentingan. Mereka mau memanfaatkan para Rais Syuriah untuk kepentingan mereka,” kata Rais Syuriah PWNU Sulawesi Tengah (Sulteng) KH Dr Jamaluddin Mariajang. (Baca juga: Gus Solah: Muktamar di Jombang Memprihatinkan)
Ia mencontohkan saat Gus Mus memimpin pertemuan para kiai di Pendopo Kabupaten Jombang. ”Dia mau main ketok palu saja. Belum apa-apa AHWA sudah mau disetujui. Tapi saya tolak terus,” katanya sembari menegaskan bahwa umumnya kiai NU itu enggan bersitegang apalagi ribut. Mereka lebih suka diam, meski tak sesuai dengan hati dan pemikirannya. Kultur diam inilah yang dimanfaatkan oleh kiai-kiai pendukung AHWA. (Baca juga: "Muktamar Jombang, Muktamar Terburuk Sepanjang Sejarah") (tim)
Baca Juga: Emil Dardak Dukung Muktamar NU ke-35 di Surabaya
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News