MALANG, BANGSAONLINE.com - KH Hasyim Muzadi menyerukan kepada pengurus wilayah dan cabang untuk melakukan Muktamar ulang. Mantan Ketua Umum Nadhatul ini mengatakan jika hasil Muktamar Nahdlatul Ulama ke-33 di Jombang, ditolak oleh sebagian pengurus wilayah dan cabang. (Baca juga: Peserta Muktamar Gugat PBNU Demisioner Gelar Muktamar Ulang)
"Dengan demikian, maka perlu wilayah-wilayah untuk mengambil inisiatif melakukan langkah-langkah muktamar ulang. Karena seperti saya tidak punya hak. Dan saya kan salah satu Rais PBNU yang sudah di demisioner," ujar Hasyim Muzadi di Pondok Al-Hikam, Kota Malang, Kamis (6/8) malam.
Baca Juga: Mitos Khittah NU dan Logika Kekuasaan
Ia juga beranggapan jika keinginan para muktamirin tidak banyak yang diakomodir oleh panitia. "Muktamirin diperlakukan secara kasar di dalam proses Muktamar," imbuhnya.
Selain itu, dengan banyaknya penolakan terhadap hasil Muktamar NU ke 33 di Jombang, membuat PBNU vakum di mata KH. Hasyim Muzadi. "Karena baik Rais Aam maupun Ketua Umum terpilih tidak sebagaimana mestinya, sehingga kepengurusan saat ini cacat hukum," katanya. (Baca juga: Rais Am dan Ketua Umum NU Produk AHWA Cacat Hukum)
Menanggapi seruan tersebut, Anggota DPR RI yang juga mantan Bupati Probolinggo dua periode Hasan Aminuddin mengaku Kabupaten Probolinggo siap menjadi tuan rumah, jika Muktamar NU akan diulang. "Kami siap memfasilitasi sebagai tuan rumah," tutur Hasan yang mengaku santri cinta Gus Dur ini.
Baca Juga: Kembangkan Kewirausahaan di Lingkungan NU, Kementerian BUMN Teken MoU dengan PBNU
Sementara KH Salahudin Wahid (Gus Solah) mengatakan akan mendukung pengurus wilayah dan pengurus cabang yang ingin menggugat hasil Muktamar ke pengadilan. Menurutnya, proses Muktamar NU ke-33 di Jombang, Jawa Timur memang penuh kejanggalan. (Bca juga: Gus Solah: Muktamar di Jombang Memprihatinkan)
Gus Solah mengatakan dirinya baru akan bertemu dengan para pengurus wilayah dan cabang NU yang menolak hasil Muktamar pada pekan depan di Jakarta. "Saya hanya membantu misalnya menyediakan tempat jika diperlukan," kata Gus Solah, Jumat (7/8).
Detail keinginan pengurus cabang dan wilayah itu belum diketahui olehnya. Namun dia mengaku ada keinginan yang paling ekstrim dari mereka yakni menggelar muktamar tandingan. "Menurut mereka, Muktamar yang lalu cacat hukum," katanya.
Baca Juga: Konflik Baru Cak Imin, Istri Said Aqil Mundur dari PKB, Akibat Khianat saat Muktamar NU?
Penyebabnya adalah keberadaan ahlul halli wal aqdi (AHWA), semacam tim formatur yang punya kewenangan penuh memilih Rais Am sebagai pimpinan tertinggi NU.
AHWA menurut Gus Solah, semestinya mengakomodir nama-nama kiai sepuh yang diajukan seluruh pengurus cabang dan wilayah sebagai pemegang suara Muktamar.
Namun yang terjadi, panitia menurutnya hanya menggunakan calon AHWA yang sebagian pemilik suara yang mengajukan calon saat pendaftaran.
Baca Juga: Emil Dardak Dukung Muktamar NU ke-35 di Surabaya
Tanpa diketahui prosesnya, tiba-tiba sudah ditentukan sembilan kiai senior yang dinilai pantas jadi tim formatur.
"Dari mana sembilan nama itu?" kata Gus Solah.
Pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng ini melanjutkan, karena proses pemilihan AHWA ini cacat hukum sehingga produk yang dihasilkannya tidak sah. Rais Am yang dipilih oleh AHWA ini menurut Gus Solah berwenang merestui calon Ketua Umum PBNU. Karena sejak proses pemilihan AHWA ini tidak sah, maka Ketua Umum PBNU yang terpilih juga dinilai tidak sah. (Baca juga:PBNU Vakum, Tanpa Pemimpin, Ketua PWNU Jateng: Kami Lakukan Gugatan Hukum)
Baca Juga: Satu Abad Nahdlatul Ulama, Eri Cahyadi Ingin Surabaya jadi Tuan Rumah Muktamar NU ke-35
Selain itu, Gus Solah juga mempermasalahkan tak adanya agenda pandangan umum pada laporan pertanggung jawaban Ketua Umum PBNU. Setelah laporan dibacakan LPJ diminta untuk disetujui peserta Muktamar. (Baca juga: 27 PWNU Tolak LPj, Anggap Sidang Pleno Direkayasa)
Dua hal itu yang melatarbelakangi sebagian pengurus cabang dan wilayah menolak hasil Muktamar. Sebagai langkah awal sebagian pengurus cabang dan wilayah itu ingin ada Muktamar ulang.(jat/mer/sta/lan)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News