BANGKALAN, BANGSAONLINE.com - Ketersediaan kapas menjadi kendala rencana pendirian pabrik tekstil di Bangkalan sebagai upaya pemenuhan kebutuhan kain batik Madura.
Kepala Bidang Produksi Padi dan Holtikultura Dinas Pertanian dan Peternakan Bangkalan, Heri Geger Susanto mengatakan, Struktur lahan pertanian seluas sekitar 29 ribu hektare yang terhampar di 18 kecamatan belum diketahui apakah cocok untuk ditanami kapas, begitu juga para petani karena belum dibekali cara bertani kapas.
Baca Juga: Pesan Pj Gubernur Jatim saat Terima Yankes Bergerak di Grahadi
"Selama ini belum pernah mencoba karena tidak ada anggaran yang berbunyi perluasan lahan untuk pengembangan kapas," katanya dikutip dari tribunnews, Minggu (3/1).
Dia menjelaskan butuh mengajarkan para petani bertani kapas sementara mereka selama ini terbiasa menanam padi, jagung, dan kedelai. Bahkan pihaknya saat ini membutuhkan lahan demplot untuk percobaan penanaman pohon kapuk.
"Saya pikir kami belum berani jika di sini ada pabrik tekstil. Butuh pengkajian apakah bertani kapas membutuhkan lahan berpasir atau lempung. Para petani juga masih buta soal kapas," kata dia.
Baca Juga: Pj Bupati Bangkalan Serahkan Bantuan Modal Usaha untuk IKM dari DBHCHT 2024
Bertani kapas sebagai pendukung prospek pendirian pabrik tekstil dinilai Heri merupakan langkah spekulatif di tengah gencarnya upaya pencapaian swasembada pangan nasional.
"Jika dipaksakan tidak bagus. Di satu sisi kebutuhan pangan masih besar. Ketergantungan kepada nasi sangat tinggi. Padi masih menjadi prioritas, kedua jagung dan kedelai," ujar dia.
Namun, sambung Heri, peluang untuk menanam kapas masih terbuka kendati dalam skala kecil. Selain pembekalan menanam, petani harus mengetahui dampak penanaman kapas, prospek, dan cara memasarkan kapas.
Baca Juga: Billboard Paslon Moh Baqir-Taufadi Bertebaran Jelang Pilkada Pamekasan 2024
"Saya kira para petani tidak mau ruwet karena menanam padi dan jagunng hasilnya sudah cukup bagi mereka. Terpenting, bagaimana merubah mind set bertani padi ke kapas. Itu yang diperlukan," tegas dia.
Bangkalan sebagai kabupaten penghasil batik harus memenuhi kebutuhan kain dari Pekalongan karena di Bangkalan belum memiliki pabrik tekstil.
Catatan dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Bangkalan menyebutkan, total perajin batik yang tersebar di Kecamatan Tanjung Bumi, Kota, Kokop, Modung, dan Burneh berjumlah 1.500 orang.
Baca Juga: Deklarasikan Dukungan, Santri dan Kiai ‘Aspek’ Madura Pastikan Khofifah-Emil Tak Tertandingi
Rata-rata harga per lembar kain batik sebesar Rp 20 ribu, para perajin membelanjakan uangnya sebesar Rp 9,6 miliar per tahun.
Pendirian pabrik tekstil diyakini Disperindag Bangkalan akan mampu memangkas ongkos belanja kain batik dari Pekalongan, dan berpotensi membuka lapangan pekerjaan baru dan mendongkrak Pendapatan Asli Daerah.
Apalagi, produksi batik di Bangkalan mampu mencapai 40 ribu lembar per bulan dengan perputaran uang mencapai Rp 8 miliar per bulan atau Rp 96 miliar per tahun. (trb/lan)
Baca Juga: Wakil Rektor III Surokim Memotivasi Maba UTM agar Miliki Resiliansi yang Tinggi demi Kesuksesan
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News