JAKARTA, BANGSAONLINE.com - Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas) Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang berlangsung 5–6 Februari 2015 baru saja berakhir. Mukernas yang dihadiri Presiden Joko Widodo dan Wapres Jusuf Kalla itu menghasilkan tujuh rekomendasi yang kontroversial. Satu di antaranya rekomendasi pemilihan gubernur secara tidak langsung atau melalui DPRD provinsi setempat.
Said Salahudin, pengamat politik dari Universitas Indonesia (UI) langsung merespon. Ia menilai rekomendasi PKB itu menunjukkan partai pimpinan Muhaimin Iskandar itu tidak konsisten. Sebab, saat voting pengesahan RUU Pilkada yang mengusulkan sistem pemilihan kepala daerah dari langsung menjadi tidak langsung, PKB berada dalam barisan partai politik yang menolak RUU Pilkada tersebut. Bahkan PKB ngotot agar RUU Pilkada itu ditolak sehingga pemilihan kepala daerah tetap digelar secara langsung.
Baca Juga: Dukungan Para Pekerja MPS Brondong Lamongan untuk Menangkan Khofifah di Pilgub Jatim 2024
“Rekomendasi PKB itu menunjukkan ketidak-konsistenan mereka dalam berpolitik. Saya melihat semangatnya lebih mengarah kepada memperjuangkan kepentingan kelompok ketimbang meningkatkan kualitas demokrasi,” beber Said kepada Didi, wartawan bangsaonline.com, Sabtu (6/2).
Direktur Eksekutif Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi Indonesia (SIGMA) ini juga menyindir rekomendasi PKB agar pemilihan gubernur dilakukan oleh DPRD adalah untuk memuluskan kakaknya, Abdul Halim Iskandar (Pak Halim) yang akan maju sebagai Calon Gubernur pada Pilgub 2018.
Menurut Said, kalau sampai usulan pemilihan gubernur kembali melalui DPRD provinsi seperti di masa lalu, jelas PKB sangat diuntungkan. Sebab, kader yang diusung adalah Ketua DPRD provinsi Jawa Timur yang notabene adalah orang nomor satu di parlemen. Sebagai pimpinan, kata Said, jelas punya pengaruh dan otoritas yang besar untuk bisa mempengaruhi anggota dewan di luar Fraksi PKB. Ditopang 20 kursi yang dimiliki Fraksi PKB, langkah PKB untuk memenangi pilgub akan lebih mudah.
Baca Juga: Blusukan di Pasar Sidoharjo Lamongan, Khofifah akan Tutup Kampanye di Jatim Expo
“Kalau calon gubernurnya Ketua DPRD maka jalan menuju kursi gubernur semakin mudah. Dia tinggal menggandeng partai lain sebagai cawagub, maka suara yang diperoleh sangat signifikan. Apalagi kalau calonnya lebih dari dua pasang. Terlebih posisi sebagai Ketua DPRD juga akan mempermudah dalam melakukan lobi untuk menggalang suara,” urai eksponen aktivis gerakan mahasiswa ’98 ini.
Peneliti pemilu ini berpendapat, saat ini yang terpenting adalah menguatkan sistem yang ada. Hal itu penting agar bangsa ini punya sistem yang ajeg, bukan sistem tambal sulam yang bisa diubah kapan saja sesuai selera dan kepentingan parpol maupun elit parpol. Ia heran, kalau PKB beralasan cost politik yang dikeluarkan dalam pilkada langsung sangat tinggi. Harusnya, hal itu sudah bisa diprediksi ketika mereka menolak pemilihan tak langsung di paripurna DPR RI periode 2009-2014.
Said juga menyentil hasil yang didapat PKB dalam pilkada serentak tahun lalu juga tak terlalu menggembirakan. Terbukti kepala daerah yang berasal dari kader internal partai tersebut tak banyak. Kebanyakan kemenangan PKB lebih banyak dengan status mereka sebagai pendukung, bukan pengusung. Dirinya mengakui saat ini PKB kaya dengan kader muda yang militan tapi mereka miskin kader populer. Padahal salah satu variable yang menetukan kemenangan pilkada adalah kepopuleran calon.
Baca Juga: Ikhtiar Ketuk Pintu Langit, Khofifah Hadiri Shalawat Akbar Bersama Ribuan Masyarakat Gresik
“Kalau sekarang PKB menawarkan pemilihan gubernur lewat DPRD, itu menandakan penolakan mereka dulu pragmatis. Hanya untuk menunjukkan komitmen mereka sebagai bagian dari Koalisi Indonesia Hebat (KIH) yang out put-nya kursi di kabinet,” pungkas Said Salahudin. (mdr)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News