JOMBANG, BANGSAONLINE.com - Dugaan gratifikasi pengadaan LKS di lingkup Dinas Pendidikan (Diknas) Jombang disoroti serius oleh kalangan aktivis di Jombang. Setelah sebelumnya Direktur LInK (Lingkar Indonesia untuk Keadilan), Aan Anshori mendesak penegak hukum melakukan penyelidikan, kini giliran aktivis yang tergabung dalam Kopyah Nusantara yang mengancam akan melaporkan Disdik Jombang kepada kepolisian atas dugaan gratifikasi pengadaan buku LKS.
Pernyataan tersebut disampaikan Mahmudi, Ketua Kopyah Nusantara kepada Bangsaonline.com, Rabu (3/8). Lembaga yang konsen dalam kajian dan riset itu menilai, dugaan gratifikasi seharusnya sudah menjadi pintu masuk penegak hukum melakukan penyelidikan. Hal itu dikarenakan sudah ada petunjuk awal dari pernyataan guru yang menyusun LKS maupun pengakuan Diknas Jombang kepada media.
Baca Juga: Terlibat Skandal Video Mesum, Dua Pejabat Disdikbud Jombang Diberhentikan
"Ini kan potret yang tidak baik dalam dugaan kongkalikong hingga gratifikasi di lingkungan Diknas. Kami tidak ingin institusi pendidikan ini menganggap tindakan melawan hukum sah dilakukan. Makanya, harus ada proses penyelidikan oleh penegak hukum," katanya.
Mahmudi yang juga anggota Lembaga Advokasi Hukum dan HAM GP Ansor Jombang itu mengancam akan melaporkan secara tertulis dugaan gratifikasi tersebut. "Kita akan membuat laporan polisi saja supaya bisa segera dilakukan penyelidikan," tegasnya.
Ia juga menyayangkan peredaran LKS yang sudah terjadi bertahun-tahun di kota santri. Padahal hal itu melanggar Permendikbud Nomor 2 Tahun 2008 tentang pengadaan buku. "Faktanya jelas, buku LKS itu sudah beredar di sekolah. Tidak mungkin pihak sekolah tidak terlibat dalam penjualan buku LKS itu," tukasnya.
Baca Juga: Cegah Aksi Bullying pada Pelajar, Polsek Mojoagung Gelar Sosialisasi di Sekolah
(BACA: Bupati Jombang ‘Dibohongi’ Diknas Terkait Bisnis Pengadaan Buku LKS)
Seperti diberitakan sebelumnya, kasus pengadaan Buku dan LKS pada siswa SD Negeri di Jombang terus menggelinding. Jaringan mafia buku itu diduga melibatkan penerbit, pejabat dinas pendidikan setempat, forum Kepala Sekolah hingga guru.
Hal ini diakui salah satu guru SD yang enggan namanya disebut. Menurut sumber bangsaonline.com ini, mata rantai terbentuknya jaringan mafia buku bersumber dari Dinas Pendidikan setempat. Sebab, penerbit tidak akan bisa masuk ke sekolah-sekolah tanpa izin dari dinas pendidikan (Disdik).
Baca Juga: Hari Ibu, Ratusan Murid PAUD di Jombang Basuh Kaki Ibunda
(BACA: Disdik Jombang Akui Pengadaan LKS Senilai Rp 9 M Tanpa Lelang, Diajukan ke Dewan tapi Ditolak)
Padahal pihak Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) sudah menyampaikan larangan jual beli LKS sejak tahun 2008. Seperti yang tertuang dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 2 tahun 2008 tentang larangan tenaga pendidik, baik guru, disdik, pemda secara langsung maupun tidak langsung menjual atau menjadi distributor buku sekolah baik buku paket maupun LKS.
Aturan tersebut tidak digubris. Pihak sekolah diduga bekerjasama berbagi fee (keuntungan) dengan penerbit. Sehingga, mereka dengan leluasa membagikan buku-buku LKS kepada seluruh siswa. Meski secara formal memberikan surat penawaran, namun siswa tetap diminta membayar uang buku yang sudah diberikan pihak sekolah tersebut.
Baca Juga: Peringati Bulan Bahasa dan Panen Raya, SMPN 3 Peterongan Gelar Felis Setelah Vakum Dua Tahun
(BACA: Mahasiswa Geruduk Polres Jombang, Tuntut Proses Hukum Dugaan Gratifikasi Pengadaan LKS)
Pengakuan seorang guru, sekitar bulan Januari - Februari, sejumlah Guru SD se Jombang dikumpulkan di aula Diknas. Mereka diundang dalam forum Kelompok Kerja Guru (KKG). Dalam agendanya, hanya tertulis pembekalan guru pemandu.
Ternyata, para guru diminta untuk menyusun LKS. Sejak pertemuan pertama ini, seluruh guru yang direkrut secara paksa tersebut menjadi tim penyusun LKS dan menggelar beberapa kali pertemuan.
Baca Juga: Belasan Tahun, SD Negeri di Jombang Kekurangan Siswa, Kelas, dan Guru
(BACA: Disdik Jombang Akui Pengadaan LKS Senilai Rp 9 M Tanpa Lelang, Diajukan ke Dewan tapi Ditolak)
Setelah LKS tersusun, pihak diknas mulai menjalankan aksinya dengan menunjuk lima perusahaan (CV) penerbit untuk mencetak LKS buatan mereka. Tidak hanya itu, melalui UPT (unit pelaksana teknis) Dinas Pendidikan, seluruh sekolah diwajibkan membeli LKS buatan para guru tersebut.
(BACA: Tidak Beli LKS, Siswa SD di Jombang Disisihkan)
Baca Juga: Dua Siswa Positif Covid-19, MAN 1 Jombang Lockdown Sepekan
Sekedar diketahui, berdasarkan Pasal 11 Permendikbud Nomor 8 Tahun 2016 dinyatakan bahwa Kementerian dapat memberikan sanksi kepada Satuan Pendidikan (Sekolah) yang melakukan pelanggaran terkait pengadaan buku pelajaran. Di antara sanksi tersebut berupa, rekomendasi penurunan peringkat akreditasi, penangguhan bantuan pendidikan, pemberhentian bantuan pendidikan, dan atau rekomendasi atau pencabutan izin operasional Satuan Pendidikan sesuai dengan kewenangan. (rom/rev)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News