JOMBANG, BANGSAONLINE.com - Anggota DPRD Jombang akhirnya mengakui ada permintaan agar Dana Aspirasi Masyarakat yang sebelumnya dikenal Jasmas (Jaring Aspirasi Masyarakat) dinaikkan dalam pengajuan P-APBD 2016.
Permintaan kenaikan dana aspirasi ini sebelumnya telah menjadi sorotan. Bahkan Ketua DPRD Jombang, Joko Triono (JT) sempat membantah bahwa para anggota dewan mengajukan kenaikan dana aspirasi.
Baca Juga: Perdalam Raperda RIPK Bapemperda, DPRD Jombang Gelar Rapat
(BACA: Pengajuan Pengadaan Mobil Operasional Gagal, DPRD Jombang sekarang Minta Dana Aspirasi Dinaikkan)
Namun Wakil Ketua DPRD Jombang, Subaidi Mukhtar justru berkata sebaliknya. Subaidi yang juga ketua DPC PKB Jombang itu membenarkan bahwa kenaikan Rp 200 juta dana aspirasi masyarakat untuk masing-masing anggota dewan sudah masuk dalam usulan P-APBD 2016.
"Iya, Rp 200 juta itu maksimal. Jika tidak sampai sebanyak itu, juga tidak apa-apa," katanya ditemui usai memimpin rapat paripurna nota penjelasan bupati tentang P-APBD 2016 di gedung DPRD Jombang, Jumat (26/8).
Baca Juga: Rapat Paripurna, DPRD Jombang Sahkan Empat Raperda Jadi Perda
Semula, untuk setiap anggota DPRD awalnya mendapat jatah dana aspirasi masyarakat Rp 500 juta, sekarang menjadi Rp 700 juta, Ketua Komisi dari Rp 600 juta menjadi Rp 800 juta. Jatah Ketua Fraksi sendiri pun demikian. Dari Rp 750 juta kini mengalami kenaikan menjadi Rp 950 juta. Sedangkan untuk Wakil Ketua DPRD, dari Rp 1 miliar bertambah menjadi Rp 1,2 miliar. Untuk porsi Ketua Dewan yang semula Rp 1,1 miliar kini bertambah menjadi Rp 1,3 miliar.
Menurut Subaidi, secara normatif DPRD memiliki hak penganggaran. Termasuk dalam proses dana aspirasi tersebut. "Kalau itu (dana aspirasi, red) masih masuk usulan di P-APBD, belum disetujui. Kita lihat saja nanti dalam paripurna selanjutnya," tukasnya.
(BACA: Bupati Jombang Diminta Objektif Soal Kenaikan Dana Aspirasi DPRD)
Baca Juga: 4 Komisi di DPRD Jombang Kunker ke Jawa Tengah
Sementara itu, wakil bupati (Wabup) Jombang, Mundjidah Wahab, membantah adanya kenaikan dana aspirasi itu. Pihaknya dengan tegas mengatakan jika tidak ada tambahan dana aspirasi. "Tidak ada tambahan, anggaran dari mana? Anggaran kita berkurang gini kok. Tidak ada tambahan yang pasti," katanya saat ditemui awak media usai rapat paripurna di DPRD Jombang.
Seperti diberitakan sebelumnya, Direktur Kopiah Nusantara, Mahmudi Faton. Lembaga yang aktif dalam kajian dan riset kebijakan publik tersebut menilai, carut marutnya sejumlah pelayanan publik di Kota santri, disinyalir karena buruknya sistem pemerintahan. Banyak kebijakan yang ditemukan tidak berpihak kepada masyarakat. Namun justru cenderung untuk mengeruk keuntungan pribadi.
Menurut Mahmudi, sorotan miring publik terhadap kinerja Pemerintah Kabupaten (Pemkab) serta DPRD Jombang menjadi salah satu barometer. Semisal bentuk progam pemberdayaan yang didanai DD dan APBD dimanfaatkan ratusan ibu-ibu PKK plesir ke Jakarta. Juga, pengondisian LKS yang memaksa Kopiah Nusantara turun tangan namun hingga kini belum ada kejelasan sikap dari pemerintah setempat.
Baca Juga: Ketua DPRD Jombang: SK Bupati Habis, Pj Masih Belum Jelas
(BACA: Pengondisian Tender Pengadaan LKS Dibongkar, Guru SD Ungkap Bobroknya Sistem di Disdik Jombang)
Tak hanya itu, proses pengurusan e-KTP yang amburadul juga semakin menguatkan indikasi kebobrokan kinerja dan kebijakan Pemkab Jombang.
(BACA: Bikin e-KTP, Warga Jombang Sampai Harus Menginap di Teras Kantor Kecamatan)
Baca Juga: Bacaleg DPR-RI Fraksi PKS Meitri Citra Wardani Gelar Konsolidasi Kemenangan di Jombang
Adapun kebobrokan kinerja DPRD Jombang bisa dilihat dari perubahan fungsi kontrol legislatif yang lemah terhadap eksekutif. Semisal permintaan untuk menambah mobil dinas untuk para wakil rakyat. Termasuk permintaan kenaikan dana aspirasi juga bukan kinerja yang berpihak pada kebutuhan rakyat. (rom/ony/rev)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News