Jokowi Kumpulkan Tokoh Agama: Ditanya Soal Kasus Ahok, Jawabannya Tak Jelas

Jokowi Kumpulkan Tokoh Agama: Ditanya Soal Kasus Ahok, Jawabannya Tak Jelas Presiden Joko Widodo menggelar pertemuan dengan MUI, PBNU dan PP Muhammadiyah di Istana Merdeka, Jakarta, kemarin (1/11).

JAKARTA, BANGSAONLINE.com - Menjelang demo besar Front Pembela Islam di depan Istana Kepresidenan pada Jumat, 4 November 2016, Presiden Joko Widodo mengumpulkan para pemuka agama dari Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama, dan Majelis Ulama Indonesia. Presiden Joko Widodo mengaku mencari nasihat dari pertemuan ini.

"Nasihat yang penuh kesejukan sedang dinanti-nanti saat ini," ucap Presiden saat membuka pertemuan yang digelar di Istana Kepresidenan tersebut, Selasa (1/11).

Baca Juga: Jokowi Resmikan Smelter Grade Alumina, Erick Thohir Paparkan Dampak soal Impor Alumnium

Presiden berujar, ia tak hanya meminta nasihat yang sejuk, tapi juga mampu menjaga kerukunan umat beragama di Indonesia. Apalagi Organisasi Kerja Sama (Negara) Islam sudah menganggap Indonesia sebagai negara yang berhasil menjaga kerukunan antarumat beragama atau antar-pemuka agama.

"Berani mengambil sikap. Nilai-nilai Islam dan keindonesiaan bukan untuk dipertentangkan," ujar .

Dalam pertemuan tersebut, juga menegaskan dirinya tidak melindungi Gubernur DKI jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok terkait kasus penistaan agama yang dituduhkan kepada Ahok. Presiden bahkan menegaskan, siap turun jika kasus itu tak tuntas.

Baca Juga: Menparekraf Sebut Investasi IKN dari Luar Negeri Sentuh Angka Rp1 Triliun

"Sebagai Presiden saya tidak akan melakukan intervensi apapun terhadap proses hukum, kalau tidak berjalan dengan baik baru saya turun tangan. Saya tidak melindungi Ahok, saya bertemu dengan Ahok dalam kaitan sebagai Presiden dan Gubernur saja," kata Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar mengutip ucapan Presiden usai bertemu dengan Presiden .

Dahnil mengatakan suasana pertemuan layaknya pertemuan resmi, Presiden menyampaikan soal tujuannnya mengundang para tokoh agama. Kemudian, beberapa tokoh menyampaikan pandangannya.

"Singkatnya, semua tokoh agama menyampaikan bahwa proses hukum harus dilakukan dengan adil dan berkeadilan. Bahkan Pak Haedar (Ketua Umum Muhammadiyah) menyampaikan, sengketa publik bisa memperoleh titik moderat bila jalur hukum dilakukan dengan adil, dan kami fokus pada bagian itu," ujarnya.

Baca Juga: Presiden Jokowi Jadi Saksi Pernikahan Yusuf dan Jihan, Khofifah: Sebuah Kehormatan yang Luar Biasa

Tak sampai situ, menurut Dahnil, Haedar menyampaikan pesan agar Presiden menularkan keteladanan atau mengingatkan para kepala daerah seluruh Indonesia agar tidak asal ucap, dan tidak ceroboh dalam menggunakan kata-kata.

Dalam pertemuan itu, Dahnil juga ikut bersuara dan menyampaikan dua hal. Pertama meminta penjelasan Presiden soal mengapa yang diundang MUI, Muhammadiyah dan NU, bukan ormas yang akan berdemo.

"Kedua, Pak Presiden, publik kecewa, agaknya penting Pak Presiden menyatakan dengan tegas dan terang bahwa kita akan tindak secara hukum bila Ahok betul menistakan keberagaman dan Islam," ucap Dahnil kepada .

Baca Juga: Projo Tuban Gaspol Dukung Paslon Riyadi Gus Wafi di Pilbup

Namun menurutnya, jawaban yang diberikan tidak jelas. Sebab, kata dia, Presiden justru menjawab dengan membahas hal lainya.

''Setelah pernyataan saya tersebut Pak Presiden menyampaikan: 'Penting hari ini kita membangun kultur ekonomi, politik, sosial dan budaya yang kuat untuk menjawab masalah kesenjangan antar wilayah. Nah salah satunya ya melalui revolusi mental itu," imbuhnya.

"Hari ini kita terlalu banyak memproduksi Undang-undang dan mohon maaf orientasinya proyek. Dikit-dikit hukum, dikit-dikit hukum, padahal nilai etika di atas hukum maka revolusi mental penting. Demikian ya, Terimakasih."

Baca Juga: Dibuka Presiden Jokowi, Pj Gubernur Jatim Hadiri Pembukaan MTQ Nasional XXX Samarinda

Sebelum pertemuan, Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (NU) KH Said Aqil Siradj melarang Nahdliyin menggunakan atribut NU saat melakukan aksi demonstrasi menentang Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) pada 4 November, mendatang. Ia tak ingin ada bendera NU atau bendera Ansor berkibar di tengah aksi unjuk rasa.

"Karena NU didirikan oleh kiai-kiai bukan untuk demonstrasi, tapi untuk pendidikan, untuk kerakyatan, kemasyarakatan," kata Said.

Namun begitu, Said tetap menyilakan warga NU yang ingin menggunakan hak mereka dalam menyuarakan aspirasi dalam bentuk demo. Asalkan, dia mengimbau, demo dilakukan dengan tertib tanpa diwarnai aksi-aksi anarkis.

Baca Juga: Peresmian Flyover Djuanda, Presiden Jokowi Minta Pemkab Sidoarjo Terus Tingkatkan Pembangunan

Said sendiri percaya warga NU dapat melakukan aksi demo yang damai. Ia berkaca pada momen peringatan Hari Santri beberapa waktu lalu di mana ada 50 ribu yang datang memenuhi Monas dan tidak ada kerusakan fasilitas publik setelahnya. "Tidak ada satu pun pohon yang patah, tidak ada rambu lalu lintas yang rusak," kata dia.

Sedangkan Ketua Majelis Ulama Indonesia Ma'ruf Amin meminta masyarakat tidak mudah terprovokasi isu penistaan agama yang menyeret Ahok. Ia meminta publik tetap tenang dan menyerahkan pengusutan kasus itu kepada kepolisian. Apalagi hal itu diyakini sebagai pemicu demo besar Front Pembela Islam pada Jumat, 4 November 2016.

"Kami sudah beri imbauan, pokoknya tetap tenang dan jangan terprovokasi," ucap Ma'ruf.

Baca Juga: Dampingi Presiden Jokowi Resmikan Flyover Juanda, Pj Gubernur Jatim Ucapkan Terima Kasih

Sebagaimana diketahui, Ahok tengah menjadi sorotan karena pernyataannya yang mengutip Surat Al-Maidah dalam kunjungannya ke Kepulauan Seribu pada September lalu dianggap salah. Hal itu memicu efek berantai, mulai keluarnya surat peringatan dari MUI, pelaporan Ahok ke kepolisian, hingga demo besar yang akan berlangsung Jumat nanti.

Demo besar Jumat nanti digerakkan FPI. Mereka menyebut demo itu untuk mendorong kepolisian menghukum Ahok. Ahok mereka yakini bersalah dan bahkan menistakan agama Islam dalam kejadian di Kepulauan Seribu, September lalu.

Sementara itu, sejumlah pemuka agama Kristen yang tergabung dalam Badan Musyawarah Antar Gereja Lembaga Keagamaan Kristen (BAMAG LKK) Indonesia mengingatkan pemerintah serius menangani kasus dugaan penistaan agama oleh Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).

Baca Juga: Dampingi Presiden Blusukan ke Pasar, Pj Gubernur Jatim: Harga Bahan Pokok Stabil dan Inflasi Terjaga

Ketua Umum BAMAG LKK Indonesia, Agus Susanto, mengatakan, hendaknya pemerintah tidak hanya melihat persoalan Ahok sebatas dimensi politik, akan tetapi lebih jauh dari itu, kasus ini memunculkan efek domino negatif di berbagai daerah. Agus mengatakan, di sejumlah daerah, kasus itu menimbulkan riak dan benih-benih konflik yang tak sepele.

Karena itulah, Agus meminta penyelesaian kasus ini segera melalui jalur hukum yang tepat, sehingga hukumlah nanti yang menjadi ukuran keadilan. “Kedepankan hukum sebagai panglima,” katanya seperti dilansir Republika.co.id usai berkunjung ke kediaman mantan wakil presiden RI, Tri Sutrisno di Jakarta, Selasa (1/11).

Agus mengatakan, dalam pernyataan sikap yang dikeluarkan pada 21 Oktober, BAMAG LKK menegaskan, penyerangan dan dugaan penistaan agama itu, bukan bagian dari ajaran Kristen. Karena itu, sekali lagi, ia mendorong penegak hukum memproses bagi siapa pun/pasangan calon yang melakukan tindak pidana, khususnya terkait SARA.

Mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan, imbuh Agus, pihaknya melakukan berbagai upaya seperti pendekatan tokoh daerah, diskusi, dan mensosialisasikan pernyataan sikap organisasi terkait kasus Ahok. (rol/mer/tic/det/lan)

Sumber: republika.co.id/merdeka.com/detik.com

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Lihat juga video 'Presiden Jokowi Unboxing Sirkuit Mandalika, Ini Motor yang Dipakai':


Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO