OTT, 9 Perangkat Desa Klanting Lumajang Diamankan, Diduga Terlibat Pungli Sertifikat Prona

OTT, 9 Perangkat Desa Klanting Lumajang Diamankan, Diduga Terlibat Pungli Sertifikat Prona Sembilan perangkat Desa Klanting saat mengantre untuk dimintai keterangan oleh Tim Tipikor Satreskrim Polres Lumajang.

LUMAJANG, BANGSAONLINE.com - Unit Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Satreskrim Polres Lumajang melakukan operasi tangkap tangan (OTT) dugaan pungutan liar pengurusan sertifikat Proyek Nasional Agraria (Prona) di Desa Klanting, Kecamatan Sukodono, kemarin Rabu (01/02) sekitar pukul 10.30 WIB.

Polisi mengamankan Kepala Desa Klanting Sri Purwati, Sekretaris Desa Dimas, satu kasun atas nama Lidia, empat kepala dusun yakni Yazid, Bisri, Yoha, Sri Wahyuni, Sutikno dan Kesi ketua RT. Kesembilan orang tersebut dibawa ke Mapolres Lumajang. Selain itu, polisi juga mengamankan tumpukan berkas dan kwintasi hasil transaksi pembayaran dari warga.

Baca Juga: Dugaan Pungli PTSL di Lumajang, Kejaksaan Serahkan Sepenuhnya Kepada Inspektorat

Pantauan media ini, sejak kemarin Rabu, anggota Tipikor melakukan pemeriksaan kepada kades beserta perangkat desa. Secara marathon pemeriksaan dilakukan. Hingga Jum'at sore, pemeriksaan belum selesai.

Pihak Tipikor, Kasatreskrim dan Kapolres Lumajang belum bisa dimintai keterangan terkait hasil OTT tersebut. Namun dipastikan dugaan kasus pungutan liar prona tetap berjalan.

Penangkapan kesembilan perangkat desa bermula, kemarin sekitar pukul 09.00 WIB, Bisri Kasun Plandisari dan Kesi Ketua RT 02/RW 02 mendatangi kantor Desa Klanting untuk menyetorkan uang diduga sebagai pungli pengurusan Prona. Uang ini diterima oleh Lidia, Kaur Pemerintahan Desa Klanting dan sebagai tanda bukti Lidia memberikan kwitansi.

Baca Juga: Warga Desa Babakan Keluhkan Pungutan Pengurusan Sertifikat Program PTSL

Tidak lama kemudian, datang 3 unit mobil jenis Toyota Avanza dari anggota Unit Tipikor Reskrim Polres Lumajang. Petugas kemudian langsung masuk dan menutup semua akses pintu keluar kantor desa setempat. Petugas kemudian memeriksa semua adminitrasi dan ditemukan kwitansi pembayaran Prona.

Menurut informasi, para pemohon dibebani biaya sebesar Rp 500 ribu. Pembebanan biaya tersebut tanpa didasari ketentuan atau dasar hukum yang jelas. Desa Klanting sendiri mendapat jatah kuota Prona sebanyak 600 bidang.

Program yang digagas Kementerian Agraria dan Tata Ruang atau Badan Pertanahan Nasional itu menyasar masyarakat menengah dan menengah ke bawah untuk memberikan layanan maksimal di bidang pertanahan. Namun, dalam kenyataannya di lapangan dimanfaatkan untuk kepentingan segelintir pejabat desa setempat.

Baca Juga: Diduga Lakukan Pungli Dalam Mutasi, Bupati Lumajang Copot Kepala BKD

Sementara itu, Komisi A, DPRD Lumajang merasa prihatin tertangkapnya sembilan perangkat desa Klanting, Kecamatan Sukodono oleh tim Tipikor Reskim Polres setempat. Komisi A menilai prona adalah program nasional presiden RI yang harus disukseskan. Di Lumajang ada 15 ribu pemohon sertifikat prona.

"Tentunya dilimpahkan kepada masing-masing desa. Seharusnya desa melaksanakan program prona ini harus hati-hati terhadap kewenangannya itu. Berhati-hati tupoksinya dan administrasinya," kata Ketua Komisi A, Nur Hayati, Jum'at (03/02).

Menurut dia, desa harus memberikan pelayanan terbaik kepada semua pemohon sertifikat prona. Namun, kenyataannya di lapangan, masih banyak persoalan, terutama soal pungutan. Seharusnya, kata Politisi Partai Nasdem ini, Desa harus mempunyai standarisasi biaya yang dikeluarkan melalui kebijakan desa tersebut.

Baca Juga: Sepekan Skandal OTT Buku TK, Inspektorat Lumajang Rampungkan Pemeriksaan Puluhan Saksi

"Haruslah ada berita acaranya. Berita acara itu harus ditandatangani oleh kepala desa dan BPD serta pemohon prona. Jika merasa keberatan, disuruh diurus sendiri semuanya, kades tinggal tandatangan saja," katanya.

Dengan adanya fenomena ini, Nur Hayati meminta kepada Pemkab Lumajang dan BPN untuk bekerjasama sehingga program dari pemerintah pusat bisa sukses di Lumajang. Jika tidak ada sinegritas tersebut, maka pihaknya pesimis program tersebut akan gagal.

"Karena semua kepala Desa merasa kawatir dan takut untuk melaksanakan program tersebut. Sementara untuk bisa melakukan prona ini, memerlukan biaya operasional. Sebab prona ini menurut sosialisasi dari BPN tidak gratis 100 persen, ada yang disubsidi ada yang tidak," pungkasnya. (ron/rev)

Baca Juga: Soal Pungli Kades Klanting, AKD Lumajang Minta Kasus Di-SP3, Ini Jawaban Kapolres

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO