Terjemah Surat al-Ra’d: 29-30
29. Orang-orang yang beriman dan beramal saleh, bagi mereka kebahagiaan dan tempat kembali yang baik.
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Teori Shalahiyah dan Ashlahiyah pada Putusan MK Terkait Batas Usia
30. Demikianlah, Kami telah mengutus kamu pada suatu umat yang sungguh telah berlalu beberapa umat sebelumnya, supaya kamu membacakan kepada mereka (Al Quran) yang Kami wahyukan kepadamu, padahal mereka kafir kepada Tuhan Yang Maha Pemurah. Katakanlah: "Dia-lah Tuhanku tidak ada Tuhan selain Dia; hanya kepada-Nya aku bertawakkal dan hanya kepada-Nya aku bertaubat."
Tafsir
Pada ayat sebelumnya desebutkan soal orang-orang yang dipilih Tuhan mendapat hidayah. Mereka adalah orang beriman dan aktif berdzikir “ al-ladzin amanu wa taqma’inn qulubuhum bi dziks Allah” (28). Ya, karena ada orang beriman yang aktif berdzikir dan ada yang tidak aktif berdzikir. Yang aktif berdzikir pasti lebih dekat, sehingga lebih dikenal Tuhan. Sama dengan teman yang sering berkomunikasi dengan anda, perhatian terhadap diri anada, maka anda pasti lebih mengenal dia dan menyayangi dibanding yang lain.
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Tentukan Hak Asuh, Nabi Sulaiman Hendak Potong Bayi Pakai Golok
Ayat studi ini (29) sebagai penjelasan lanjutan, bahwa mereka juga beramal bagus sehingga kehidupannya bersih dan bagus “thuba lahum wa husn ma’ab”. Jiwanya tidak pernah dikalutkan dengan urusan keduniawian apapun, apalagi ambisi politik, karena dasar pemikirannya adalah ibadah, tulus dan memberi tanpa harap kembali. Memang ikhlas, tulus, hanya untuk Allah itu sulit, tapi tidak berarti tidak bisa dilakukan. Dan, janji Tuhan membalas orang yang tulus memberi itu nyata dan terbukti. Tidak perlu nunggu di akhirat nanti, di dunia juga acap kali terbayar, meski caranya tak pernah bisa kita duga dan waktunya tidak menentu. Ada yang kontan dan ada yang seenak Tuhan. Contoh soal ini amat banyak dan anda bisa membuktikan.
Sisi lain dari pesan ayat ini adalah tampilan bahasa. Ayat tersebut (29) menunjuk surga dengan bahasa “husnu ma’ab”, persinggahan yang baik. Dalam bait syair yang biasa dibaca pada acara shalawatan, baik oleh kawan-kawan ISHARI, Seni Hadrah atau terbangan ada doa memohon ampunan dan surga yang redaksinya sebagai berikut :
“Allahumm ighfir ly dzunuby: wa ij’alil jannah ilahy, ya Allah”. Begitu yang biasa kami dengar di kampung kami, baik pada acara terbangan maupun diba’aan. Terus terang penulis belum punya rujukan tertulis soal ini. Hanya merasa terganggu dengan redaksinya yang bagian kedua, yakni “wa ij’alil jannah ilahy, ya Allah”. Jika tulisan arabnya ditaqthi’ begini: “wa ij’al al-jannah ilahy, ya Allah” (jadikanlah surga, wahai Tuhanku, wahai Allah), maka salah, karena ada dua kekurangan poin pelengkap, sehingga kalam tidak sempurna difahami. Surga dijadikan untuk siapa dan sebagai apa?.
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Panduan dari Nabi Daud dan Nabi Sulaiman untuk Memutus Kasus Perdata
Jika tulisannya begini: ”wa ij’al Ly al-jannah ilahy, ya Allah” (jadikanlah suga untukku, wahai Tuhanku, wahai Allah), maka mendekati kebenaran. Ada dua alasan di sini. Pertama, memang surga sudah diminta untuk diri si peminta (Ly), tapi ”sebagai apa?. Di sini, masih dibutuhkan al-maf’ul bih pelengkap kalam, sesuai kebutuhan fi’il muata’addy (ij’al).Kedua, terdapat penumpukan nida’ al-jalalah, penyebutan nama Tuhan, sudah ada “ilahy”, masih ditambah “ya Allah”, belum lagi al-fa’il dari fi’il du’a, “ij’al”, hingga total berjumlah tiga. Ini pemborosan kalam, buruk dan tidak efektif. Ketiga, tidak sesuai huruf akhir pada bait syair. Bagian pertama bait diakhiri dengan huruf/kata “BY” (dzunuby), tapi bagian akhir dengan kata “Hy” (ilahy). Ini cacat dalam sastera. Sedangkang kata “Ya Allah” adalah tambahan nida’ atau seruan diluar bait.
Penulis memilih, kata “ilahy “ diganti dengan “ma’aby”, jadinya : Allahumm ighfir Ly dzunubi: wa ij’al Ly al-jannah ma’aby/ wa ij’al al-jannah ma’aby,ya Allah. ( Ya Tuhan, ampunilah dosa-dosaku : dan jadikanlah surga sebagai persinggahanku). Ada tiga alasan pendukung : Pertama, melengkapi al-maf’ul bih lafah “ij’al”, sehingga semua kebutuhan fi’il muta’ddy tersebut terhadap obyeknya terpenuhi. Kedua, penyesuaian qafiyah, huruf akhir (By, Ma’aby) serasi dengan bunyi akhir kata pada potongan pertama (BY, dzunuby). Inilah kalam badi’ atau sastera ideal yang indah. Pilihan kata ini merujuk pada ayat studi di atas yang menunjuk surga sebagai “thuba lahum wa husnu ma’ab”. KH. Adlan Alie, mursyid thariqah dan guru besar al-Qur’an pesantren Tebuireng pernah menfatwakan begitu.Ketiga, dengan digantinya kata “ilahy” dengan “ ma’aby”, selain kalam menjadi sempurna, qafiyah menjadi serasi juga menghilangkan redunden atau penumpukan seru nida’ dalam bait pendek. Allah a’lam.
Pengamat Politik, Komentator Bola dan Kiai Broker
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Cara Hakim Ambil Keputusan Bijak, Berkaca Saja pada Nabi Daud dan Sulaiman
Setelah Allah berbicara tentang orang-orang pilihan yang mendapat hidayah dan dihadiahi surga sebagai persinggahan terbaik, kini Tuhan membicarakan Muhammad SAW sebagai nabi yang diutus kepada seluruh umat manusia. Pengutusan Muhammad SAW itu dilengkapi dengan wejangan yang menguatkan hati dan memperteguh semangat berdakwah di jalan Allah. Disebutkan kisah umat terdahulu yang kufur dan durhaka, lalu datang nabi pembawa kecerahan. Nah, Muhammad diharap mampu membaca latar belakang mereka dan cerdas mengambil pelajaran dari sejarah masa lalu, “kadzalik arsalnak fi ummah qad khalat min qabliha umam..”.
Dalam masa pemilihan presiden 2014 ini masing-masing kubu mempromosikan kelebihan masing-masing. Mengklaim dirinya paling layak dipilih dengan menyuguhkan pragram-program andalan, meski masih terlihat muluk-muluk dan beraroma pencitraan, sehingga susah diamalkan pada tataran realistik. Pengamat politik yang tak jauh beda dengan komentator bola, tidak pernah berani tegas menentukan calon presiden mana yang lebih unggul, hanya berkomentar sangat normatif dan membual dalam data dan analisis berbagai sisi. Setelah selesai dan diketahui hasilnya, baru mengatakan,: ”nah itulah, seperti yang pernah saya katakan dulu .... kini terbukti dst.”. Tidak sama dengan sebagian Kiai dan Gus yang tegas dan terbuka menerima tender kampanye calon presiden yang dianggap menguntungkan. Mudah-mudahan tidak lagi-lagi umat yang dijual.
Khusus bagi umat umat Islam, tentu saja agama menjadi pertimbangan penting, disamping syarat umum seorang presiden, seperti jujur, bersih, adil, bijak, sehat, mensejahterakan, menjamin keamanan, kedaulatan dan sebagainya. Umat Islam wajib memegangi firman Allah SWT, bahwa orang-orang yahudi dan nasrani itu tidak pernah rela terhadap umat Islam berjaya. Kapanpun dan siapapun, tidak yahudi dan nasrani dulu atau sekarang, (al-Baqarah:120). Mereka merebut kekuasaan dengan jalan apapun, termasuk lewat politik. Walau tidak menampilkan sosok, tapi mengendalikan pemerintahan yang diusung dari belakang layar.
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Memetik Hikmah dari Kepemimpinan Nabi Daud dan Nabi Sulaiman
Tips Memilih Capres
Bila ada dua calon presiden yang kelengkapan pribadinya imbang-imbang saja, maka utamakan calon presiden yang lebih sedikit “dugaan” ditunggangi oleh orang-orang non muslim. Mohon ini tidak difahami sebagai penebar isu SARA. Sebab, isu tersebut, selain tidak patut, juga sudah tidak laku di negeri ini. Seruan ini murni sebagai ujud tanggungjawabtafsir al-Qur’an aktual yang secara akademik wajib menyampaikan pesan al-Qur’an secara lugas dan bertanggungjawab.
Ayat ini juga mengisyaratkan agar pembaca mengingat-ingat kembali latar belakang atau sejarah yang pernah terjadi. Sah-sah saja anda melihat partai pengusung masing-masing calon presiden. Sebab kebijakan yang akan diterapkan dalam mengemban amanat pemerintahan tak jauh beda dengan kehendak pengusungnya. Misalnya PDI-Perjuangan sebagai partai pengusung Jokowi, lalu anda menghubung-hubugkan peran Megawati termasuk orang-orang di sekitarnya. Atau menelaah kembali bagaimana Megawati dulu menjadi presiden. Yang nyata, beliau suka menjual aset negara ke investor asing, termasuk kapal tanker, Indosat dan gas yang dampaknya hingga kini sangat buruk. Belum lagi melepas dua pulau karena tidak pecus mempertahankan di pengadilan internasional melawan Malaysia. Lalu anda mengandai-andai: "wah kalau Jokowi menang, jangan-jangan aset negara banyak yang dijuali, kedaulatan negara diremehkan negara tetangga dst..".
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Keputusan Bijak untuk Sengketa Peternak Kambing Vs Petani
Misalnya, Gerinda sebagai pengusung Prabowo, ada Golkar di sana, warisan zaman pak Soeharto yang memimpin dengan tangan militer, banyak menodai hak asasi, loyal memberi subsidi tapi akhirnya kobol-kobol. Krisis moneter menyebabkan pak Harto harus lengser. Lalu anda mengandai-andai: "wah, jangan-jangan kalu Prabowo jadi presiden, orde baru balik lagi dst". Sedangkan kelebihan masing-masing sungguh banyak dan sudah banyak digembar-gemborkan di mana-mana.
Jadi, plus - minus ada pada kedua calon presiden kita. Mereka adalah putera terbaik bangsa. Tapi mereka juga manusia. Yang buruk kita buang dan yang bagus kita tingkatkat. Silakan memilih berdasar agama, niat ibadah membangun negara, agar langkah kita menuju TPS dihitung sebagai ibadah berpahala. Andai dua calon presiden tersebut anda anggap buruk semua, anda tetap wajib memilih salah satu, meski hati anda tidak sreg. Siapapun yang nantinya terpilih, kita semua wajib patuh dan menghormati dan itulah ajaran agama. Tidak boleh ngambek karena kalah dalan pemilihan presiden.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News