​Politikus Rayap, Siapa Mereka?

​Politikus Rayap, Siapa Mereka? M Mas'ud Adnan. Foto: BANGSAONLINE.COM

Listen to this article

Apa indikator seseorang disebut politikus rayap? Pertama, mereka mengkorup uang negara. Atau paling tidak, mereka pro koruptor. Sama seperti rayap yang suka hidup di tempat lembap, politikus rayap juga suka hidup di pos basah. Tak heran, jika pos yang membidangi anggaran menjadi rebutan para elit partai politik.

Kedua, mereka alergi terhadap penegakan hukum. Kenapa? Jika hukum tegak, maka mereka tidak bisa leluasa menggerogoti uang negara, baik secara personal maupun kelompok. Tak heran, jika mereka terus berupaya melakukan rekayasa agar semua lembaga hukum dilumpuhkan dengan dalih menguatkan.

Caranya macam-macam. Ada kalanya mereka “menaruh” pion-pion dalam lembaga hukum atau merekayasa aturan sedemikian rupa agar hukum tidak menimpa mereka dan kelompoknya.

Apakah kontroversi Perppu KPK yang sekarang lagi ramai masuk kategori ini? Lagi-lagi Pembaca yang lebih paham.

Ketiga, mereka kebal muka. Ya, politikus rayap tak punya rasa malu. Nuraninya tumpul, otaknya penuh ambisi, dan kepentingan. Karena itu, ia tak pernah memikirkan nasib orang lain. Apalagi nasib bangsa dan negara. Bagi mereka, negara ambruk pun tak pusing. Yang menjadi fokus otaknya, bagaimana menghimpun kekuasaan dan keuntungan sebesar-besarnya, baik secara sah maupun tak sah.

Keempat, mereka rakus. Ibarat minum air laut, semakin minum mereka semakin haus. Lihat saja harta kekayaan mereka yang melimpah. Tapi mereka sama sekali tidak punya sensitivitas, apalagi empati publik. Kalau toh mereka melakukan aksi sosial, tak lebih sebagai umpan untuk mendatangkan keuntungan yang lebih besar. Karena itu, aksi-aksi sosial mereka harus diviralkan. Mental saudagarnya sangat kuat. Mereka keluarkan modal sedikit, tapi harus meraih keuntungan sebanyak-banyaknya.

Kelima, nepotis. Ini konsekuensi dari kerakusan itu. Para politikus rayap membangun politik dinasti agar kekuasaan dan keuntungan tak lari ke orang lain. Padahal semua anak bangsa punya hak yang sama. Karena itu, meski anak atau saudaranya kadang tak memiliki kapasitas dan kualitas memadai dipaksakan menduduki jabatan tertentu, mumpung ia masih berkuasa.

Kok tidak malu? Pada indikator ketiga sudah jelas: mereka kebal muka!

Alhasil, negara diatur seperti perusahaan milik keluarga. Akibatnya, negara berpotensi ambruk jika para politikus rayap itu dibiarkan leluasa berkuasa. Karena itu semua anak bangsa - terutama yang masih punya nurani - harus mengoreksi pelaksaanaan pengelolaan negara.

Sekali lagi: itu hak sekaligus kewajiban kita!  

*Penulis, Direktur RAHMI Centre

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Lihat juga video 'Setahun Tak Ada Kabar, Korban Longsor di Desa Ngetos Nganjuk Tagih Janji Relokasi':


Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO