Dari Queens, New York Bertanya soal Hadis Daif dan Palsu | BANGSAONLINE.com - Berita Terkini - Cepat, Lugas dan Akurat

Dari Queens, New York Bertanya soal Hadis Daif dan Palsu

Editor: Nur Syaifudin
Wartawan: .
Jumat, 14 Januari 2022 10:32 WIB

Dr. KH. Imam Ghazali Said, M.A.

Ulama ahli hadis, Syekh Al-Ajluni (1162 H), juga mempertegas:

ﻫﺬا ﻭاﻟﺤﻜﻢ ﻋﻠﻰ اﻟﺤﺪﻳﺚ ﺑﺎﻟﻮﺿﻊ ﺃﻭ اﻟﺼﺤﺔ ﺃﻭ ﻏﻴﺮﻫﻤﺎ ﺇﻧﻤﺎ ﻫﻮ ﺑﺤﺴﺐ اﻟﻈﺎﻫﺮ ﻟﻠﻤﺤﺪﺛﻴﻦ ﺑﺎﻋﺘﺒﺎﺭ اﻹﺳﻨﺎﺩ ﺃﻭ ﻏﻴﺮﻩ، ﻻ ﺑﺎﻋﺘﺒﺎﺭ ﻧﻔﺲ اﻷﻣﺮ ﻭاﻟﻘﻄﻊ ﻟﺠﻮاﺯ ﺃﻥ ﻳﻜﻮﻥ اﻟﺼﺤﻴﺢ ﻣﺜﻼ - ﺑﺎﻋﺘﺒﺎﺭ ﻧﻈﺮ اﻟﻤﺤﺪﺙ - ﻣﻮﺿﻮﻋﺎ ﺃﻭ ﺿﻌﻴﻔﺎ ﻓﻲ ﻧﻔﺲ اﻷﻣﺮ، ﻭﺑﺎﻟﻌﻜﺲ ﻭﻟﻮ ﻟﻤﺎ ﻓﻲ اﻟﺼﺤﻴﺤﻴﻦ ﻋﻠﻰ اﻟﺼﺤﻴﺢ، ﺧﻼﻓﺎ ﻻﺑﻦ اﻟﺼﻼﺡ ... ﻭﻣﻊ ﻛﻮﻥ اﻟﺤﺪﻳﺚ ﻳﺤﺘﻤﻞ ﺫﻟﻚ ﻓﻴﻌﻤﻞ ﺑﻤﻘﺘﻀﻰ ﻣﺎ ﻳﺜﺒﺖ ﻋﻨﺪ اﻟﻤﺤﺪﺛﻴﻦ، ﻭﻳﺘﺮﺗﺐ ﻋﻠﻴﻪ اﻟﺤﻜﻢ اﻟﺸﺮﻋﻲ اﻟﻤﺴﺘﻔﺎﺩ ﻣﻨﻪ ﻟﻠﻤﺴﺘﻨﺒﻄﻴﻦ

"Perlu dipahami bahwa penilaian sebuah hadis dengan status palsu, sahih, atau lainnya adalah berdasarkan lahiriah saja bagi para ulama ahli hadis, karena aspek sanad dan lainnya, bukan penilaian kenyataannya dan kepastian. Sebab boleh jadi hadis sahih dalam pandangan ahli hadis, namun kenyataannya adalah . Demikian pula sebaliknya, meskipun dalam Bukhari dan Muslim, tapi pernyataan berbeda dikemukakan oleh Ibnu Shalah... Karena hadis tersebut memiliki kemungkinan sahih dan tidak, maka hadis tersebut diamalkan berdasarkan ketetapan dari ahli hadis dan otomatis memiliki hukum syar'i yang disimpulkan oleh para ulama yang menggali hukum dari hadis tersebut" (Kasyf Al-Khafa', 1/9)

Sebagai contoh, ketika Al-Hafidz As-Suyuthi (911 H) menyampaikan dalam Mukadimah Al-Jami' Ash-Shaghir, bahwa beliau tidak akan menyampaikan riwayat hadis dari perawi tunggal yang pendusta, ternyata disanggah oleh Al-Hafidz Ahmad Al-Ghummari (1380 H). Bahwa kenyataannya dalam kitab tersebut banyak hadis dengan status perawi pendusta. Padahal dalam kitab As-Suyuthi lainnya beliau mengakui sebagai . Akan tetapi, kata Syekh Al-Ghummari, perubahan penilaian tersebut boleh jadi karena lupa atau Ijtihad yang berubah (Al-Mughir, 1/51)

Contoh konkret yang tidak sekadar penilaian palsu dalam wacana tetapi justru diamalkan, ada sebuah hadis yang populer dan kebanyakan ulama ahli hadis dan Fikih menilai palsu, adalah hadis tentang Salat Nishfu Sya'ban dan dicantumkan dalam kitab Ihya' Ulumiddin. Akan tetapi dalam pandangan ulama lain tetap diamalkan, yaitu oleh Imam Ibnu Qudamah (629 H) dari Mazhab Hambali:

ﻗﺎﻝ اﻟﺤﺎﻓﻆ اﻟﻀﻴﺎء: ﻭﻛﺎﻥ اﻟﻠﻪ ﻗﺪ ﺟﻤﻊ ﻟﻪ ﻣﻌﺮﻓﺔ اﻟﻔﻘﻪ، ﻭاﻟﻔﺮاﺋﺾ، ﻭاﻟﻨﺤﻮ، ﻣﻊ اﻟﺰﻫﺪ ﻭاﻟﻌﻤﻞ. ﻗﺎﻝ: ﻭﻛﺎﻥ ﻻ ﻳﻜﺎﺩ ﻳﺴﻤﻊ ﺩﻋﺎء ﺇﻻ ﺣﻔﻈﻪ ﻭﺩﻋﺎ ﺑﻪ، ﻭﻻ ﻳﺴﻤﻊ ﺫﻛﺮ ﺻﻼﺓ ﺇﻻ ﺻﻼﻫﺎ، ﻭﻻ ﻳﺴﻤﻊ ﺣﺪﻳﺜﺎ ﺇﻻ ﻋﻤﻞ ﺑﻪ. ﻭﻛﺎﻥ ﻳﺼﻠﻲ ﺑﺎﻟﻨﺎﺱ ﻓﻲ ﻧﺼﻒ ﺷﻌﺒﺎﻥ ﻣﺎﺋﺔ ﺭﻛﻌﺔ

Al-Hafidz Dhiyauddin (643 H) berkata: "Allah telah menghimpun pengetahuan fikih, faraidl dan nahwu kepada Ibnu Qudamah, juga sifat zuhud dan beramal. Hampir tidak pernah Ibnu Qudamah mendengar doa kecuali ia hapal dan membacanya. Ia tidak pernah mendengar tentang salat kecuali ia melakukannya. Dan ia tidak pernah mendengar sebuah hadis kecuali ia amalkan. Ia menjadi imam Salat 100 rakaat di malam Nishfu Sya'ban" (Al-Hafidz Ibnu Rajab, Dzail Thabaqat Al-Hanabilah, 3/113)

Wallahualam Bissawab

(Jawaban dari KH Ma'ruf Khozin (Ketua Aswaja Centre) PWNU Jatim, sepengetahuan pengasuh rubrik Prof. Dr. KH. Imam Ghazali Said) 

 

Berita Terkait

Bangsaonline Video