Ikut Sakit Hati Aceh Dihina Buzzer, Kiai Asep Minta Mahasantri Jadi Gubernur dan Bupati
Editor: MMA
Jumat, 21 Oktober 2022 16:23 WIB
LHOKSEUMAWE, BANGSAONLINE.com - Perjalanan panjang Prof Dr KH Asep Saifuddin Chalim, MA, ke Aceh Utara mendapat sambutan luar biasa. Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Persatuan Guru Nahdlatul Ulama (Pergunu) itu tiba di Aceh Utara Selasa (18/10/2022).
Kiai Asep dan rombongan dijemput Ketua PW Pergunu Aceh Tgk Muslem Hamdani, Ketua PCNU Aceh Utara Tgk Zulfadli Ismail, Ketua PC Pergunu Aceh Utara Imunazar dan pengurus yang lain. Mereka inilah yang mendampingi Kiai Asep selama di Aceh Utara tiga hari.
BACA JUGA:
Di Hadapan Warga Dawarblandong, Paslon Mubarok Siapkan Program Bedah Rumah Tak Layak Huni
Kampanye Perdana, Gus Barra-dr Rizal Langsung Menggebrak Enam Titik Lokasi di Jatirejo
Ketum Pergunu Prof Kiai Asep: Ratu Zakiyah Simbol Idealisme Kita
Kiai Asep Bentuk Saksi Ganda Mubarok dan Khofifah-Emil, Gus Barra Siap Biayai Siswa Berprestasi
Kiai Asep didampingi Dr Eng Fadly Usman, Wakil Rektor Institut Pesantren KH Abdul Calim (IKHAC) Pacet Mojokerto Jawa Timur dan M Mas’ud Adnan, CEO HARIAN BANGSA dan BANGSAONLINE.com. Kiai Asep dan rombongan kembali ke Surabaya pada Kamis dan tiba di Surabaya Kamis (20/10/2022) malam.
Di Aceh Utara Kiai Asep memberikan taushiah di empat tempat. Pertama, di Dayah Nurul Kamal Al Aziziyah, Desa Tutong, Kecamatan Matangkuli, Kabupaten Aceh Utara. Di dayah inilah Kiai Asep dan rombongan disambut secara adat oleh Tgk H Ibnu Sa’dan, pengasuh Dayah Nurul Kamal Al Aziziyah. Kiai Asep dan rombongan di-tepung tawari, yaitu proses kultural sakral adat Melayu berupa tafaulan lewat simbol tanaman dan lainnya.
Kedua, di Ma’had Aly Babussalam Al Hanafiyah Matang Kuli Aceh Utara. Acara di Dayah Babussalam ini adalah bedah buku Kiai Miliarder Tapi Dermawan karya M Mas’ud Adnan.
Ketiga, pelantikan Pergunu dan seminar serta bedah Kiai Miliarder Tapi Dermawan di Kantor Bupati Aceh Utara.
Keempat, kuliah umum di Ma’had Aly Raudlatul Ma’arif di Cot Trueng, Muara Batu, Aceh Utara. Temanya Mahasantri Mengatur Negeri.
Kiai Asep mengaku bangga dengan Aceh. Menurut dia, Aceh adalah provinsi yang diberi status sebagai daerah istimewa dan diberi kewenangan otonomis khusus, terutama dalam memberlakukan syariat Islam.
“Ini harus dijaga, jangan sampai menjadi ismun bila musamma. Ada namanya tapi tidak merepresentasikan namanya,” kata Kiai Asep di depan mahasantri Ma’had Aly Raudlatul Ma’arif, Cot Trueng, Muara Batu Aceh Utara.
Kiai Asep mengaku mendapat informasi bahwa Aceh Utara kaya potensi alam. Tapi hingga sekarang rakyatnya belum makmur.
Menurut Kiai Asep, Aceh harus menjadi provinsi termaju dan termakmur di seluruh Indonesia. Karena wewenang khusus yang diberikan pemerintah memberikan peluang besar untuk mengelola sesuai syariat Islam. Sehingga Aceh menjadi provinsi percontohan bagi provinsi lain.
(Para peserta bedah buku Kiai Miliarder Tapi Dermawan di Ma'had Aly Babussalam Al Aziziyah. Foto: bangsaonline.com)
Kiai Asep lalu memberi contoh pemeritahan yang dikelola secara syariat Islam. Yaitu pada zaman Umar Bin Abdul Aziz. Menurut dia, Umar Bin Abdul Aziz hanya memerintah 2 tahun 9 bulan.
“Tapi bisa memakmurkan rakyatnya. Padahal tanpa APBN. Hanya mengandalakna zakat. Pada tahun pertama, Umar Bin Abdul Aziz mewajibkan semua orang kaya membayar zakat. Pada tahun kedua sudah tak ada orang miskin, sehingga kesulitan untuk mencari orang miskin untuk diberi zakat,” kata Kiai Asep yang pendiri dan pengasuh Pondok Pesantren Amanatul Ummah Surabaya dan Pacet Mojokerto.
Umar Bin Abdul Aziz kemudian membuat kebijakan agar zakat yang berupa bahan makanan seperti gandum dan sebagainya diletakkan di atas gunung. “Agar dimakan burung dan hewan lainnya. Sehingga burung pun tak ada yang kelaparan,” kata Kiai Asep sembari mengatakan bahwa hutang rakyat pun dibayar pemerintah.
Bahkan, tutur Kiai Asep, anak-anak muda yang tak mampu juga dinikahkan oleh pemerintah. “Sehingga tak ada anak muda yang tak nikah karena tak punya mayam (maskawin).” kata Kiai Asep disambut tawa peserta.
Kiai Asep mendorong para mahasantri Aceh kelak menjadi gubernur, bupati dan DPR, agar tata kelola pemerintahan sesuai kaidah fiqh Tasyarraful imam ‘alarraiyah manutun bil masalahah.
“Bahwa kebijakan pemimpin atau pemerintah diorientasikan untuk kemasalahatan rakyatnya,” kata Kiai Asep.
(Pelantikan Pergunu Aceh Utara di Aula Pemkab Aceh Utara. Foto: bangsaonline.com)
Menurut Kiai Asep, Indonesia sampai hari ini belum bisa maju, belum adil, belum makmur karena kepala daerah banyak mengambil keuntungan pribadi ketimbang memikirkan rakyatnya. Mereka korupsi dan kolusi dengan lembaga legislatif.
“Mereka bagi-bagi urang dengan DPRD. Bahkan Ketua Fraksinya yang tukang membagi-bagi uang. Kalau ditanya ini uang dari mana, mereka jawab, gak usah tanya uang dari manalah,” kata Kiai Asep yang pernah menjadi anggota DPRD Kota Surabaya tapi hanya 6 bulan karena mengundurkan diri untuk fokus pada pendidikan.
Zulfikar, seorang mahasantri, bertanya, apa yang harus diatur lebih dulu jika kelak para mahasantri terjun ke dalam politik praktis. “Sekarang banyak santri yang terjun di pemerintahan. Tapi mereka lebih memilih uang dari pada menjalankan syariat agamanya,” kata Zulfikar.
Kiai Asep menjawab, pertama, harus salat malam. “Kedua, jangan makan barang haram,” tegas Kiai Asep.
“Karena sekali makan haram, maka akan mengundang kejahatan yang lain,” tegas Kiai Asep yang merupakan putra KH Abdul Chalim, salah seorang ulama pendiri Nahdlatul Ulama (NU).
Simak berita selengkapnya ...