Tafsir Al-Hijr 47: Hukum Tidur Menyingkur Pasangan
Editor: Revol
Minggu, 21 Juni 2015 18:56 WIB
Oleh: Dr. KHA Musta'in Syafi'i MAg. . .
BANGSAONLINE.com - Dua sifat penghuni surga telah dikemukakan sebelumnya, yakni tidak punya rasa dengki dan penuh rasa persaudaraan antar sesama. Kemudian yang ketiga menunjuk suasana ketika mereka berada di atas ranjang, yakni berasyik-asyikan dengan posisi berhadap-hadapan. Apa yang digagas dalam sikap "mutaqabilin" ini?.
BACA JUGA:
Tafsir Al-Anbiya' 48-50: Abu Bakar R.A., Khalifah yang Rela Habiskan Hartanya untuk Sedekah
Tafsir Al-Anbiya' 48-50: Momen Nabi Musa Berkata Lembut dan Keras kepada Fir'aun
Tafsir Al-Anbiya 48-50: Fir'aun Ngaku Tuhan, Tapi Tak Mampu Melawan Ajalnya Sendiri
Tafsir Al-Anbiya' 41-43: Arnoud Van Doorn, Petinggi Partai Anti-Islam yang Justru Mualaf
Ada dua isyarat makna terkandung dalam terma ini. Pertama, dalam kontek tamu surga dengan bidadari yang disediakan. Artinya, posisi tamu berhadap-hadapan dengan bidadari ketika sedang berada di atas ranjang ('ala surur). Saling bertatap muka adalah sikap saling menerima, sama-sama mau dan sama-sama semangat, sehingga hasrat biologis terpenuhi secara sempurna.
Posisi "mutaqabilin" mengandung pelajaran bagi kehidupan suami istri, utamanya saat sama-sama di atas ranjang. Ketika sudah di atas ranjang, masing-masing harus dalam keadaan leqowo, tidak ada sesuatu yang mengganjal sehingga tidur dalam posisi berhadap-hadapan dan tidak singkur-singkuran.
Tidur dengan posisi menghadap pasangan adalah rahmat, maka dianjurkan karena membawa kemaslahatan dan keharmonisan. Sedangkan tidur dengan posisi menyingkur pasangan mengandung teka-teki dan kecurigaan.
Simak berita selengkapnya ...