Sopir Taqlid dan Sopir Goblok, Tafsir Al-Quran Aktual Dr KH Ahmad Musta'in Syafi'i
Editor: MMA
Sabtu, 25 November 2023 06:43 WIB
Oleh: Dr KH Ahmad Musta’in Syafi’i
PENGANTAR REDAKSI BANGSAONLINE
BACA JUGA:
Temu Alumi Tebuireng, Gus Kikin: Kalau Tak Ada Resolusi Jihad Tak Ada Perang 10 November
Keren! D Zawawi Imron dan 15 Penyair bakal Baca Puisi di Festival Pesantren Tebuireng
280 Santri Amanatul Ummah Lolos SNBP, 31 Siswa Diterima Kedokteran, Kuliah di Luar Negeri Beasiswa
Tafsir Al-Anbiya' 48-50: Abu Bakar R.A., Khalifah yang Rela Habiskan Hartanya untuk Sedekah
Rubrik Tafsir Al-Quran Aktual ini diasuh oleh pakar tafsir Dr KH A. Musta'in Syafi'i dari Pesantren Tebuireng Jombang Jawa Timur. Tafsir ini ditulis secara khusus untuk pembaca HARIAN BANGSA, surat kabar yang berkantor pusat di Jl Cipta Menanggal I nomor 35 Surabaya. Tafsir ini terbit tiap hari, kecuali Ahad. Selamat membaca, semoga bermanfaat:
Bertaqlid itu sopan dan tanda keimanan. Semua pengendara, sopir kendaraan di dunia ini mesti Taqlid kepada fatwa Polilsi Lalu lintas dengan membaca rambu-rambu yang polisi pasang. Misalnya, di persimpangan jalan ada petunjuk, ke arah kanan menuju Surabaya, 60 km, ke arah kiri menuju Madiun, 100 km.
Sopir kendaraan yang cerdas, langsung mengarahkan kendaraannya sesuai arahan rambu. Mereka lakukan itu mantap dan yakin, tanpa ragu dan tanpa rewel. Itulah bentuk keimanan seorang taqlid" rel="tag">sopir taqlid. Dan hasilnya pasti benar, mudah, praktis dan efesien.
Beda dengan sopir yang sok intelek, tapi aslinya goblok. Di persimpangan itu memang mau ke kanan, ke arah Surabaya, tapi dia tidak begitu saja mau bertaqlid kepada Rambu Polisi. Dia tidak percaya dan mau berijtihad sendiri. Lalu turun dari kendaraan.
Mobilnya diparkir di tepi jalan dan dia menapaki jalan ke arah kanan menuju Surabaya sambil membawa meteran untuk membuktikan sendiri. Benarkah jalan ini ke Surabaya dan benarkah berjarak 60 km…? andai ada sopir macam ini, apa komentar anda..? Sopir edan..? Polisi Lalu Lintas itulah mujtahid dan pengguna jalan itulah muqallid.
Tapi, dalam keimanan tidak diperkenankan Taqlid. Meskipun awalnya taqlid karena masih tahap belajar yang mesti digerojok dengan ilmu lebih dahulu, tapi tahap akhir harus murni pilihan sendiri, bukan ikut-ikutan guru atau orang tua.
Simak berita selengkapnya ...