Membangun Kawasan Wisata Kampung Peneleh, Dapur Kebangsaan Indonesia di Surabaya | BANGSAONLINE.com - Berita Terkini - Cepat, Lugas dan Akurat

Membangun Kawasan Wisata Kampung Peneleh, Dapur Kebangsaan Indonesia di Surabaya

Editor: Ibnu Rusydi Sahara
Wartawan: Yudi Arianto
Selasa, 26 Desember 2023 20:03 WIB

Kawasan Peneleh, Surabaya.

TULISAN INI TELAH MEMENANGKAN LOMBA KARYA JURNALISTIK YANG DIGELAR OLEH PEMKOT SURABAYA PADA TAHUN 2023 KATEGORI MEDIA CETAK DENGAN PREDIKAT JUARA 3

SURABAYA, BANGSAONLINE.com merupakan salah satu nama kelurahan di wilayah Kecamatan Genteng, Kota . Secara geografis, Kelurahan sebelah utara berbatasan dengan Kelurahan Bongkaran, sebelah timur Kelurahan Ketabang, sebelah selatan. Kelurahan Genteng, dan sebelah barat Kelurahan Alun-Alun Contong.

merupakan salah satu kelurahan di Kota yang memiliki jumlah kampung terbanyak, yakni 9 kampung. Secara berurutan mulai dari Kampung Jagalan, Lawang Seketeng, Pandean, , Plampitan, Polak, Undaan, Klimbungan, serta Kampung Grogol.

Nama juga dipercaya berasal dari kata dalam bahasa Jawa yakni "pinilih", yang bermakna "terpilih" atau kaum pilihan. Namun, pengucapan di masyarakat jadi bergeser dari penilih menjadi peneleh hingga sekarang.

Mengulik sejarah kawasan sama halnya dengan menelusuri jejak sejarah Kota . telah melewati perjalanan panjang selama berabad-abad lamanya. Mulai dari masa prakolonial (masa klasik Indonesia dan VOC (1602-1799)), kolonial (1800-1945), kemerdekaan (1945-1949), serta pascakemerdekaan (1950-sekarang).

Begitu juga dengan kawasan yang telah mengalami hal yang serupa. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya peninggalan bersejarah yang mewakili peradaban pada masa-masa tersebut.

Kawasan yang diapit dua sungai/kali yakni Kali Mas dan Kali Pegirian ini diduga merupakan kampung tertua di Kota . Hal ini dibuktikan dengan ditemukannya sebuah sumur tua peninggalan era Kerajaan Majapahit (1293-1527). Keberadaan Sumur Jobong di Kampung Pandean Gang I ini dikuatkan juga dengan temuan tulang-belulang manusia yang diperkirakan hidup sekitar tahun 1430-an.

GH Von Faber, seorang sejarawan dan budayawan kelahiran . Ayahnya Jerman-Belanda, serta ibu Belanda. Dia mengatakan, sudah ada sejak tahun 1270. Hal ini ditulis dalam bukunya yang berjudul "Er Werd Een Stad Geboren" terbitan tahun 1953.

Dalam bukunya ini, Von Faber membuat kesimpulan bahwa didirikan oleh Raja Kertanegara pada tahun 1275. Raja Singasari terakhir ini memakai sebagai permukiman baru bagi para prajuritnya yang telah berhasil menumpas pemberontakan Kemuruhan tahun 1270 M.

Tak hanya pengaruh klasik dari era Kerajaan Majapahit, juga mendapatkan sentuhan islami saat masuknya Sunan Ampel atau Raden Rahmat untuk menyebarkan Islam di pada abad ke-15. Hal ini dibuktikan dengan adanya Masjid Jamik yang didirikan oleh Sunan Ampel saat perjalanan menuju ke wilayah Ampel Denta melalui Sungai Mas / Kali Mas. Masjid Jamik yang dibangun sekitar tahun 1430-an ini berlokasi di Kampung Gang V.

Pada masa kemerdekaan, Masjid Jamik juga dipakai oleh para pejuang RI yang tergabung dalam Laskar Hizbullah untuk mengatur strategi perang melawan pasukan Belanda.

Pengaruh Islam melekat di kawasan juga dibuktikan dengan adanya Langgar Dukur Kayu yang berada di Kampung Lawang Seketeng VI atau Gang Ponten. Langgar yang berdiri di tengah-tengah perkampungan padat penduduk ini konon didirikan oleh sejumlah ulama kampung setempat pada tahun 1893.

Langgar Dukur Kayu yang diperkirakan sudah berusia 130 tahun ini juga menjadi tempat belajar mengaji Bung Karno (Presiden Pertama RI Soekarno) bersama Bung Tomo (Soetomo) saat remaja bersama guru ngajinya, Mbah Pitono yang makamnya terletak di Kampung Lawang Seketeng Gang III.

Kampung Para Pahlawan dan Bapak Bangsa

juga dikenal dengan sebutan kampung para pahlawan serta kampung bapak bangsa. Ini karena di kawasan itu terdapat empat pahlawan nasional yang bisa ditelusuri jejaknya dari rumah-rumah peninggalannya. Mulai dari Langgar Dukur Kayu tempat mengaji Bung Tomo dan Bung Karno, Rumah HOS Cokroaminoto di Kampung Gang VII, rumah lahir Bung Karno yang berada di Kampung Pandean Gang IV, serta Rumah Lahir Cak Roes (Roeslan Abdulgani) di Kampung Plampitan Gang VII.

HOS Cokroaminoto merupakan seorang Pendiri dan Pemimpin Sarekat Islam, guru bangsa, bapak bangsa, sekaligus bapak kos dari anak-anak kos yang ke depannya memiliki andil besar dalam perjalanan bangsa. Anak-anak kos ini adalah Soekarno (Presiden Pertama RI), Alimin (Tokoh Pergerakan Kemerdekaan Indoneia), Semaoen (Pendiri dan Ketua PKI pertama), Muso (Pemimpin Pemberontakana PKI Madiun), serta Kartosoewirjo (Pendiri DI/TII).

Sementara Roeslan Abdulgani, salah satu saksi sekaligus pejuang Kemerdekaan RI saat pecah Pertempuran 1945. Pahlawan kelahiran ini juga pernah menjabat sebagai Sekjen KAA di Bandung tahun 1955, Menteri Luar Negeri dan Menteri Penerangan era pemerintahan Presiden Soekarno, serta masih banyak lagi lainnya.

Cak Rus, sapaan Roeslan Abdul Gani merupakan asli Arek Suroboyo. Ia lahir di pada tanggal 24 November 1914. Rumah Kelahiran Roeslan Abdulgani yang berlokasi di Plampitan VIII No. 26-28, Kelurahan , Kecamatan Genteng, Kota ini terbuka untuk dikunjungi. Di rumah ini bisa dijumpai dokumentasi-dokumentasi sepak terjang Cak Roes bagi negeri ini.

Dari semua temuan-temuan fakta tersebut di atas, maka tidaklah berlebihan jika kawasan ini dianggap sebagai Dapur Nasionalisme, Dapur Kebangsaan Indonesia. Hal ini juga diamini oleh Adrian Perkasa, Dosen Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Airlangga.

"Bahwa berdasarkan fakta sejarah, kawasan memang sudah seharusnya bisa menjadi tempat di mana kita bisa belajar situasi kolonial pada saat itu, di mana nasionalisme muncul sebagai salah satu alat untuk melawan kolonialisme tersebut," terangnya saat dihubungi HARIAN BANGSA.

Untuk mewujudkan hal itu, menurut Adrian adalah dengan mengajak warga setempat untuk terlibat sejak awal, mulai dari proses perencanaan hingga peresmian.

"Warga lokal juga harus terlibat sedari proses perencanaan hingga eksekusi, kalau kawasan () tersebut mau ditetapkan oleh Pemerintah (Pemkot ) sebagai kawasan Dapur Nasionalisme Indonesia," tandasnya.

Hal itu juga ditegaskan oleh Wali Kota Eri Cahyadi saat meresmikan acara Festival 2023 pada awal Juli 2023 lalu. Ia menuturkan bahwa puncak ilmu kebangsaan dan politik itu ada di , dan dari pemikiran seorang HOS Tjokroaminoto.

Bangun Kawasan Wisata Heritage Melalui Festival 2023

Berdasarkan literasi wikipedia, wisata heritage merupakan sebuah perjalanan yang dikemas dengan mengunjungi tempat yang dianggap mempunyai sejarah yang penting bagi sebuah daerah atau kota yang dapat menjadi suatu daya tarik wisata. Di , Pemerintah Kota (Pemkot) sudah lama merintis spot atau tempat-tempat wisata bersejarah secara bertahap.

Tepatnya sejak tahun 2019, Pemkot telah meresmikan Kampung Lawang Seketeng sebagai salah satu destinasi wisata heritage, yang di dalamnya sarat akan peninggalan-peninggalan sejarah.

Simak berita selengkapnya ...

1 2

 

Berita Terkait

Bangsaonline Video