Tafsir Al-Nahl 15-16: Tidak Semua Muktamirin Busuk | BANGSAONLINE.com - Berita Terkini - Cepat, Lugas dan Akurat

Tafsir Al-Nahl 15-16: Tidak Semua Muktamirin Busuk

Minggu, 09 Agustus 2015 23:18 WIB

Ribuan peserta muktamar yang berkumpul di Ponpes Tebuireng karena enggan datang ke lokasi muktamar di alun-alun Jombang yang dianggap tidak sah. (foto: rony suhartomo/BANGSAONLINE)

Oleh: Dr. KHA Musta'in Syafi'i MAg. . .

BANGSAONLINE.com - "Wa bi al-najm hum yahtadun". Seperti halnya bintang di langit, ada yang bercahaya kemilau dan ada yang redup menggelap. Sembilan bintang yang bertabur mengitari bola dunia pastilah bintang kemilau yang menuntun musafir ke arah tujuan, hingga tak sesat jalan.

Tapi ada pula bintang menggelap karena tertutup awan tebal. Cahaya suci yang diberikan Tuhan tidak mampu menembus awan hingga tidak memberi manfaat apa-apa, bahkan pada diri sendiri. Meski tidak persis, tapi mirip itulah gambaran akhlaq para muktamirin NU ke-33 kemarin.

Malam itu, malam penentuan Rais Aam, juga malam pemilihan ketua Tanfidz atau PBNU, sungguh malam keberkahan, sekaligus kepuasan. Seperti ditulis kemarin, bahwa lebih dari 300 pengurus Cabang dan Wilayah yang sah dan bermandat asli dari daerahnya datang ke pesantren Tebuireng dengan keikhlasan sendiri, tanpa ada yang memberi komando. Mengalir seperti air dan semilir seperti angin sepoi, hingga lebih dari 2000 orang.

Memang emosi sempat meledak-ledak dan api kemarahan hampir membakar syetan-syetan Muktamar. Namun sungguh aneh bin ajaib. Situasi seperti menjelang perang Badar itu mereda perlahan dan akhirnya merunduk menjadi hening. Umpatan-umpatan kasar berubah menjadi istighfar, kecaman-kecaman pedas berubah menjadi kalimah thayyibah dan teriakan-teriakan mengutuk berubah menjadi takbir, memuji kebesaran Allah SWT.

Seorang arif bisa merasakan ada getaran mistik dan sentuhan tasliyah dari makam Kiai Hasyim Asy'ari yang sekaligus juga makam Gus Dur yang diyakini bahwa beliau berdua sedang menebar wejangan tepat pada waktunya, agar para muktamirin yang sedang ada di pesantren Tebuireng tidak larut dalam emosi dan tidak perlu datang ke alun-alun.

Subahanalllah, subhanallah, subhanallah, fatwa tasliyah itu ternyata benar-benar menembus ruhani dan singgah di sanubari mereka. Entah bagaimana asalnya, entah bagaimana itu terjadi, nyatanya mereka patuh dan menikmati tetap berada di dalam pesantren dan sama sekali tidak bergeming pergi ke alun-alun untuk memberikan suara.

Simak berita selengkapnya ...

1 2

 

Berita Terkait

Bangsaonline Video