Tafsir Al-Nahl 15-16: Ainul Bashirah dan Ainul Bisyarah di Muktamar NU
Selasa, 11 Agustus 2015 00:34 WIB
Oleh: Dr. KHA Musta'in Syafi'i MAg. . .
BANGSAONLINE.com - "Wa bi al-najm hum yahtadun ". Bintang itu pemandu para musafir menemukan arah tujuan. Dan Muktamar bintang sembilan telah usai, tanpa acara penutupan seperti biasanya. Semua itu gara-gara preman politik mengintervensi Muktamar para 'ulama sehingga suasananya gaduh dan tidak harmonis.
BACA JUGA:
Tafsir Al-Anbiya' 48-50: Abu Bakar R.A., Khalifah yang Rela Habiskan Hartanya untuk Sedekah
Tafsir Al-Anbiya' 48-50: Momen Nabi Musa Berkata Lembut dan Keras kepada Fir'aun
Tafsir Al-Anbiya 48-50: Fir'aun Ngaku Tuhan, Tapi Tak Mampu Melawan Ajalnya Sendiri
Tafsir Al-Anbiya' 41-43: Arnoud Van Doorn, Petinggi Partai Anti-Islam yang Justru Mualaf
Persoalannya, kenapa itu bisa terjadi? Pasti karena premannya sangat kuat atau kiainya yang lemah. Tulisan ini bukan untuk menjawab, hanya sekedar menyajikan tipologi Kiai saat ada dalam Muktamar, yakni:
Pertama, kiai yang "al-'ain al-bashirah"-nya (kejernihan melihat persoalan berdasar kacamata ilahiyah) jauh lebih kuat ketimbang "ainul bisyarah" (mata duitan). Kiai kelas ini punya pandangan tranparansif ke depan, jiwanya bersih dan berprilaku lurus sesuai syari'ah agama, Zuhud, menghindari syubhat dan aktif mencegah syubhat, apalagi haram. Tidak mungkin membiarkan politik kotor ada di depannya.
Kedua, kiai yang "ainul bisyarah"nya lebih kuat ketimbang "al-ain al-bashirah"nya. Kiai kelas ini ada dua:
Simak berita selengkapnya ...