Kusrin, Perakit TV Lulusan SD dan Pesantren itu Diundang Jokowi ke Istana | BANGSAONLINE.com - Berita Terkini - Cepat, Lugas dan Akurat

Kusrin, Perakit TV Lulusan SD dan Pesantren itu Diundang Jokowi ke Istana

Senin, 25 Januari 2016 21:58 WIB

Muhammad Kusrin. Foto: Rappler/Ari Susanto

JAKARTA, BANGSAONLINE.com - Muhammad Kusrin (42 tahun), perakit telivisi yang digerebek polisi dan produk-produknya dihancurkan kejaksaan karena tak bersertifikat SNI akhirnya benafas lega. Presiden Joko Widodo () mengundang perakit televisi asal Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah, ke Istana Merdeka, Jakarta, Senin, 25 Januari 2016.

Menteri Perindustrian Saleh Husin, menerima kedatangan penerima penghargaan Sertifikat Produk Penggunaan Tanda-Standar Nasional Indonesia (SPPT-SNI) Cathode Ray Tube TV itu di Istana Merdeka sekitar pukul 09.00.

Menteri Perindustrian memberikan penghargaan SPPT-SNI kepada Muhammad Kusrin di Jakarta pada 19 Januari 2016. Inovasi IKM UD Haris Elektronika dengan produk TV buatannya dinyatakan lolos uji di B4T dan berhak mendapatkan sertifikat SNI.

"SNI ini untuk tiga merek TV saya, Veloz, Zener, dan Maxreen. Semua sama, yang membedakan hanya warna untuk memberikan pilihan bagi konsumen," kata Kusrin.

Kusrin setiap hari mampu memproduksi 150 unit televisi dengan harga jual Rp 400-500 ribu per unit yang didistribusikan di Karesidenan Solo sampai Yogyakarta. "Saya senang, sudah plong dan lega. Apalagi mengurus sertifikat SNI ini mudah dan murah, dan sekarang saya dapat fokus kembali bekerja," ujar Kusrin.

Penerapan SNI dilakukan berdasarkan amanat Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

Memang Muhammad Kusrin beberapa pekan terakhir menjadi perbincangan di media sosial. Berita tentang penyitaan dan pemusnahan TV buatannya yang belum ber-SNI oleh Kejaksaan Negeri Karanganyar telah memicu petisi online di Change.org yang didukung hampir 30.000 tandatangan untuk Kusrin.

Ia hanya lulusan SD, tetapi dalam waktu empat tahun bisa mendirikan industri kecil TV Cathode Ray Tube (CRT) lokal berbasis tabung monitor komputer bekas dan mempekerjakan sedikitnya 30 orang.

Bagaimana ia membangun bisnis elektroniknya?

Ia lahir di Andong, Boyolali. Setelah menyelesaikan pendidikan dasar, ia mondok di sebuah pesantren di dekat rumahnya. Dua tahun kemudian ia mencoba merantau ke Jakarta, menjadi kuli bangunan di beberapa proyek.

Kegemarannya mengutak-atik perkakas eletronik sejak kecil tak pernah ia tinggalkan di waktu senggang. Selama di Jakarta, ia gemar berburu barang elektronik bekas di Jatinegara. Barang rusak dibelinya murah, lalu diperbaiki sendiri.

“Awalnya tak ada niat bisnis. Saya beli tape compo rusak Rp 80.000, setelah diperbaiki, suaranya jadi bagus. Teman saya malah tertarik dan membelinya Rp 200.000,” katanya mengenang.

Ia mengumpulkan upah sebagai buruh proyek selama lima tahun dan pulang ke kampung halaman. Alih-alih untuk modal usaha, Kusrin malah membuat pemancar radio amatir, jenis “mainan” anak-anak muda yang cukup populer tetapi mahal di era 80-an hingga 90-an awal.

Lewat komunikasi radio, ia menemukan komunitas hobi bongkar elektronik, tempat ia kemudian belajar tentang bedah perkakas listrik secara otodidak. Setelah mahir, Kusrin kemudian bekerja di tempat seorang kawannya di Solobaru, Sukoharjo, yang memproduksi TV tabung.

Sambil bekerja, Kusrin bereksperimen mengubah monitor komputer menjadi TV. Ia butuh waktu sekitar lima tahun hingga bisa menyempurnakan percobaannya, dengan metode trial and error.

Kusrin kemudian berhenti dan memutuskan membangun bisnis sendiri meskipun belum tahu apa yang ingin ia kerjakan. Di saat yang sama, seorang kawan lainnya menawarkan usaha TV rakitan yang hampir tutup. Tanpa pikir panjang, ia masuk dan melanjutkan usaha itu.

Kusrin menguasai teknik perakitan TV tabung, tetapi ia masih awam soal bisnis. Uang Rp 200 juta yang ia tanam habis dalam setahun karena mewarisi manajemen yang korup. Usaha bangkrut, dan hanya menyisakan 127 unit alat produksi senilai Rp 17 juta. Pabrik tutup total.

“Saya hanya mewarisi hutang di perusahaan itu, uang habis untuk bayar. Ditambah banyak karyawannya tidak jujur,” katanya.

Seperti orang yang kalah bertaruh, Kusrin merugi. Namun, ia tidak menyerah.

Pada 2011, ia mengajukan perizinan ke kabupaten dan provinsi untuk mendirikan industri TV rakitan baru. Usaha perakitan TV tabung milik Kusrin perlahan bangkit lagi dengan bendera UD Haris Elektronik bermodalkan peralatan yang tersisa.

Kusrin hanya mempekerjakan satu orang yang membantunya merakit TV. Ia memproduksi tiga merek TV; yaitu Maxreen, Veloz, dan Zener, dengan varian 14 dan 17 inci.

Ia memasarkan sendiri TV tabung produksinya ke Solo dan sekitarnya dengan harga Rp 400.000 dan Rp 550.000. Kusrin tetap memegang prinsip kejujuran dalam bisnisnya.

Simak berita selengkapnya ...

1 2

Sumber: rappler.com/tempo.co

 

sumber : rappler.com/tempo.co

 Tag:   Jokowi teknologi

Berita Terkait

Bangsaonline Video