Mau Kaji Fiqih Waria, Eh... Ketua Pesantren Waria Sebut Kitab al-Hikam | BANGSAONLINE.com - Berita Terkini - Cepat, Lugas dan Akurat

Mau Kaji Fiqih Waria, Eh... Ketua Pesantren Waria Sebut Kitab al-Hikam

Jumat, 05 Februari 2016 19:12 WIB

Shinta Ratri. Foto: panjimas.com

YOGYAKARTA, BANGSAONLINE.com - Semakin lama, kelakukan kaum LGBT  (, , biseksual, dan transgender) semakin aneh. Shinta Ratri, Ketua Pondok Pesantren (Ponpes) Waria al-Fatah yang terletak di Notoyudan, Pringgokusuman, Gedongtengen, Yogyakarta, mengaku akan menyusun kitab fiqih khusus waria.

Padahal, sebagaiman diketahui, syariat Islam sangat mengecam perilaku waria, karena jelas menyimpang.

Mereka sendiri sebenarnya menyadari, bahwa kitab-kitab fiqih yang dipelajari di pesantren tidak akomodatif terhadap keberadaan mereka.

Shinta kemudian menyebut kitab Al-Hikam yang dirasa tidak membedakan gender. “Jadi kami mengkaji kitab Fikih yang tidak membedakan gender, misalnya kitab al-Hikam,” kata Shinta, Selasa (2/2/2016).

Padahal, kitab Al-Hikam bukanlah kitab fiqih, melainkan kitab tasawuf yang ditulis oleh Syaikh Ibnu Athailah As Sakandari.

Sebagai satu-satunya pesantren waria, pesantren al-Fatah saat ini sedang mengumpulkan bahan untuk menyusun kitab Fikih yang nantinya bakal mereka namai kitab fiqih waria. “Semoga kitab fiqh waria itu bisa dipakai oleh waria muslim di seluruh dunia,” jelas Shinta.

Saat menyusun kitab Fikih waria, pihak pesantren mengaku akan meminta pertimbangan dari sejumlah ulama sepuh di Jawa. “Nanti ada sepuluh ulama yang akan kami mintai pendapat,” terangnya

Ditanya tentang pernikahan sesama laki-laki yang kini mulai banyak dilakukan oleh kaum homo Shinta menilai hanyalah mengundang sensasi masyarakat saja.

"Diam-diam dinikmati hubungan itu, tak perlu heboh-heboh semua orang harus tahu. Kami sendiri tidak antusias untuk menikah, tidak getol untuk pelegalan bentuk pernikahan, sudah cukup menjalin hubungan rumah tangga dengan komitmen dengan disaksikan keluarga, suadara, dan penduduk sekitar, bukan dengan pelegalan yang membuat heboh," tutur Shinta.

Shinta mengatakan, stigma negatif masyarakat terhadap keberadaan kaum waria memang masih ada. Menurutnya, masyarakat Indonesia saat ini masih tak bisa menganggap waria sebagai suatu jenis gender.

Akibatnya, kaum waria merasa kesusahan dalam hidupnya. Baik dalam hal pekerjaan, beribadah maupun dalam hal hubungan.

"Saya memang sengaja tanya kepada teman-teman waria, hasilnya seperti itu, kami tidak butuh pelegalan secara hukum, sudah cukup bermain aman, dengan menjalin hubungan rumah tangga dengan diketahui tetangga, pemerintah desa setempat," tutur Shinta.

Saat ini terdapat kurang lebih 223 waria yang ada di DIY di bawah lembaga advokasi waria Ikatan Waria Yogya (Iwayo).

Simak berita selengkapnya ...

1 2

Sumber: panjimas.com/tribunnews.com

 

sumber : panjimas.com/tribunnews.com

 Tag:   gay lesbian

Berita Terkait

Bangsaonline Video