Tafsir Al-Nahl 71: Tuhan juga Memandang dari Perspektif Duniawi
Minggu, 08 Mei 2016 11:47 WIB
Oleh: Dr. KHA Musta'in Syafi'ie MAg. . .
BANGSAONLINE.com - "Waallaahu fadhdhala ba’dhakum ‘alaa ba’dhin fii alrrizqi famaa alladziina fudhdhiluu biraaddii rizqihim ‘alaa maa malakat aymaanuhum fahum fiihi sawaaun afabini’mati allaahi yajhaduuna".
BACA JUGA:
Tafsir Al-Anbiya' 48-50: Abu Bakar R.A., Khalifah yang Rela Habiskan Hartanya untuk Sedekah
Tafsir Al-Anbiya' 48-50: Momen Nabi Musa Berkata Lembut dan Keras kepada Fir'aun
Tafsir Al-Anbiya 48-50: Fir'aun Ngaku Tuhan, Tapi Tak Mampu Melawan Ajalnya Sendiri
Tafsir Al-Anbiya' 41-43: Arnoud Van Doorn, Petinggi Partai Anti-Islam yang Justru Mualaf
Pada ayat studi ini menegaskan, bahwa ada manusia yang diberi kelebihan rejeki dan ada yang tidak. Ada yang kaya dan ada yang miskin, ada yang dapuk menjadi majikan dan ada yang menjadi budak. Dengan kelebihan yang dimiliki tersebut, maka status mereka tidak sama. Tesis ini perlu dikunci dulu agar tidak nggelambyar, bahwa yang dimaksud ketidaksamaan derajat tersebut hanyalah menurut pandangan duniawi atau status sosial, bukan pandangan agama atau kehidupan akhirat. Sebab di sana ada skoring tersendiri, yakni ketaqwaan. Siapapun dia, yang dinilai Tuhan adalah prestasi taqwanya.
Persoalannya kini mengapa Tuhan menggunakan perspektif sosial dalam mengukur derajat manusia?
Hal itu karena nyata ada dan berlaku pada kehidupan nyata. Tuhan tidak menutup mata terhadap apa yang telah diciptakan-Nya sendiri. Sesungguhnya banyak sisi bisa disorot terkait soal ini, tapi yang utama adalah, - selanjutnya - ayat ini untuk tamsilan teologis. Ikutilah alur pemikiran Tuhan berikut ini.
Simak berita selengkapnya ...