Tanya-Jawab Islam: Istri Meninggal, Masihkah Harus Dibadal-hajikan? | BANGSAONLINE.com - Berita Terkini - Cepat, Lugas dan Akurat

Tanya-Jawab Islam: Istri Meninggal, Masihkah Harus Dibadal-hajikan?

Kamis, 11 Agustus 2016 01:40 WIB

DR KH Imam Ghazali Said MA

>>>>>> Rubrik ini menjawab pertanyaan soal Islam dalam kehidupan sehari-hari dengan pembimbing Dr. KH. Imam Ghazali Said. SMS ke 081357919060, atau email ke bangsa2000@yahoo.com. Jangan lupa sertakan nama dan alamat. <<<<<<

Pertanyaan:

Assalamu’alaikum Wr Wb. Kiai Imam, saya mau tanya tentang hukum badal haji. Ibadah haji itu wajib bagi kaum Muslim yang mampu. Istri saya sudah tiada. Kata orang, harus dibadal-hajikan. Padahal, Ustaz yang terhormat, secara hukum kalau dia sudah tiada, bukankah tidak ada kewajiban ibadah pada Allah? Itu sama halnya dengan kewajiban ibadah mahdah yang lain. Mohon penjelasannya. Syukron. Zainul, Pasuruan

Jawaban:

Waalaikum salam Wr. Wb. Secara umum memang betul bahwa ibadah itu ada yang murni karena perintah Allah yang bersifat ta’abbudi yang irrasional. Ibadah mahdah seperti ini menggunakan sarana anggota tubuh yang bersifat individual, seperti salat, puasa dan haji. Khusus ibadah haji dan umrah ada dimensi harta.

Jadi, untuk ibadah haji pelaksanaannya tidak hanya menggunakan sarana anggota tubuh, tetapi juga menggunakan sarana harta. Untuk itulah ibadah haji dan umrah biasa disebut sebagai ibadah wujdaniyah (ketulusan hati), badaniyah (menggunakan sarana anggota tubuh) dan maaliyah (menggunakan harta).

Ada juga ibadah yang bersifat rasional (ta’aqquli) yang teknis pelaksanaannya diserahkan pada akal kreatif manusia. Allah dan Rasul-Nya hanya mengatur prinsip-prinsip global yang harus menjadi pedoman. Ibadah seperti ini populer dengan ibadah tidak murni (ghairu mahdah) seperti jual beli, sewa menyewa, pegadaian dan lain-lain.

Kasus ibadah haji seperti yang Bapak tanyakan mempunyai dimensi ganda: peribadatan murni yang bersifat ta’abbudi-irrasional dan peribadatan ta’aqquli-rasional yang juga berdimensi harta. Jika haji dan umrah dipahami sebagai ibadah mahdah badaniyah yang irrasional, maka teknis pelaksanaannya bersifat individual dan tak bisa diwakilkan. Karena itu ulama rasionalis yang disponsori oleh Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa ibadah haji atau umrah tidak bisa diwakilkan atau dibadalkan.

Ini, di samping berdasarkan rasio, juga mengacu pada keumuman firman Allah yang menyatakan: “Seseorang tidak bisa menanggung dosa orang lain dan manusia itu hanya diberi pahala/disiksa hanya karena amal perbuatan yang ia usahakan.” (QS. an-Najm [53]: 38-39). Juga karena aktvfitas amal (hak dan kewajiban) orang yang meninggal itu terputus berdasarkan sabda Nabi: “Jika anak Adam meninggal dunia, maka amalnya terputus kecuali tiga hal; Sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak saleh yang mendoakannya.” (HR. Muslim).

Simak berita selengkapnya ...

1 2

 

 Tag:   tanya jawab

Berita Terkait

Bangsaonline Video