Tafsir Al-Nahl 125: Islam Mengedepankan Dialog | BANGSAONLINE.com - Berita Terkini - Cepat, Lugas dan Akurat

Tafsir Al Nahl 125: Islam Mengedepankan Dialog

Sabtu, 08 Juli 2017 15:07 WIB

Ilustrasi

Oleh: Dr. KHA Musta'in Syafi'ie MAg. . .    

PENGANTAR

Ud’u ilaa sabiili rabbika bialhikmati waalmaw’izhati alhasanati wajaadilhum biallatii hiya ahsanu inna rabbaka huwa a’lamu biman dhalla ‘an sabiilihi wahuwa a’lamu bialmuhtadiina (125).

Ayat studi ini turun di Makkah saat gencatan senjata. Orang Islam telah mengadakan kesepakatan dengan orang-orang kafir untuk tidak saling mengganggu. Islam sama sekali tidak menghendaki permusuhan, apalagi perang, meskipun itu atas dasar agama. Islam mengedepankan hidup berdampingan dan saling menghormati. Perkara agama, diserahkan pada keyakinan masing-masing dengan tetap ada kewajiban berdakwah atas setiap individu muslim.

Tapi, kenyataan di lapangan tidaklah demikian. Orang-orang kafir selalu saja berulah dan sesekali menjahati dengan segala dalih. Jika mereka masih lemah, maka pola penjahatannya secara tersembunyi, di balik layar dan sangat licik. Seperti Bani Nadhir yang sudah diperlakukan sangat baik oleh Rasulullah SAW, ternyata secara diam-diam menjalin kerja sama dengan orang-orang kafir di Makkah.

Mereka menginformasikan segala kegiatan yang ada di kota Madinah, termasuk strategi berperang dan lain-lain. Bani Nadlir yang yahudi sentris ini licik dan menjengkelkan. Terpaksa Rasululllah SAW berbuat tegas dan mengusir mereka dari perkampungan mereka sendiri. Dari pada penyimpan duri dalam daging, lebih baik mengeluarkannya.

Jika mereka sudah kuat, maka dengan seenaknya, tega dan sadis. Seperti para pembesar Makkah yang tega menyiksa kaum muslim yang masih lemah secara brutal dan kelewat batas. Rupanya kekejaman itu merupakan watak orang-orang kafir, tidak dulu, tidak pula sekarang. Terulang pula di abad moderen ini. Tragedi Bosnia 1985 bahkan lebih sadis. Mereka membantai umat islam melampaui kesadisan binatang. Sudah menjadi berita dunia, gadis dan wanita muslimah dizinai lebih dahulu, baru dibunuh. Jika dia hamil, langsung dirobek perutnya.

Tidaklah demikian islam. Meskipun dalam keadaan kecamuk perang, musuh yang sudah terluka dan jatuh tersungkur tidak boleh dibabat habis, kecuali jika masih melakukan perlawanan atau tidak menunjukkan kepasrahan. Musuh yang lari dari medan perang, juga tidak boleh diburu. Para pendeta dan mereka yang sedang beribadah di dalam gereja tidak boleh diganggu. Tapi apa yang terjadi atas umat islam negeri ini?. PKI dulu membantai kiai-kiai yang sedang shalat di dalam masjid.

Memperhatikan watak kafir yang demikian, ulama' berbeda komentar soal status ayat kaji ini.

Pertama, ayat ini berstatus Muhkamah, eksis dan menjadi dasar bertindak menyikapi nonmuslim. Artinya, umat islam dituntut berdakwah dengan tiga cara sebagaimana ditutur pada ayat, yakni: al-hikmah (bijak), mauidhah hasanah (nasehat) dan jidal (dialog). Meski demikian, tiga cara ini dibatasi hanya untuk kelompok tertentu, yaitu:

Pertama, nonmuslim yang damai dan hidup berdampingan dengan kita. Dengan dakwah tersebut, diharap mereka memeluk islam, dan kedua, orang-orang islam yang durhaka dan masih suka berbuat maksiat. Dengan dakwah yang bagus, diharap mereka berubah dan menjadi semakin shalih dan bertaqwa.

Kedua, ayat kaji ini mansukhah. Pesannya tidak berlaku karena telah direvisi oleh aturan baru, yaitu ayat-ayat yang memerintahkan kita angkat senjata, berperang melawan para kafir jahat.

Simak berita selengkapnya ...

1 2

 

Berita Terkait

Bangsaonline Video