Sumamburat: Mudik itu Tauhid Sosial | BANGSAONLINE.com - Berita Terkini - Cepat, Lugas dan Akurat

Sumamburat: Mudik itu Tauhid Sosial

Editor: Redaksi
Wartawan: -
Kamis, 14 Juni 2018 04:47 WIB

Suparto Wijoyo

Oleh: Suparto Wijoyo*

ISLAM dengan segala ekspresi rahmatnya merupakan agama yang menggebrak. Tataran tauhid atheis menjadi theisme yang memperkenalkan Allah Yang Maha Esa dengan penyempurna risalah manusia agung berakhlak mulia Kanjeng Nabi Muhammad SAW. Sosok yang amat revolusioner mengubah kebiadaban menjadi keberadaban, kejahiliaan diolah dalam sentuhan yang mencerahkan. Iman ditawarkan sebagai obor ruhani agar manusia bertindak sesuai dengan supremasi asal-usulnya.

Sebuah pelajaran yang sangat spektakuler tentang hadirnya pewahyuan di Gua Hira sebagai deklarasi kenabian Rasulullah Muhammad SAW yang dalam hitungan Hijriyah berusia 40 tahun, 6 bulan, 12 hari. Pada sumamburat sebelumnya telah diketengahkan bahwa wahyu perdana diterima melalui Malaikat Jibril yang kini termuat dalam Alquran, Surat Al-Alaq, ayat 1-5: Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu Yang Menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah. Yang mengajar manusia dengan perantaraan kalam. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.

Adalah tugas kaum beriman untuk mendalami dan mengajarkan “mata kuliah permulaan itu” dalam kehidupan yang serba kompleks sekarang ini. Membaca dengan nama Rabb bukanlah membaca tanpa makna. Membaca tentang manusia yang berasal dari “setitik air suci” yang kemudian menggumpal segenggam darah yang atas kehendak-Nya maujud berbagai “ragam jasadi” manusia. Dinamika dari “rahim yang terjaga” ke dalam hamparan bumi yang selalu menggeliatkan diri sebagai bagian planet yang “menggalaksikan” kodrat-Nya. Manusia itu kemudian menyebar bersuku dan berbangsa serta berkelindan dalam selongsong negara. Hadirlah manusia-manusia yang naturalis berubah menjadi sangat sosiologis pada rumpun masyarakat. Karakter sosial itu memuai meluberkan esensi sosial yang saling bersentuhan untuk li ta’arafu alias saling mengenal. Manusia memendarkan diri untuk saling mengenal, bukan saling menjegal, apalagi saling menjagal.

Dalam lingkup inilah terjadi pernomaan watak saling mengenal yang sangat penting pada ajaran agama dan Islam memformulasi melalui sisik melilik ritualnya yang senantiasa berdimensi sosial. Tidak ada ajaran Islam yang tidak menyangkut sebuah konstruksi gerakan sosial. Islam merumuskan tatanan sosial untuk membangun order kemasyarakatan yang sempurna. Manusia selaku makhluk sosial sejak mulanya telah diberi ruang pengaturan dalam Islam. Silaturahim-silaturahmi merupakan instrumen yang sangat lekat pada “bentara sosial” umat Islam.

Simak berita selengkapnya ...

1 2

 

Berita Terkait

Bangsaonline Video