Tafsir Al-Kahfi 60: Kecongkakan Nabi Musa A.S. | BANGSAONLINE.com - Berita Terkini - Cepat, Lugas dan Akurat

Tafsir Al-Kahfi 60: Kecongkakan Nabi Musa A.S.

Editor: Redaksi
Selasa, 20 April 2021 00:09 WIB

Ilustrasi. foto: gomuslim

Teguran itu begitu menghujam ke lubuk hati Musa dan menumbuhkan kesadaran mendalam. Musa A.S. mengajak santrinya yang bernama Yusa’ ibn Nun untuk menemani mencari keberadaan sang maha guru yang diisyaratkan Tuhan. Tempat itu samar, tapi berindikasi, yaitu pertemuan dua air laut. Ya, cuma tepatnya di mana?

Dan di hadapan santrinya itu, Musa A.S. berikrar tidak akan berhenti mencari guru tersebut hingga berhasil. Tidak peduli di mana majma’ al-bahrain itu dan membutuhkan berapa waktu. “La abrah hatta ablugh majma’ al-bahrain aw amdliya huquba”.

Sesungguhnya siapa Musa yang dikisahkan pada ayat ini, di mana majma’ al-bahrain dan “huquba” itu berapa tahun?

Jumhur mufassirin sepakat bahwa Musa pada ayat ini adalah Musa ibn Imran yang hidup semasa dengan raja Fir’aun, Mesir. Dalil utamanya adalah “fatahu”. Makna asli kata “fata” adalah pemuda, tapi dipakai penyebutan untuk ajudan, santri, dan sejenisnya yang bernama Yusya’ ibn Nun yang hidupnya pada kurun itu.

Penyebutan pelayan, ajudan, santri dengan “fata” pada ayat ini adalah pelajaran berakhlaq bagi umat beriman agar menghormati bawahannya. Panggilan adalah cerminan kepribadian seseorang. Meskipun pelayan, tapi janganlah dipanggil status pelayannya. Panggillah martabat kemanusiaannya, mas, mbak, dll.

Yang buruk adalah tradisi pada tata sebagian birokrasi kita, termasuk di kalangan militer. Umum sekali si atasan memanggil bawahannya dengan jangkar, namanya, Dul, Mat, Kin Solikin.., padahal si bawahan itu sudah dewasa, sudah punya istri dan anak, sudah dipanggil bapak pada lingkungannya, bahkan lebih tua usianya, hanya saja kalah pangkat.

Contohlah Rasululllah Muhammad SAW, meskipun para sahabat itu muridnya dan benar-benar muridnya bahkan banyak yang lebih muda, tapi dipanggil dengan “sahabat”, teman, kawan. Begitu tradisi etik para nabi, dari dulu hingga akhir selalu menghormati kemanusiaan. Rasulullah SAW pernah melarang memanggil budaknya dengan “budak”, ini budakku, tapi ucapkan ini “fata“ku, temanku.

Tentang majma’ al-bahrain sendiri terdapat silang pendapat dalam kitab-kitab tafsir. Misalnya: bibir pantai daerah Siria, Syam, Azerbaijan Rusia, di antara Laut Urdun dan Qulzum dsb. Sedangkan makna “huqub” adalah satu qurun waktu, kebanyakan ulama’ menyebut 80 tahun. Sebuah ideom untuk membahasakan waktu yang sangat panjang.

Walhasil, ayat ini mengajarkan betapa semangat membara dari diri Musa A.S. dalam menuntut ilmu. Berat macam apapun akan ditempuh tanpa kenal menyerah. Tidak mengenal batas waktu, karena ilmu itu tanpa batas.

Ini mengajari kita. Bahwa semangat belajar inilah yang rendah di kalangan orang yang sudah merasa gede, sudah merasa kiai, merasa sudah ustadz. Malas membaca dan malas menambah ilmu. Lebih suka memberi pengajian dari pada mengaji. Contohlah Musa A.S. yang nabi, yang utusan Allah, tapi sangat semangat menuntut ilmu.

*Dr. KH. A Musta'in Syafi'ie M.Ag adalah Mufassir, Pengasuh Rubrik Aktual HARIAN BANGSA, dan Pengasuh Pondok Pesantren Madrasatul Qur’an (MQ), Tebuireng, Jombang.

 

Berita Terkait

Bangsaonline Video