PAN Jatim: Perlu Perbaikan Struktur dan Jadikan Komoditas Pangan Strategis Agar Impor Berkurang
Editor: Yudi Arianto
Wartawan: Indrayadi
Kamis, 06 Mei 2021 00:26 WIB
SURABAYA, BANGSAONLINE.com - Sejak krisis 1997-1998, pangan tidak dilihat sebagai hal strategis dengan sudut pandang geopolitik. Kondisi ini akhirnya membuat Indonesia terus terjerat dengan impor pangan serta kekalahan dari negara lain.
Hal tersebut disampaikan Ketua Dewan Pakar DPP PAN, Dradjad H Wibowo, saat menjadi narasumber dalam webinar yang diselenggarakan oleh Fraksi PAN DPRD Jawa Timur dengan tema “Permasalahan Impor dan Kedaulatan Pangan".
BACA JUGA:
Di Sidang Paripurna Raperda RUED, Pj Gubernur Jatim Sebut Potensi EBT Capai 188.410 MW
Sampaikan LKPJ 2023, Adhy Karyono: Kinerja Pemprov Jatim Naik 0,07 Persen Mencapai 97,77
Pj Gubernur Jatim Beberkan Potensi Energi saat Sampaikan Nota Penjelasan Usulan Raperda RUED
Daftar Nama dan Suara 120 Caleg DPRD Jatim yang Lolos Pemilu 2024
Menurutnya, untuk mengurangi ketergantungan terhadap impor dan membangun kedaulatan pangan, Indonesia tidak bisa hanya berkutat dengan buka tutup impor, yang sering diwarnai pertarungan kepentingan terkait kuota impor.
“Kita harus menangani akar masalahnya, melakukan perbaikan yang terstruktur untuk meningkatkan produksi nasional. Perbaikan ini memerlukan waktu yang lama yang melampaui masa jabatan Presiden, Menteri, Gubernur dan pejabat terkait lainnya,” tegasnya.
Dradjad mengatakan, perbaikan ini mencakup minimal berbagai bidang seperti pangan pokok dijadikan komoditas strategis, kebijakan yang masif untuk meningkatkan produksi pertanian dan pangan seperti jaman BIMAS dulu, penguatan wewenang dan keuangan Bulog untuk stabilisasi harga.
"Peningkatan riset dan inovasi terkait produksi pangan, menghentikan atau minimal mengurangi konversi lahan pertanian subur di Jawa Bali dengan UU yang tegas, dikombinasikan dengan kebijakan perumahan dan non-pertanian yang minim penggunaan lahan dan untuk gula, pelaksanaan UU Perkebunan secara konsisten," tuturnya.
Menurut Drajad, selama dua dekade terakhir ini, pangan tidak lagi diperlakukan sebagai komoditas strategis, keberpihakan terhadap produksi pertanian jauh melemah, sementara kemampuan stabilisasi harga jauh merosot karena kewenangan dan kemampuan finansial Bulog sudah sangat dipreteli.
Simak berita selengkapnya ...