​Berpendapatan Rp 450 T, Raja Minyak OK Lim Suka Berjudi, Bangkrut Hadapi 130 Tuduhan | BANGSAONLINE.com - Berita Terkini - Cepat, Lugas dan Akurat

Berpendapatan Rp 450 T, Raja Minyak OK Lim Suka Berjudi, Bangkrut Hadapi 130 Tuduhan

Editor: MMA
Minggu, 11 Juli 2021 06:00 WIB

Dahlan Iskan

SURABAYA, BANGSAONLINE.com - Dramatis. Itulah nasib yang dialami OK Lim. Raja minyak itu kaya raya. Pernah berpendapatan Rp 450 triliun. Tapi kini bangkrut. Bahkan jika ia dulu naik Rolls-Royce kini pakai kursi roda.

Lebih memprihatinkan lagi, pada usia 79 tahun ia menghadapi 130 tuduhan penggelapan, penipuan, pemalsuan, dan sejenisnya.

Tapi benarkah ia suka berjudi? Silakan simak tulisan wartawan terkemuka Dahlan Iskan pagi ini di Disway dan BANGSAONLINE.com edisi Ahad 11 Juli 202. Selamat membaca:

IA kaya raya. Luar biasa. Anda mungkin pernah mengisi bensin kendaraan Anda dari minyak miliknya di Singapura. Lewat Pertamina.

Anda tentu tidak pernah mendoakan agar ia celaka. Ia sendirilah yang mencelakakan dirinya. Di umurnya yang kini sudah 79 tahun. Yang dulu naik Rolls-Royce dan kini harus pakai kursi roda.

Bulan lalu tuduhan kepadanya ditambah lagi dengan 105 tuduhan baru. Penggelapan, penipuan, pemalsuan, dan segala macam perkara sejenis itu. Total, ditambah tuduhan tahun lalu, ia harus menghadapi 130 tuduhan di pengadilan.

Entah berapa tahun hukuman yang akan dijatuhkan kepadanya. Kalau semua hukuman itu kelak dijumlahkan. Pun kalau ia akan dihukum.

Nama orang superkaya itu, rasanya, Anda sudah tahu: . Aslinya: Lim Oon Kuin. Ia punya dua orang anak: Mr Evan Lim Chee Meng dan Mrs Lim Huey Ching.

punya tandon minyak mentah terbesar di Asia: Hin Leong Trading Pte Ltd. Tangki-tangki raksasanya bisa memuat minyak dari dua tankers paling besar di dunia. Letaknya di sebuah pulau di jari-jari Singapura.

memang salah satu pedagang minyak terbesar di Asia. Pendapatan setahunnya pernah mencapai Rp 450 triliun.

Media di Singapura menyebutkan memang suka judi. Termasuk judi dalam bentuk spekulasi. Di perdagangan minyak. Harga naik diperjudikan. Harga turun diperjudikan. Ia memang suka spekulasi. Mengandalkan ketajaman intuisi bisnisnya.

Perjudian terbesarnya terjadi tahun lalu. Ketika Wuhan dalam penderitaan besar: dihantam wabah Covid-19. Sampai harga minyak mentah dunia, waktu itu, turun. Drastis. Tinggal USD 50/barel. Dari dua bulan sebelumnya yang masih USD 70.

Tempulu harga begitu rendah memutuskan untuk memborong minyak mentah. Tanpa hedging. Ia begitu yakin apa yang terjadi di Wuhan segera teratasi. Harga minyak pun segera naik lagi.

Ia juga percaya benar kemampuan pemerintah Tiongkok. Dalam memadamkan wabah di Wuhan itu. Bahkan ia percaya wabah itu tidak akan meluas ke mana-mana.

Meleset. Salah besar.

Ups, tidak sepenuhnya salah. Bahwa Wuhan cepat teratasi, ia benar. Bahwa pemerintah Tiongkok berhasil memadamkannya, ia benar.

Selebihnya ia salah besar.

Covid-19 merajalela ke seluruh dunia. Pun sampai sekarang.

Harga minyak mentah terus mengalami kemerosotan. Tajam sekali.

Setiap kali harga minyak mentah itu turun, setiap itu juga nilai minyak yang ditimbun turun. Padahal timbunan minyak itu menjadi jaminan untuk kredit bank. Ia mampu melakukan penimbunan dengan uang dari bank. Ia memang harus membayar bunga bank, tapi tidak akan ada artinya kalau harga minyak naik lagi.

Tapi harga minyak terus turun.

Setiap kali harga itu turun, nilai jaminan banknya menjadi tidak cukup lagi. harus menambah jaminan. Turun lagi. Tambah jaminan lagi.

Padahal harga minyak masih turun terus. Dari 50 ke 45. Ke 40. Ke 35. Ke 30. Ke 25. pun panik. Beberapa waktu kemudian masih turun lagi menjadi USD 20/barel.

tidak kuat lagi. Ia mulai berpikir memainkan angka-angka. Ia panggil direktur keuangan perusahaannya. Ia minta sang direktur membuat pembukuan sesuai yang ia inginkan. "Kalau ada risikonya saya yang bertanggung jawab," ujar kepada bawahannya itu, seperti dilaporkan di media Singapura. Sang bawahan minta agar perintah itu tidak hanya lisan. Itulah yang kemudian jadi bukti bahwa semua yang dilakukannya atas perintah pemilik perusahaan.

Misalnya, agar perusahaan membuat buku yang tidak senyatanya. Yang mestinya rugi dibuat tetap berlaba. Labanya dibuat besar, USD 800 juta. Agar tetap bisa mendapat kepercayaan dari bank. Untuk terus menambah kredit.

Simak berita selengkapnya ...

1 2

 

Berita Terkait

Bangsaonline Video