Keadaan Sudah Sulit Diatasi, Pakai Pita Hitam, Sarwono: Gigi itu Harus Dicabut | BANGSAONLINE.com - Berita Terkini - Cepat, Lugas dan Akurat

Keadaan Sudah Sulit Diatasi, Pakai Pita Hitam, Sarwono: Gigi itu Harus Dicabut

Editor: MMA
Jumat, 23 Juli 2021 06:50 WIB

Dahlan Iskan.

SURABAYA, BANGSAONLINE.com Sarwono Kusumaatmadja dikenal sebagai tokoh berintegritas. Mantan aktivis mahasiswa itu tiga kali menjabat menteri. Dua kali pada era Presiden dan satu kali pada era Gus Dur.

Ia ditunjuk sebagai Sekjen Golkar saat semua pengurusnya ditentukan Pak Harto. Tapi alumnus ITB itu tak mau dikooptasi keluarga Cendana. Justru Sarwono pakai pita hitam dan menyatakan “gigi itu harus dicabut” saat terjadi krisis politik 1998. Pernyataan simbolik itu menginspirasi mahasiswa yang kemudian menduduki gedung DPR. Pada 21 Mei 1998 Pak Harto pun lengser.

Hari ini Sarwono ulang tahun ke-77. Akankah kue tartnya pakai pita hitam?

Silakan simak tulisan Dahlan Iskan, wartawan kondang, di Disway, HARIAN BANGSA dan BANGSAONLINE.com hari ini, Jumat 24 Juli 2021. Selamat membaca:

IA ada di dalam, tapi tidak sampai menjadi orang dalam. Itulah Sarwono Kusumaatmadja. Yang 24 Juli besok berulang tahun Ke-77.

Saya baru selesai membaca buku memoarnya: Menapak Koridor Tengah. Ini salah satu memoar yang enak dibaca. Enak dalam pengertian lahir batin. Gaya tulisan memoar ini mengalir dengan sangat baik. Isinya tidak membuat mual –tidak ada puji-puji diri yang berlebihan.

Yang diungkapkan di buku ini juga lebih banyak sisi-sisi manusiawi. Hampir semua nama politikus disebut di dalamnya. Itu menandakan karir politik yang panjang dalam kehidupan Sarwono. Maka, meski ini buku politik, tapi banyak mengandung unsur yang menghibur.

(Sarwono Kusumaatmadja (kanan) dan Gus Dur. foto: Antara)

Misalnya ketika akan diangkat menjadi sekjen Golkar. Ia tahu info itu di sebuah pertemuan yang diadakan oleh Jenderal Benny Moerdani. "Nanti Golkar itu harus semakin mandiri. Itu akan tergantung siapa sekjennya. Tuh, calon sekjennya, yang duduk di belakang itu," ujar Benny. Kurang lebih.

Ketika akhirnya benar-benar jadi sekjen, Sarwono pun dianggap orangnya Benny Moerdani, Panglima ABRI.

Sarwono adalah orang sipil pertama yang menjadi sekjen Golkar. Anak muda pula. Mantan ketua Dewan Mahasiswa pula. ITB pula.

Suatu saat Sarwono ingin tahu mengapa Benny mendukungnya. "Yang mau itu Pak Harto. Bukan saya," ujar Benny. "Saya hanya mengamankan putusan Pak Harto."

Suatu saat, Benny yang pelit bicara dan pelit senyum itu, diminta menyelidiki siapa Sarwono. "Apakah tidak pernah merasa selalu dibuntuti orang?" tanya Benny.

Sampai di situ Sarwono belum kenal Soedharmono, Mensesneg yang diplot menjadi ketua umum Golkar. Tapi ia mendengar Pak Dhar itu orangnya rapi, disiplin, teratur, detail. Juga orang yang sangat dipercaya Pak Harto.

Maka ketika pertama akan menemui Pak Dhar, Sarwono potong rambut, pakai baju safari yang disetrika, mengelap sepatu, dan memeriksa apakah warna kaus kakinya sudah sama.

Sebelum berangkat ke Setneg, ia mengelap rambutnya dengan minyak kelapa. Ia tidak pernah punya minyak rambut. Sekjen baru ini pun tampil beda: rapi dan tidak terlihat gondrong.

"Baru cukur rambut ya," komentar Pak Dhar.

"Dan kaus kaki saya warnanya sama," celetuk Sarwono.

Masa remajanya di asrama sekolah di Inggris membuat Sarwono punya gaya humor model Inggris.

"Emangnya pernah tidak sama?" tanya Pak Dhar.

Sarwono pun menceritakan peristiwa kaus kaki yang tidak sama sebelumnya.

"Tapi warna baju dan celanamu masih tidak sama. Di sini harus sama," ujar Pak Dhar.

Waktu itu Sarwono pakai baju safari warna biru muda dengan celana biru tua.

Pertama ke kantor DPP Golkar, Sarwono melihat ada teknisi di ruang kerja sekjen.

"Kami diminta pasang tombol ini, Pak," ujar teknisi itu. "Kalau Pak Dhar ingin panggil bapak atau bapak ingin panggil wasekjen, lewat tombol ini," ujar teknisi tersebut.

"Saya tidak mau. Masak panggil orang pakai ting-tong," ujar Sarwono. "Bongkar," tambahnya.

Simak berita selengkapnya ...

1 2

 

Berita Terkait

Bangsaonline Video