Wajah Baru Afghanistan? As’ad Ali: Rabbani Pernah Minta NU Memoderasi Rakyat Afghanistan | BANGSAONLINE.com - Berita Terkini - Cepat, Lugas dan Akurat

Wajah Baru Afghanistan? As’ad Ali: Rabbani Pernah Minta NU Memoderasi Rakyat Afghanistan

Editor: MMA
Kamis, 19 Agustus 2021 09:59 WIB

KH As'ad Said Ali (kanan) bersama (alm) KH Salahuddin Wahid (Gus Sholah) dalam acara di Institut Pesantren KH Abdul Chalim Pondok Pesantren Amanatul Ummah Pacet Mojokerto, Kamis (24/7/2019). Foto: BANGSAONLINE.com

Kedua, faktor Geo - Strategis. Mullah Omar mengumumkan berdirinya “Imarah Islam Afghanistan” atau keemiran Islam Afghanistan, suatu sistem teokrasi yang yang dipimpin para mullah. Syariat Islam ditetapkan sebagai hukum negara yang dipraktikkan dengan ketat.

Pada satu sisi berhasil memulihkan keamanan dan ketertiban, tetapi pada sisi lain membatasi kebebasan termasuk memberangus hak-hak wanita. Sementara situasi ekonomi tidak berubah, timbul diskriminasi dan memberi angin terjadinya radikalisasi dan terorisme. Dampaknya, Taliban Pakistan melakukan perlawan terhadap pemerintah Pakistan, sehingga Taliban dianggap menjadi faktor instabilitas global . Dengan alasan Taliban melindungi Usama bin Ladin dan mendukung terorisme, AS-NATO menyerbu Afghan untuk mengakhiri kekuasaan Taliban dan mengembalikan kekuasaan ke tangan Mujahidin.

Ketiga, Kepentingan Ekonomi Barat. Kembalinya Mujahidin ke tampuk pemerintahan dan kehadiran pasukan AS-NATO menimbulkan persoalan baru. Pemerintahan Mujahidin mendapat tekanan dari barat untuk memberikan konsesi pangkalan militer asing kepada AS, Inggris, dan Prancis.

Afghanistan menolak permintaan tersebut sesuai prinsip Non - Blok. AS-NATO bereaksi dengan tidak berupaya untuk menghidupkan ekonomi Afghanistan sehingga keadaan ekonomi rakyat tetap merana dan membuka peluang kembalinya Taliban.

Keempat, Perubahan Sikap Barat Terhadap Taliban. AS-NATO menyadari bahwa tanpa melibatkan Taliban dalam proses perdamaian, sulit tercapai stabilitas di Afghanistan. Indikasinya cukup jelas, Fraksi Akhundzada yang merupakan fraksi Taliban paling besar membuka biro politik Taliban di Doha Qatar, pada Juni 2013. Melalui kantor Perwakilan Taliban itulah pendekatan keduanya berlangsung. Tidak mungkin, Qatar mengizinkan pendirian biro politik tersebut tanpa sepengetahuan Amerika Serikat.

Kelima, Kesadaran Baru Membangun Sikap Moderat. Para pemimpin Afghanistan menyadari untuk mengembalikan sikap moderat rakyatnya. Mantan Pres Burhanuddin Rabbani (pendiri Ikhwanul Muslimin Afghanistan) misalnya ketika berkunjung ke Indonesia, menunjukkan keinginan untuk belajar pengalaman Indonesia.

Ia meminta agar NU memoderasi pandangan rakyat Afghanistan yang cenderung radikal dengan memperkenalkan “Tawasuth, Tasamuh, Tawayun” kepada masyarakat Afghanistan yang secara manhaj keagamaan sama dengan muslimin Indonesia.

Ketika saya bersama Dr Nazarudin Umar berkunjung ke Afghanistan beberapa tokoh Mujahidin, antara lain menantu Abdul Rasul Sayaf, Sabawon menegaskan, dakwah Islam di Indonesia lebih cocok bagi rakyat Afghanistan. Ia mengatakan, mertuanya yang juga pemimpin nomer satu Ittihadul Mujahidin dan sekutu Arab Saudi, telah mengubah sikap dengan simbolisme memegang “Quran dan pedang” di tangan kanan dan kirinya, suatu sinyal perlunya moderasi dalam perjuangan.

Namun masih ada kendala yang harus diatasi oleh rezim baru Afghanistan. Pertama: dua fraksi Taliban yaitu Fraksi Haqqani dan fraksi Mullah Rasul yang masih dianggap radikal. Keduanya tidak terlibat dalam Biro Politik Taliban di Doha dan juga tidak terlibat operasi militer melawan pemerintah Afghanistan. Di samping itu kehadiran ISIS dan Al Qaeda di wilayah Afganistan berpotensi menjadi faktor yang mengganggu.

 

Berita Terkait

Bangsaonline Video