Saya Ragu, Uang Sewa Lahan Saya, Halal atau Haram Hasilnya? | BANGSAONLINE.com - Berita Terkini - Cepat, Lugas dan Akurat

Saya Ragu, Uang Sewa Lahan Saya, Halal atau Haram Hasilnya?

Editor: Nur Syaifudin
Wartawan: .
Sabtu, 23 Oktober 2021 09:41 WIB

Prof. Dr. KH. Imam Ghazali Said, M.A.


Jawaban:

وعليكم السلام ورحمة الله وبركاته

Pertanyaan "sangat problematik" yang bapak sampaikan itu bisa dijawab dengan dua pendekatan ilmu: Fikih dan Tasawuf.

Secara Fikih yang hanya mengkaji legalitas formalnya, persewaan lahan untuk kepentingan pemancangan tower sebagai alat komunikasi dengan konten yang beragam seperti yang bapak paparkan itu SAH dan BOLEH. Ini dengan catatan niat dan tujuan penyewaan tersebut bertujuan untuk digunakan sebagai sarana menyebarkan kebaikan. Soal nanti --setelah transaksi-- digunakan juga untuk sarana menyebarkan kemungkaran, kemaksiatan dan kejahatan, itu bukan urusan bapak, tapi itu menjadi tanggung jawab penyewa.

Ketentuan demikian, berdasarkan sabda Nabi saw: "Baik tidaknya nilai suatu perbuatan itu tergantung pada niatnya..." (Hr. Bukhari-Muslim). Hadis ini kemudian dirumuskan oleh fuqaha (pakar hukum Islam) menjadi kaidah Fikih: "Segala sesuatu itu tergantung pada tujuannya." Karena tujuan dan niat bapak itu baik, konsekuensinya bapak akan dapat cipratan pahala dari penyebaran konten yang baik tersebut.

Jika pertanyaan bapak dijawab dengan pendekatan tasawuf (akhlak berhubungan dengan Allah dan juga dengan makhlukNya), maka yang lebih dipertimbangkan adalah kecenderungan penggunaan alat komunikasi tersebut lebih dominan kebaikannya (makrufnya) atau kemaksiatannya (munkarnya)? Fifty-fifty saja, tindakan penyewaan tersebut dinilai SYUBHAT (remang-remang hukumnya). Dalam tasawuf, perbuatan SYUBHAT HARUS DIHINDARI. Menurut kaum sufi, berbuat dengan nilai syubhat itu identik dengan haram.

Argumentasinya adalah sabda Nabi saw: "Halal itu jelas dan haram itu juga jelas. Di antara yang halal dan haram itu ada beberapa tindakan yang tidak jelas (musytabihat) yang mayoritas manusia tidak tahu. Barang siapa jatuh dalam tindakan yang tidak jelas tersebut, maka ia tergelincir dalam dalam tindakan yang haram. Barang siapa yang "menghampiri" suatu larangan, maka ia akan terlibat dalam larangan tersebut" (Hr. Bukhari-Muslim).

Idealnya memang ngikuti pendekatan tasawuf. Tapi, jika ikut pendekatan tasawuf, membuat kebutuhan primer bapak dan keluarga tak terpenuhi, maka pendekatan Fikih bisa jadi favorit. Wallahu a'lam.

 

Berita Terkait

Bangsaonline Video