Dulu Singapura Mengejek Negara Tetangga, Kini Tiongkok pun Panik | BANGSAONLINE.com - Berita Terkini - Cepat, Lugas dan Akurat

Dulu Singapura Mengejek Negara Tetangga, Kini Tiongkok pun Panik

Editor: MMA
Rabu, 10 November 2021 05:56 WIB

Dahlan Iskan

Banyak pula kepala daerah yang menjadikan vaksinasi sebagai target capaian: Wali Kota Surabaya bisa melampaui 100 persen: Eri Cahyadi.

Gubernur Jakarta saya tulis urutan yang kedua –meski ia yang pertama mencapai angka di atas 100 persen itu: tidak perlu saya sebut namanya.

Saya pun balik bertanya: mengapa masih banyak penderita baru di . Masih setara 1 juta orang sehari.

Jawabnya: karena, dulu, selalu bangga begitu sedikit angka Covidnya. begitu hebatnya seperti mengejek negara tetangga.

Jawaban itu juga ia kutip dari para ahli di sana.

Berarti tahap herd immunity belum terbentuk di . Masih terlalu sedikit yang sudah terkena Covid.

Maka begitu pengendalian dilonggarkan melonjaklah angkanya. Itu berarti termasuk yang berbangga-bangga ke hulu, bersesak-sesak ke tepian.

Melihat hebatnya Indonesia, beberapa teman yang dulu mengungsi ke segera balik kucing.

Awalnya, sebagian kecil dari pengusaha besar itu ngeri melihat serinya Covid di Indonesia. Mereka pun mengungsi ke .

Kini angkanya terbalik: mereka pun mengungsi lagi ke kampung halaman sendiri.

Saya masih mikir: benarkah semua itu karena herd immunity?

Kalau benar, bukankah berarti Tiongkok kini dalam bahaya?

Bukankah selama ini Tiongkok kita unggulkan setinggi bintang di dekat langit? Sebagai negara tersukses mengendalikan Covid?

Kita pun pernah bertanya dengan bangga: bagaimana bisa, negeri berpenduduk 1,3 miliar manusia itu tidak sampai 100.000 orang yang terjangkit Covid?

Dari sinilah saya mulai paham: mengapa terjadi kepanikan yang hebat di Tiongkok sepanjang pekan lalu. Penduduk di hampir semua kota tiba-tiba menyerbu toko dan supermarket. Mereka menguras habis stok yang ada di toko. Barang apa pun. Dengan harga naik sekali pun. Terutama makanan dan keperluan harian.

Belanja panik itu berawal dari pernyataan kementerian perdagangan di sana: agar tiap rumah mencukupi kebutuhan makanan mereka - -tanpa memperhatikan penjelasan mengapa.

Awalnya mereka mengira terlalu jauh: akan terjadi perang. Tiongkok akan segera menyerbu Taiwan. Suasana saling ancam memang meningkat belakangan ini.

Rupanya bukan itu. Mereka pun khawatir: mungkin akan dilakukan ketat lagi.

Untuk apa? Bukankah penderita baru Covid di sana sudah sangat rendah. Tidak sampai 50 orang setiap hari. Tiongkok ingin membuat angka itu menjadi 0. Dengan cara mereka sendiri. Terutama karena di sana segera dilangsungkan Olimpiade. Bulan depan. Yakni Olimpiade musim dingin. Angka 0 harus dicapai sebelum itu.

Sampai kemarin tidak ada juga pengumuman lock down. Lalu mengapa sampai terjadi panic buying? Akhirnya Anda pun tahu mengapa.

Yang jelas, harapan saya untuk bisa segera ke 'kampung halaman kedua' harus ditunda dulu. Padahal sudah kangen sekali: para perawat di rumah sakit itu terbayang terus di luar sadar. (Dahlan Iskan)

Komentar Pilihan Dahlan Iskan di Artikel Berjudul Ganti Kru

Co Ba

Kalo saya, ngakalinnya, bantal kecil yg available di tiap kursi eksekutif itu, saya taruh di punggung bawah/atas pantat... lumayang mengurangi efek boyoken

Blue Furin

Soal "tidak menyetrika" ini saya jadi ingat nasehat seorang pakar homeschooling (yg susah untuk saya ikuti), "Berinvestasilah pada baju-baju dengan bahan bagus, yg tidak akan kusut setelah dicuci. Jadi anda akan terbebas dari beban setrikaan". Berhubung abah ini kan uangnya banyak, jadi saya pikir mungkin baju-baju abah bahannya yg bagus-bagus itu, sehingga ibu tidak perlu repot-repot setrika. Kalau saya sebagai rakyat jelata sih ambil pertengahan. Baju yg tidak terlalu kusut ya ga usah disetrika. Kaos katun yg kalau dipake bakal ilang kusutnya juga ga perlu disetrika. Tapi kemeja katun macam seragamnya anak-anak yo mustahil ga disetrika. Kethok kusut ngko dibatin gurune, "Sakno muridku ga diopeni ibuk-e"

 

Berita Terkait

Bangsaonline Video