​Marak di Grup WA Kiai, Kontroversi Caketum PBNU Kader HMI dan PMII | BANGSAONLINE.com - Berita Terkini - Cepat, Lugas dan Akurat

​Marak di Grup WA Kiai, Kontroversi Caketum PBNU Kader HMI dan PMII

Editor: MMA
Sabtu, 11 Desember 2021 09:51 WIB

SURABAYA, BANGSAONLINE.com – Ternyata polarisasi HMI dan PMII kembali mencuat menjelang Muktamar ke-34 NU yang akan digelar pada 23 – 25 Desember, di Lampung, Sumatera Selatan. Lihat saja komentar-komentar di grup WhatsApp (WA) para gus, kiai, aktivis NU, pengurus NU, dan para pengasuh pondok pesantren. Lebih-lebih di grup WA kader-kader pergerakan PMII dan kader perhimpunan HMI.

Prof Dr KH Asep Saifuddin Chalim, MA secara terang-terangan mengaku prihatin dengan makin tersingkirnya kader Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) dari top figur PBNU. Sebaliknya, justru kader Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) yang mulai dominan.

“PMII itu organisasi mahasiswa yang yang didirikan untuk mencetak kader Nahdlatul Ulama,” tegas Kiai Asep Saifuddin Chalim kepada BANGSAONLINE.com, Sabtu (11/12/2021).

Karena itu, ia menilai PMII dan bahkan PBNU gagal mencetak kader NU, jika Ketua Umum PBNU dijabat kader selain PMII.

Sebelumnya, Kiai Asep juga mengaku prihatin terhadap makin lemahnya kaderisasi di NU.

“Kalau ketua umumnya (PBNU) dari HMI, untuk apa NU mendirikan PMII,” kata Prof Dr KH Asep Saifuddin Chalim, Ketua Umum Pengurus Pusat (PP) Persatuan Guru Nahdlatul Ulama (Pergunu) kepada BANGSAONLINE.com usai acara Rapat Koordinasi Nasional Pergunu di Guest House Kampus Insitut KH Abdul Chalim, Pacet, Mojokerto Jawa Timur, Sabtu (16/10/2021).

Kiai Asep adalah kader PMII yang kini Pengasuh Pondok Pesantren Amanatul Ummah Surabaya dan Pacet, Mojokerto. Putra KH Abdul Chalim, salah seorang kiai pendiri NU, itu mengatakan bahwa NU mendirikan PMII untuk menggodok kader NU tulen agar bisa memimpin NU secara lahir batin.

(Prof Dr KH Asep Saifuddin Chalim, MA. foto: bangsaonline.com)

Berbeda dengan Kiai Asep, Pjs Ketua Umum PB HMI, Romadhon JASN, justru senang dan bangga kader HMI bisa menjadi pengurus puncak NU. Di antaranya yang kini jadi bakal calon ketua umum PBNU.

Romadhon JASN menilai Gus Yahya – panggilan Yahya Cholil Staquf – jauh lebih jelas manfaatnya ketimbang Ketua Umum PBNU sebelumnya. Romadhon menganggap Rais Aam Syuriah PBNU KH Ma’ruf Amin dan Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj pragmatis. Bahkan, menurut Romadhon JASN, Kiai Ma’ruf Amin dan Said Aqil terlibat politik transaksional.

"Gagasan Gus Yahya dinilai lebih jelas manfaatnya untuk kepentingan NU dan nahdiliyin. Sementara jika memotret kepemimpinan sebelumnya, NU nampak terlihat pragmatis dan terjebak dalam arus politik transaksional. Faktanya, Rais Am PB NU akhirnya terpilih menjadi Wakil Presiden di era kepemimpinan KH. Said Aqil Siraj," kata Ramdhon dikutip mediaindonesia.com.

(Romadhon JASN. foto: dok pribadi)

Romadhon JASN juga terang-terangan mengeritik performa kepemimpinan Kiai Ma’ruf Amin dan Kiai Said Aqil Siraj yang dianggap elitis.

"Selama ini, kesan yang berkembang di tataran elit PB NU sangat elitis, lebih mesra dengan kekuasaan, bahkan nyaris lupa terhadap agenda pemberdayaan ekonomi umat dan pendidikan NU. Realitas ini yang melahirkan akumulasi kekecewaan kalangan arus bawah sehingga aspirasi mereka hanya menghendaki "pergantian" dan "perubahan" pucuk pimpinan di tubuh PB NU agar ke depan NU lebih fokus memperhatikan umat daripada sibuk dengan urusan politik praktis yang hanya menguntungkan segelitir orang dan kelompok," paparnya.

, tokoh HMI yang tinggal di Surabaya Jawa Timur, juga memuji Gus Yahya. Dalam tulisannya berjudul Darurat NU di Disway (7/12/2021), menilai Yahya Staquf adalah sosok yang berpikir strategis dan global. Gus Yahya, tulis , bisa mengekspor gagasan-gagasan ke-NU-an ke penjuru dunia. Khususnya Islam damai: Islam Rahmah.

Tulisan tampaknya mengarah pada jaringan Gus Yahya di dunia internasional. Seperti ramai diberitakan media, baik dalam negeri maupun luar negeri, Gus Yahya Staquf beberapa kali ke Amerika Serikat dan Israel. Kepergian Gus Yahya ke negara Yahudi itu menjadi polemik.

Apalagi Gus Yahya bertemu Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu. Tapi ia mengelak merencanakan pertemuan. 

"Saya sendiri tidak ajukan permintaan bertemu, tapi saya menerima. Sama seperti saat saya bertemu wakil Presiden Amerika Serikat Mike Pence, saya tidak tahu siapa yang proses, tiba-tiba kami bertemu," kata Yahya dalam wawancara khusus dengan CNNIndonesia TV, Sabtu (23/6).

Gus Yahya beralasan, kepergiannya ke Israel, untuk membela Palestina. Namun Otoritas Palestina - melalui Kementerian Luar Negerinya – justru mengecam kehadiran Yahya ke dalam American Jewish Committee (AJC) Global Forum di Yerusalem.

"Palestina mengecam kunjungan itu dan tidak terima dengan kunjungan tersebut," tegas Duta Besar Palestina untuk Indonesia, Zuhair Al Shun, kepada BBC News Indonesia, Rabu (13/06).

Simak berita selengkapnya ...

1 2

 

Berita Terkait

Bangsaonline Video