Rahasia Mufaraqah Kiai As’ad pada Gus Dur
Editor: MMA
Jumat, 31 Desember 2021 08:16 WIB
Oleh: M Mas'ud Adnan --- Presiden ke-4 KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) telah 12 tahun meningggalkan kita. Pada 30 Desember 2021 semua elemen bangsa memperingati 12 tahun wafatnya cucu pendiri NU Hadratussyaikh KHM Asy'ari yang pernah menjabat ketua umum PBNU tiga periode itu.
Nah, untuk mengenang Gus Dur - panggilan akrab KH Abdurrahman Wahid, BANGSAONLINE.com menurunkan kembali tulisan M Mas'ud Adnan, alumnus Pesantren Tebuireng dan Pascasarjana Unair yang kini CEO HARIAN BANGSA dan BANGSAONLINE.com. Selamat menikmati:
BACA JUGA:
Barisan Loyalis Gus Dur Lumajang Deklarasi Dukung Khofifah-Emil di Pilgub Jatim 2024
Peringati Hari Jadi Kabupaten Pasuruan, Barikade Gus Dur Gelar Karnaval Akbar
Polres Situbondo Ringkus 2 Pengedar Ratusan Pil Trex
Gelar Demo, Massa Aksi Desak KPK Tangkap Bupati Situbondo
"Saya kalau Lihat Wajah Gus Dur, yang Tampak Wajah Hadratussyaikh KHM. Hasyim Asy'ari"
(RKH. As'ad Syamsul Arifin)
SURABAYA, BANGSAONLINE.com - Sekitar lima tahun setelah Muktamar NU ke-27 di Situbondo, merebak berita di media massa bahwa KHR As’ad Syamsul Arifin mufaraqah (memisahkan diri) dari kepemimpinan KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) sebagai Ketua Umum Tanfidziyah PBNU. Padahal Kiai As’ad inilah pendukung utama Gus Dur saat terpilih sebagai Ketua Umum PBNU bersama KH Ahmad Shidiq sebagai Rais Aam Syuriah PBNU pada Muktamar tahun 1984 di pesantren yang diasuhnya, yaitu Pondok Pesantren Salafiyah Syafiiyah Sukorejo Situbondo Jawa Timur.
Kiai As’ad mufaraqah, di antaranya, karena Gus Dur jadi Ketua Dewan Kesenian Jakarta (DKJ). "Ketua NU kok jadi pimpinan ketoprak," kata Kiai As'ad.
Kiai As’ad mufaraqah juga karena Gus Dur jadi juri festival film dan membuka Malam Puisi Yesus Kristus dan dianggap membela Syiah. Namun pada acara “Gus Dur Diadili 200 Kiai” di Pesantren Darut Tauhid Cirebon pada 8-9 Maret 1989, putra KH A Wahid Hasyim yang bernama asli Abdurrahman Ad-Dakhil itu menjawab dengan cerdas semua yang diresahkan para kiai, termasuk Kiai As’ad.
Menurut Gus Dur, aktif dalam bidang kesenian bagian dari dakwah. Apalagi saat itu film-film bioskop dipenuhi film semi porno yang terkenal dengan istilah sekwilda (sekitar wilayah dada) dan bupati (buka paha tinggi-tinggi).
Memang, saat Gus Dur jadi juri festival film itu mulai terjadi perubahan. Nominator dan pemenang film sangat ketat. Gus Dur dan para juri film menyingkirkan film-film picisan penuh bumbu seks. Yang diangkat sebagai nominator dan pemenang adalah film yang memenuhi standar seni dan berkualitas.
Gus Dur juga menjelaskan soal isu “Assalamu’alaikum” diganti “Selamat Pagi”. Menurut Gus Dur, secara budaya dalam pergaulan sehari-hari “Assalamu’alaikum” memang boleh saja diganti “Selamat Pagi”. Tapi, kata Gus Dur, jangan lupa bahwa secara syariat Assalamu’alaikum itu bagian dari salat sehingga tak sah salatnya jika tanpa Assalamu’alaikum, apalagi diganti selamat pagi. Nah, dalam berita yang dimuat Majalah Amanah, pernyataan Gus Dur bahwa “secara syariat Assalamu’alaikum bagian dari salat yang tak boleh ditiadakan atau diganti” terpotong sehingga Gus Dur seolah-olah memperbolehkan Assalamu’alaikum diganti dengan Selamat Pagi. Maka, publik pun geger.
Namun Kiai As’ad mufaraqah sejatinya bukan karena pemikiran Gus Dur yang kontroversial. Tapi karena Gus Dur sangat kritis terhadap pemerintahan Orde Baru, terutama Soeharto.
“Saya memilih mufaraqah (memisahkan diri), tetap di satu masjid, tapi tidak mau jadi makmum. Ya, bagaimana, wong ketika salat imamnya kentut atau kelihatan ‘anu’-nya. Masak saya mau makmum juga,” kata As'ad bertamsil seperti dilaporkan Tempo edisi 2 Desember 1989.
Warga NU pun gempar. PBNU mengutus KHM Yusuf Hasyim, Pengasuh Pesantren Tebuireng Jombang untuk tabayun (klarifikasi) ke Kiai As’ad. Kiai Yusuf Hasyim adalah putra Hadratussyaikh KHM Hasyim Asy’ari yang saat itu Wakil Rais Syuriah PBNU.
Kiai Yusuf Hasyim merekam semua pembicaraan Kiai As’ad saat tabayun. Ternyata apa yang muncul di media massa berbeda sekali dengan sikap asli Kiai As’ad. Intinya, Kiai As’ad tetap bersama Gus Dur dan PBNU. “Iya ya..” demikian salah satu penggalan pernyataan Kiai As’ad dengan nada tinggi dalam rekaman itu ketika Kiai Yusuf minta Kiai As’ad jangan mufaraqah.
Saya (penulis artikel ini) masih ingat, Kiai Yusuf Hasyim merekam pembicaraan Kiai As’ad itu pakai tape recorder merk Sony. Saya tahu karena santri Tebuireng yang juga diminta Kiai Yusuf Hasyim ikut mendengarkan hasil rekaman itu.
Simak berita selengkapnya ...