Perkumpulan Disabilitas Kabupaten Kediri Studi Banding ke Jember

Perkumpulan Disabilitas Kabupaten Kediri Studi Banding ke Jember Ketua PDKK, Umi Salamah (duduk nomor 2 dari kanan) bersama rombongan studi banding saat berada di Jember. Foto: Ist

KEDIRI, BANGSAONLINE.com - Perkumpulan Disabilitas Kabupaten Kediri (PDKK) melakukan studi banding tentang peraturan daerah (Perda) Disabilitas ke Kabupaten Jember selama dua hari, mulai kemarin hingga hari ini. Ketua PDKK, Umi Salamah, berharap agenda ini akan membawa dampak yang luas untuk Kabupaten Kediri.

"Tujuan kami studi banding ke Jember supaya dapat berbagi pemikiran dengan sesama difabel. Kami ingin tahu perjuangan teman-teman di Jember saat membuat Perda, dan bagaimana mengimplementasikannya. Semangat yang terpenting dari disabilitas sendiri untuk mengubah kemandirian,” ujarnya saat dikonfirmasi, Jumat (28/1).

Baca Juga: Dansatgas TMMD Ke-122 Beri Bantuan Sembako ke Penyandang Disabilitas

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi I DPRD Kabupaten Kediri, Lutfi Mahmudiono, mengatakan bahwa tujuan kegiatan ini untuk mematangkan rancangan perda (Raperda) Disabilitas di Kabupaten Kediri, sebelum dilakukan pansus guna membahas menjadi Perda.

“Studi banding ke Jember ini untuk belajar dan mematangkan sebelum membahas dalam Pansus Raperda Disabilitas di Kabupaten Kediri. Karena sekarang belum punya, sehingga kemarin kami dari Partai NasDem mengusulkan untuk buatkan ,” kata Lutfi.

Ia memastikan, DPRD Kabupaten Kediri sudah sepakat memasukkan Raperda Disabilitas dalam agenda program pembentukan Peraturan Daerah tahun ini. Dalam rombongan ke Jember, ada 15 orang yang terdiri perwakilan PDKK, Gerkatin Kabupaten Kediri, NPCI, Kepala SLB, TKSK, yang didampingi olehnya.

Baca Juga: Gandeng HWDI, Pemkot Kediri Gelar Pelatihan Etika Berinteraksi dengan Penyandang Disabilitas

“Kami akan terus kawal supaya segera dibentuk Pansus, dan Perdanya sampai diparipurnakan sah menjadi Perda,” ucap Lutfi.

Sejumlah tokoh politik yang berperan dalam pengesahan Peraturan Daerah Jember Nomor 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemenuhan Hak-hak Penyandang Disabilitas menyampaikan cerita kronologi beleid tersebut.

Sekretaris Komisi B DPRD Jember, David Handoko Seto, dan mantan Ketua DPRD Jember, Thoif Zamroni, yang berkesempatan membagi kisah perjalanan menyusun beleid untuk kepentingan kaum penyandang difabel. Menurut David, beberapa tahun lalu inisiatif awal membuat memang murni berasal dari keinginan kaum difabel dan kemudian menindaklanjutinya.

Baca Juga: Peringati HUT ke-12, PDKK Bertekad Wujudkan Disabilitas Mandiri dan Berdaya

“Mas Antok, Mas Kusbandono, dan kawan-kawan (disabilitas Jember) datang ke DPRD, sudah punya bahan matang berupa draft naskah akademik. Sungguh-sungguh niatnya ingin punya ,” kata David.

Mantan Ketua DPRD Jember, Thoif Zamroni, menceritakan proses pembahasan Raperda Disabilitas di Jember yang tidak sepenuhnya berjalan mulus. Sebelumnya, dewan mendapatkan materi naskah akademik dari Lembaga Penelitian Universitas Jember (Unej) yang justru berbeda dibandingkan dengan usulan kaum difabel semula.

“Saya Ketua Pansus, DPRD bekerja sama dengan Lemlit Unej, dan kami sampaikan untuk mengakomodasi difabel. Tapi, lama penyerahan naskah akademik, lalu kami dihubungi ternyata difabel tidak dilibatkan. Sampai ramai ada berita masalah plagiat, hampir tiap hari DPRD digeruduk difabel,” urai Thoif.

Baca Juga: 50 Anggota DPRD Kabupaten Kediri Periode 2024-2029 Resmi Dilantik

Ia juga mengingat, konflik difabel dengan Lemlit Unej dimediasi oleh Nurul Ghufron, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ketika masih menjabat sebagai Dekan Fakultas Hukum. Kesepakatan pun diraih dengan komitmen merubah total naskah akademik buatan Lemlit Unej, meski sudah menelan biaya sekitar Rp300 juta. 

Ini dilakukan untuk mengakomodasi seluruh pemikiran dari sejumlah organisasi difabel yang sejak awal menjadi inisiator. Thoif juga mengizinkan perwakilan difabel ikut dalam setiap rapat pembahasan yang semestinya hanya berisi anggota dewan, hal demikian baru terjadi sepanjang sejarah legislasi daerah.

“Sungguh kenangan yang tidak terlupakan. Bahkan, kala itu ada 8 Raperda, sebanyak 7 Perda selesai, tapi Raperda Disabilitas belum selesai saking dinamisnya, teman-teman difabel ikut bahas pasal per pasal. Setelah selesai, saya serahkan sendiri ke Ibu Khofifah Indar Parawansa saat menjabat Menteri Sosial. Saya katakan: Ini Bu, pertama di Indonesia,” ucap Thoif. (uji/mar)

Baca Juga: Tuntut Redistribusi Lahan HGU, Ratusan Warga Puncu Geruduk Kantor Pemkab Kediri

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO