Ini Penyebab Gempa Cianjur Banyak Korban

Ini Penyebab Gempa Cianjur Banyak Korban Dahlan Iskan

CIANJUR, BANGSAONLINE.com Banyak orang heran. Termasuk para ahli. Gempa Cianjur 5,6 skala richter, tapi banyak sekali korbannya. Kenapa?

Simak tuisan wartawan kondang, Dahlan Iskan, di HARIAN BANGSA pagi ini, Rabu 23 Nopember 2022. Atau di BANGSAONLINE.com di bawah ini.

Baca Juga: Tiga Bulan Pascagempa Cianjur, Puskesmas Belum Dibangun Kembali

Ini bencana alam: gempa Cianjur kemarin dulu. Ini bencana gempa vulkanik. Bukan bencana Kanjuruhan.

Bencana Cianjur ini –162 orang meninggal dunia (data terbaru 268 orang)– tergolong bencana khas negara berkembang. Yang penduduknya masih belum begitu punya kemampuan disiplin dan keuangan.

"Gempa tidak pernah menyebabkan kematian. Yang bikin banyak korban itu bangunan yang tidak tahan gempa," ujar .

Baca Juga: Baznas Jatim Bangun Masjid Darurat untuk Salat Jumat di Kampung Rawa Cina Cianjur

Ia ahli teknik sipil. Disertasi doktornya tentang beban dinamis: di Purdue University Amerika Serikat. Soal gempa ada di dalamnya. Prof Suprobo juga anggota Pusat Riset Gempa Nasional (Pusgen). Ia jadi rektor ITS Surabaya tahun 2007 - 2011.

Gempa Cianjur itu sebenarnya hanya 5,6 skala richter. Bahwa begitu banyak bangunan yang roboh pertanda itu tadi: disiplin yang rendah dalam memenuhi persyaratan bangunan di daerah gempa.

Mungkin di setiap debat pemilihan bupati di wilayah gempa, harus ada satu pertanyaan: tentang gempa. Seberapa si calon tahu soal itu dan bagaimana programnya kalau terpilih nanti.

Baca Juga: Baznas Jatim Kirim Personel dan Uang Tunai Rp706 Juta untuk Korban Gempa Cianjur

Termasuk pertanyaan umum: baik mana rumah kayu/bambu dibanding rumah bata di saat gempa.

Kalau pun rakyat merasa lebih bergengsi punya rumah bata, apa syaratnya: agar tahan gempa.

Pertanyaan paling sepele pada calon para pimpinan daerah adalah: apakah ia/dia tahu bahwa daerahnya termasuk dalam peta gempa. Lalu bagaimana mitigasinya.

Baca Juga: Peduli Cianjur, Bupati Jombang Serahkan Donasi Melalui Baznas Jawa Timur

Pemerintah, termasuk Pusgen, sudah menerbitkan peta gempa yang sangat rinci. Sampai per wilayah. Bahkan kementerian PUPR sudah membuat pedoman pembangunan rumah tahan gempa. Sangat rinci. Peraturan pemerintah pun sudah ada. Sudah sangat rinci.

Kita memang sudah lupa. Sudah lama tidak ada gempa yang menimbulkan banyak korban jiwa. Gempa Cianjur seperti membangunkan ingatan masa duka nan lalu.

Di zaman medsos ini begitu banyak muncul video tutorial. Di YouTube. Banyak pula penggemarnya. Pun sampai tutorial bagaimana menata alis.

Baca Juga: Kepala BPBD Kabupaten Kediri Lepas Relawan ke Cianjur

Prof Suprobo juga membuat tutorial. Khusus bagaimana membangun rumah tahan gempa. Termasuk bila rumah itu dibangun dengan batu bata.

"Tidak ada jalan lain. Tiap 3 meter harus diberi slop. Yang terbuat dari beton. Lalu antar slop itu dihubungkan dengan slop pula. Kalau itu sudah dipenuhi masih harus dilihat disiplin penerapannya. "Yang biasa di ''curi'' kontraktor, mandor atau tukang adalah tulangannya," ujar Prof Suprobo.

"Tidak bisa ditawar. Tulangan itu harus tiap 10 cm," katanya. "Biasanya dijarangkan sampai 15 atau 20 cm," tambahnya.

Baca Juga: Wali Kota Kediri Berangkatkan Bantuan untuk Korban Gempa di Cianjur

Ukuran baja tulangan yang menghubungkan satu tulang dengan tulang lainnya itu harusnya 10 mm. "Biasanya juga dicuri menjadi 6 mm," ujarnya.

Meski alumni SMAN 1 Yogyakarta dan lahir di Klaten, Prof Probo pilih kuliah di teknik sipil ITS. "Agar cepat lulus," katanya. "Waktu itu kuliah di UGM terkenal makan waktu lebih lama," tambahnya.

Meski peraturan, petunjuk dan tutorial sudah sangat lengkap, kita memang punya problem yang sama dengan Filipina, India, Pakistan, Meksiko dan negara setara lainnya: izin bangunan dan kontrol akan izin bangunan itu.

Baca Juga: Korpri Kota Kediri Siapkan Puluhan Juta Rupiah untuk Bantu Korban Gempa di Cianjur

Rasanya kita masih perlu menunggu satu generasi lagi untuk mulai melangkah ke sana. Sementara ini tampaknya kita hanya bisa memilih apa boleh buat: setiap terjadi bencana yang sama harus siap-siap memperdalam duka.

Padahal bencana gempa tidak akan berkurang. Kita dengan berdebar menunggu terbitnya peta baru gempa di Indonesia. Peta gempa memang terus diperbarui. Tiap lima tahun sekali.

Dari pengalaman di masa lalu selalu terjadi pertambahan wilayah baru yang masuk peta gempa.

Baca Juga: Pemkab Jombang Berangkatkan Relawan Korban Gempa Cianjur

Daerah yang dulu aman bisa saja berubah menjadi tidak aman gempa. Seperti Surabaya. Rasanya sudah mulai masuk peta gempa di peta yang terbaru. Mungkin pemerintah belum berani terus terang. Khawatir menggelisahkan. Padahal sudah ditemukan garis gempa baru: menjelirit dari Bangkalan di ujung barat Madura sampai ke gunung Kendeng di Bojonegoro. Melintasi bagian utara Surabaya, Gresik dan Lamongan.

Bandung bisa jadi juga punya peta baru gempa, bertambah dari peta yang lama. Pun Jakarta, sudah mulai masuk di peta yang terbaru.

Siapa pun yang di SMA belajar fisika tentu tahu rumus ini: daya gempa adalah masa x percepatan. Percepatan di situ berarti cepatnya gelombang getaran.

Maka kian berat beban sebuah rumah kian besar daya yang diterima. Bata merah adalah bahan bangunan yang amat berat. Karena itu disiplin dalam mengatur jarak slop dan tulangan tidak bisa ditawar.

Tentu berkembangnya industri bata ringan belakangan ini bisa mengurangi risiko itu. Belum lama ini saya menghadiri peresmian pabrik bata ringan yang sangat besar di Sragen. Teman saya itu sudah punya pabrik serupa di kabupaten lain. Kini sudah tak terhitung banyaknya pabrik bata ringan di seluruh Jawa. Memang usaha bata akan pindah dari usaha rakyat ke kapitalistik, tapi itulah yang terjadi.

Waktu kecil saya bisa membuat bata merah. Mengaduk tanahnya. Mencetaknya. Menjemurnya: dengan menumpuknya bersilang-silang. Memanggulnya ke tempat pembakaran. Sekali panggul kuat lima bata mentah. Lalu membakarnya: satu harmal. Sekali bakar 1000 bata.

Saya sama sekali tidak tahu bahwa bata merah tidak ideal untuk bangunan di wilayah gempa. Rasanya orang Cianjur juga tidak tahu. Apakah setelah gempa ini mereka membangun kembali rumah dengan taat aturan gempa itulah persoalan kita.

Semua ahli heran: gempanya 5,6 skala richter. Korbannya begitu banyak. Maka benar: gempa tidak membunuh manusia; bangunanlah yang membunuh mereka. (Dahlan Iskan)

Anda bisa menanggapi tulisan Dahlan Iskan dengan berkomentar http://disway.id/. Setiap hari Dahlan Iskan akan meilih langsung komentar terbaik untuk ditampilkan di Disway.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO