Mengubah Sistem Pemilihan Ketua Umum PSSI

Mengubah Sistem Pemilihan Ketua Umum PSSI Dahlan Iskan

JAKARTA, BANGSAONLINE.com - Sistem pemilihan ketua umum terus menjadi sorotan. Karena semua provinsi, baik yang peduli maupun yang tak peduli sepak bola, sama punya hak satu suuara. Begitu juga sepak bola. Padahal itulah yang paling banyak berkorban untuk kemajuan sepak bola.

Lalu akan diubah model apa sistem pemilihan ketua umum ?

Baca Juga: Sidang Restitusi, Keluarga Korban Tragedi Kanjuruhan Tuntut Rp17,5 M dan Tagih Janji Presiden

Silakan baca tulisan wartawan kondang, Dahlan Iskan, di HARIAN BANGSA hari ini, Jumat 27 Januari 2023. Atau di BANGSAONLINE di bawah ini:

DUA barang enak yang dicampur menjadi satu harusnya menjadi sangat enak. Tidak begitu kalau yang dicampur itu soto enak dengan tembakau enak. Atau kopi enak dengan dawet enak.

Pengurus itu mirip-mirip seperti sampuran barang-barang enak seperti itu. Soal rasa akhirnya tergantung yang dicampur dan yang mencampur.

Baca Juga: Stadion Pogar Bangil Semrawut, Ketua Askab PSSI Kabupaten Pasuruan Pindah Lokasi Piala Soeratin 2024

Memang praktik selama ini sangat ideal dan demokratis: Ketua Umum dipilih oleh kongres. Setelah itu wakil ketua umum pun dipilih oleh kongres. Lalu anggota Exco, 12 orang, juga dipilih oleh kongres.

Itu mirip presiden dan wakil Presiden dipilih sendiri-sendiri di Pemilu. Tidak dalam satu paket. Apakah setelah terpilih nanti keduanya nanti bisa bekerja sama itu soal lain. Bahkan ibarat di pemerintahan, para menterinya pun dipilih lewat Pemilu.

Maka hasil kongres , bulan depan, adalah ibarat 14 barang enak dicampur jadi satu. Itulah pengurus hasil kongres. Maafkan, Anda belum tahu: adalah Persatuan Seluruh Indonesia.

Baca Juga: Persiapan Persekabpas Hadapi Liga Nusantara, Exco PSSI Rapat Bersama Klub Anggota Askab

Calon ketua umum harus mendaftar dulu dan mendapat pengesahan dari satu komite. Calon wakil ketua umum juga begitu. Pun para calon anggota Exco, yang nanti akan jadi pengurus .

Dari daftar nama yang sudah mendaftar terlihat memang banyak pilihan. Bagus semua. Bisa dibilang enak semua. Soal apakah setelah terpilih nanti, lalu dicampur nanti, bisa menghasilkan pengurus yang enak itu soal lain. Dari proses seperti itulah semua orang berharap bisa memajukan sepak bola Indonesia.

Ditinjau dari segi ilmu manajemen, proses seperti itu sulit menghasilkan terbentuknya satu dream team di kepengurusan . Maka wajar kalau hasilnya juga seperti yang Anda sudah tahu.

Baca Juga: Dituding Murtad, Dahlan Iskan Jawab dengan Shalat

Proses tidak pernah mengkhianati hasil. Proses pembentukan pengurus seperti itu juga tidak akan mengkhianati hasil: hasil yang buruk.

Aturan seperti itu tercantum dalam AD/ART . Yang disahkan oleh lembaga sepak bola dunia: FIFA. Tentu Kongres punya wewenang mengubahnya. Kalau mau. Kalau bisa.

Presiden SBY pernah gemes melihat . Lalu mencoba turun tangan. Gagal. Terbentur mekanisme organisasi seperti itu. Pemerintah, sesuai dengan aturan FIFA, tidak boleh intervensi ke dalam organisasi sepak bola.

Baca Juga: Aneh, Baca Syahadat 9 Kali Sehari Semalam, Dahlan Iskan Masih Dituding Murtad

Presiden Jokowi juga gemes. Tapi berhasil intervensi. Ketua umum tergusur. Dengan segala konsekuensi. Tapi tidak sampai berhasil melakukan reformasi di tubuh .

Ketua umum yang sekarang tidak perlu digusur. Beliau sudah mengundurkan diri. Bisa dengan mudah dipilih ketua umum yang baru. Juga wakil ketua umum. Dan anggota Exco.

Pemerintah juga sudah terlihat punya calon: Eric Thohir, menteri BUMN. Ia juga orang gila sepak bola. Ia pernah sampai menjadi sepak bola dunia, Inter Milan.

Baca Juga: Jokowi Resmikan Smelter Grade Alumina, Erick Thohir Paparkan Dampak soal Impor Alumnium

Apakah Eric pasti terpilih?

Tidak hanya bola yang bundar. Bumi manusia juga bundar. Dan kongres dilaksanakan di bumi manusia itu: tergantung pemilik suara dalam kongres.

Sayangnya pemilik suara itu sangat bervariasi dalam hal keinginan untuk memajukan sepak bola. Pemilik suara itu adalah para ketua asosiasi sepak bola provinsi. Masing-masing punya satu suara. Total 34 suara. Klub-klub Liga juga punya satu suara. Badan-badan dalam masing-masing juga punya satu suara: misalnya badan yang mewadahi wasit. Total sekitar 80 suara.

Baca Juga: Stadion Soepriadi Resmi Jadi Kandang Arema FC, PSSI: Apapun yang Terjadi Tanggung Jawab Panitia

Komposisi hak suara seperti itu juga menjadi problem di cabang olahraga lainnya. Betapa banyak provinsi yang tidak memperhatikan pembinaan sepak bola. Anda pun tidak pernah mendengar: di provinsi mana ada kegiatan sepak bola apa. Mereka tetap punya hak suara yang sama dengan provinsi yang gila sepak bola.

Sedang , manusia yang paling gila sepak bola, juga hanya punya satu suara. Gila dan tidak gila punya hak suara yang sama. Banyak yang akhirnya menyesal gila.

Benar. Terlalu banyak suara yang dipegang oleh mereka yang kurang peduli pada sepak bola. Mereka inilah sumber pendulangan suara dalam kongres. Dengan cara apa pun.

Baca Juga: Pj Gubernur Jatim Bangga kepada Timnas yang Juarai Piala ASEAN U-19 Boys’ Championship 2024

Harusnya prinsip meritokrasi juga berlaku di sepak bola. Siapa yang punya kontribusi terbesar mempunyai hak suara yang lebih besar.

Hak suara provinsi tidak perlu dihapus. Tapi tidak boleh dominan. Terutama provinsi yang tidak serius mengurus sepak bola.

Jelas sekali: yang paling serius memikirkan sepak bola adalah . Bukan hanya serius tapi sudah gila yang tidak pura-pura. Harta, waktu, dan tenaga dicurahkan habis-habisan. Tapi nasibnya ditentukan oleh mereka yang tidak serius. Tragis sekali.

Maka, kalau prinsip meritokrasi kita pegang, baiknya anggota dengan prestasi tertinggi punya suara terbanyak. Misalkan, klub anggota Liga 1 masing-masing punya 10 hak suara. Anggota klub Liga 2 punya hak 5 suara. Klub-klub Liga 3 punya hak 2 suara. Provinsi tetap: masing-masing punya 1 suara.

Tentu komposisi itu bisa didiskusikan. Dipilih yang paling rasional.

Tapi, rasanya, model demokrasi dalam tidak akan bisa memenangkan pikiran yang paling rasional sekalipun.

Maka setidaknya ada dua hal yang tidak rasional di : sulitnya terbentuk dream team dalam kepengurusan dan sulitnya merasionalkan hak suara.

Bertriliun uang dibelanjakan hanya untuk mendapat status gila. (Dahlan Iskan).

Anda bisa menanggapi tulisan Dahlan Iskan dengan berkomentar http://disway.id/. Setiap hari Dahlan Iskan akan memilih langsung komentar terbaik untuk ditampilkan di Disway.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Lihat juga video 'Demam Euro 2021, Warga Desa di Pasuruan Ini Kibarkan Ratusan Bendera Ukuran Raksasa':


Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO