Alasan YLBH FT Beri Perlindungan Hukum untuk Warga GPR Gresik

Alasan YLBH FT Beri Perlindungan Hukum untuk Warga GPR Gresik Dari kiri: Direktur YLBH FT, Andi Fajar Yulianto, Dwi Heri Cahyono, dan para lawyer YLBH FT di lahan pengembang yang dipasang papan makam oleh warga. Foto: Ist

GRESIK, BANGSAONLINE.com - Direktur Yayasan Lembaga Bantuan Hukum (YLBH) Fajar Trilaksana (FT), Andi Fajar Yulianto, menyatakan pihaknya memberikan perlindungan hukum kepada warga (GPR), Desa Prambangan, Kecamatan Kebomas.

Hal tersebut diberikan setelah warga datang ke kantor , dan meminta perlindungan hukum agar hak mereka (fasilitas umum berupa tanah makam) segera terpenuhi. Pasalnya, PT Titian Samudra Singgasana selaku pengembang lalu beralih ke PT Mega Tama Bumi Permai tidak menyerahkan fasilitas terkait sejak 2015.

Baca Juga: Soal Fasum Makam Perum GPR, DPRD Gresik Kembali Panggil PT Megatama

"Untuk itu, kalau ada warga meninggal dunia tidak punya tempat pemakaman. Untuk itu, terpaksa dimakamkan di tempat lain atau dibawa pulang ke daerah asalnya," kata Fajar saat dikonfirmasi, Minggu (9/6/2024).

Ia menyatakan bahwa pengembang berdasarkan peraturan perundangan wajib menyediakan fasilitas umum (Fasum) terhadap bangunan perumahan, seperti lahan untuk pemakaman umum bagi warga.

Kesepakatan awal, lanjut Fajar, warga GPR yang pada waktu itu diwakili oleh Laily Rachmat dkk dengan PT Mega Tama Bumi Permai telah menyanggupi fasilitas dimaksud berupa tanah seluas 2000 m2 dan tertuang dalam Akta Notaris 02 tanggal 9 Maret 2015 yang dibuat oleh Arifin Hartanto di Gresik.

Baca Juga: PT MBP 3 Kali Mangkir Dipanggil Dewan soal Polemik Fasum Makam, Anha: Lecehkan DPRD Gresik

Lebih jauh, ia menyampaikan kekecewaan warga kepada pengembang lantaran fasilitas yang dijanjikan tidak kunjung diserahkan sesuai site plan peruntukan lahan induk, kemudian diadukan ke DPRD Gresik.

Dari hasil rapat dengar pendapat dengan dewan bersama OPD tetkait, serta perwakilan warga pada 30 Desember 2022, dikeluarkan rekomendasi. Salah satunya, warga perumahan GPR yang meninggal dapat segera memanfaatkan lahan makam yang telah tercantum, dan sesuai pada site plan untuk pemakaman.

"Setelah kami pelajari, ada 2 hal yang aneh soal fasum berupa makam tersebut. Pertama dari rencana awal hasil kesepakatan lahan untuk makam seluas 2.000 m2, namun dalam proses berjalan saat rekomendasi Komisi I lahan tersedia hanya 1.000 m2," urai Fajar.

Baca Juga: Tak Patuhi Hasil Kesepakatan Rapat, Direktur YLBH FT Tuding PT Megatama Lecehkan Pemkab Gresik

"Kedua, setelah ada kesepakatan berjalan 9 tahun lahan makam tidak terealisasi, bahkan warga ketika akan mempergunakan lahan, sempat ada pihak yang mengintimidasi," tuturnya menambahkan.

Disebutkan olehnya, warga GPR tidak menuntut lebih kepada pengembang. Mereka hanya minta fasum makam segera diserahkan ke warga.

"Kasihan warga GPR sudah bertahun-tahun saat ada warga meninggal pengurus RT bingung untuk memakamkanya. Makanya, atas kondisi ini warga minta perlindungan hukum ke Untuk itu, dalam waktu dekat kami akan lakukan langkah hukum untuk memperjuangkan hak warga," pungkasnya.

Baca Juga: YLBH FT dan Fakultas Hukum Universitas Gresik Teken MoU kegiatan MBKBM

Sedangkan Dwi Heri Cahyono selaku Ketua Paguyuban warga GPR, menyatakan warga sudah capek dan kecewa karena merasa dipermainkan oleh pengembang.

"Karena itu, kami meminta perlindungan hukum ke ," katanya.

Sementara itu, PT Titian Samudra Singgasana maupun PT Mega Tama Bumi hingga berita ini diturunkan belum ada klarifikasi. (hud/mar)

Baca Juga: Direktur YLBH FT: Pilkada Gresik Calon Tunggal Bukti Kegagalan Parpol dalam Pengkaderan

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO